Saya memandangi layar handphone saya. Di layar utamanya menampilkan sebuah tulisan yang lebih dari seminggu lalu saya menuliskannya secara acak-acakan. Tujuannya tidak lain hanya untuk mengompori saya untuk berbuat selayaknya.
Kerja, Kerja, Kerja!
Saya mengutip salah satu semangat yang ditularkan Pak Dahlan Iskan, mantan Dirut PT PLN yang kini menjabat sebagai menteri BUMN RI. Semasa jabatannya sebagai Dirut PT PLN, ia dengan terang-terangan mengubah slogan PLN: Electricity For A Better Life atau “Listrik untuk kehidupan yang lebih baik” kemudian diterapkan di lingkungan koorporasinya sendiri.
“Saat ini (tahun 2011, red) semangat bekerja tinggi yang sedang kita butuhkan. Kita harus fokus bekerja,” begitu ujar Dahlan Iskan, dalam buku yang saya baca lebih dari seminggu lalu.
Saya senang dengan salah satu terobosan Pak Dahlan Iskan itu. Terbukti, melalui slogan itu ia bisa menciptakan peningkatan yang signifikan di wilayah lingkup para pekerja di PLN. Bahkan, tingkat pemerataan listrik ke banyak daerah terpencil akhirnya bisa terpenuhi lewat terobosan uniknya itu. Secara tidak langsung, Dahlan mendidik rakyat untuk bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.
Bukannya ingin menyontek, apalagi menjiplaknya. Saya hanya ingin menyontoh semangat yang sempat ditularkan Dahlan Iskan kepada koorporasi yang dipimpinnya itu. Bedanya, saya tidak harus dengan lantang menyuarakan slogan itu kepada banyak orang di sekitar saya, apalagi dengan mengajukan permintaan kepada Pak Presiden atas perubahan slogan itu. Akan tetapi, setidaknya saya harus mengubah semangat saya dulu, baru bisa mengubah semangat pada diri orang lain. Karena memang, kini, semangat seperti itu yang sangat saya butuhkan. Beberapa maslah yang sempat mampir di kehidupan saya membuat saya untuk banyak berusaha. Jauh lebih giat.
“Kerja” ini tidak terpatok pula pada sesuatu yang menghasilkan uang saja. Namun mencakup hal yang lebih luas; mengerjakan segala hal yang diembankan atau ditugaskan buat saya. Kuliah, organisasi, freelance, dan hidup. Semua harus dikerjakan secara baik dan benar. Sulit memang, namun yakin saja semua pasti menemukan jalannya. Tentu saja, dengan kerja keras!
Hasrat Untuk Berubah*
Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal
Aku bermimpi ingin mengubah dunia.
Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku,
kudapati bahwa dunia tak kunjung berubah
Maka cita-cita itupun agak kupersempit,
lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku.
Namun tampaknya,
hasrat itupun tiada hasilnya.
Ketika usiaku semakin senja,
dengan semangatku yang masih tersisa,
kuputuskan untuk mengubah keluargaku,
orang-orang yang paling dekat denganku.
Tetapi celakanya,
merekapun tidak mau diubah!
Dan kini,
sementara aku berbaring, saat ajal menjelang
tiba-tiba kusadari.
“Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku,
maka dengan menjadikan diriku sebagai penutan,
mungkin aku bisa mengubah keluargaku.
Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka,
bisa jadi aku pun mampu memperbaiki negeriku,
kemudian siapa tahu,
aku bahkan bisa mengubah dunia”
Puisi tersebut adalah ukiran yang tertulis pada sebuah makam di Westminster Abbey, Inggris sejak tahun 1100 M. Saya mendapatinya pertama kali di sekolah menengah dulu, ketika salah seorang guru membantu saya untuk membuat karya tulis untuk dipersiapkan ke ajang pendidikan lingkup Kabupaten hingga ibukota provinsi.
Bagi saya, puisi itu telah menunjukkan cara bagaimana kita bisa mengubah lingkungan sekitar kita, bahkan dunia sekalipun.
Karena segala sesuatunya memang harus bermula dari diri sendiri, maka saya mendorong (memaksa diri) untuk berubah. Bukan berubah menjadi superhero seperti dalam film-film yang banyak saya tonton semasa kecil. Mengubah segalanya (yang rusak) dengan kerja keras. Kerja. Kerja. Kerja! Dari diri sendiri.
“Dimana ada kemauan, disitu ada jalan. Akan tetapi, dimana ada jalan, disitu HARUS ada kemauan!”
Mari berasumsi bahwa segala sesuatu pasti selalu menemukan jalannya. Masalah serumit apapun pasti bakal menemukan titik terangnya. Tujuan atau target apapun yang ingin dicapai pasti mampu diwujudkan dengan usaha dan kerja keras. Yah, meskipun sedari awal kita sudah harus bersusah payah dan mungkin harus terjatuh, tersungkur, dan malah terjungkir balik. Tapi, kata pantun lama; berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian.
Nah, ketika ada jalan terbuka bagi saya untuk dilalui dengan sedikit bekerja lebih keras, mengapa tidak, saya menjajalnya?
The 4th of #7day7post
Ini hape bareng laptop yang akhirnya bisa kembali "hidup" seutuhnya. (Foto: ImamR) |
Kerja, Kerja, Kerja!
Saya mengutip salah satu semangat yang ditularkan Pak Dahlan Iskan, mantan Dirut PT PLN yang kini menjabat sebagai menteri BUMN RI. Semasa jabatannya sebagai Dirut PT PLN, ia dengan terang-terangan mengubah slogan PLN: Electricity For A Better Life atau “Listrik untuk kehidupan yang lebih baik” kemudian diterapkan di lingkungan koorporasinya sendiri.
“Saat ini (tahun 2011, red) semangat bekerja tinggi yang sedang kita butuhkan. Kita harus fokus bekerja,” begitu ujar Dahlan Iskan, dalam buku yang saya baca lebih dari seminggu lalu.
Saya senang dengan salah satu terobosan Pak Dahlan Iskan itu. Terbukti, melalui slogan itu ia bisa menciptakan peningkatan yang signifikan di wilayah lingkup para pekerja di PLN. Bahkan, tingkat pemerataan listrik ke banyak daerah terpencil akhirnya bisa terpenuhi lewat terobosan uniknya itu. Secara tidak langsung, Dahlan mendidik rakyat untuk bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.
Bukannya ingin menyontek, apalagi menjiplaknya. Saya hanya ingin menyontoh semangat yang sempat ditularkan Dahlan Iskan kepada koorporasi yang dipimpinnya itu. Bedanya, saya tidak harus dengan lantang menyuarakan slogan itu kepada banyak orang di sekitar saya, apalagi dengan mengajukan permintaan kepada Pak Presiden atas perubahan slogan itu. Akan tetapi, setidaknya saya harus mengubah semangat saya dulu, baru bisa mengubah semangat pada diri orang lain. Karena memang, kini, semangat seperti itu yang sangat saya butuhkan. Beberapa maslah yang sempat mampir di kehidupan saya membuat saya untuk banyak berusaha. Jauh lebih giat.
“Kerja” ini tidak terpatok pula pada sesuatu yang menghasilkan uang saja. Namun mencakup hal yang lebih luas; mengerjakan segala hal yang diembankan atau ditugaskan buat saya. Kuliah, organisasi, freelance, dan hidup. Semua harus dikerjakan secara baik dan benar. Sulit memang, namun yakin saja semua pasti menemukan jalannya. Tentu saja, dengan kerja keras!
Hasrat Untuk Berubah*
Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal
Aku bermimpi ingin mengubah dunia.
Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku,
kudapati bahwa dunia tak kunjung berubah
Maka cita-cita itupun agak kupersempit,
lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku.
Namun tampaknya,
hasrat itupun tiada hasilnya.
Ketika usiaku semakin senja,
dengan semangatku yang masih tersisa,
kuputuskan untuk mengubah keluargaku,
orang-orang yang paling dekat denganku.
Tetapi celakanya,
merekapun tidak mau diubah!
Dan kini,
sementara aku berbaring, saat ajal menjelang
tiba-tiba kusadari.
“Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku,
maka dengan menjadikan diriku sebagai penutan,
mungkin aku bisa mengubah keluargaku.
Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka,
bisa jadi aku pun mampu memperbaiki negeriku,
kemudian siapa tahu,
aku bahkan bisa mengubah dunia”
Puisi tersebut adalah ukiran yang tertulis pada sebuah makam di Westminster Abbey, Inggris sejak tahun 1100 M. Saya mendapatinya pertama kali di sekolah menengah dulu, ketika salah seorang guru membantu saya untuk membuat karya tulis untuk dipersiapkan ke ajang pendidikan lingkup Kabupaten hingga ibukota provinsi.
Bagi saya, puisi itu telah menunjukkan cara bagaimana kita bisa mengubah lingkungan sekitar kita, bahkan dunia sekalipun.
Karena segala sesuatunya memang harus bermula dari diri sendiri, maka saya mendorong (memaksa diri) untuk berubah. Bukan berubah menjadi superhero seperti dalam film-film yang banyak saya tonton semasa kecil. Mengubah segalanya (yang rusak) dengan kerja keras. Kerja. Kerja. Kerja! Dari diri sendiri.
“Dimana ada kemauan, disitu ada jalan. Akan tetapi, dimana ada jalan, disitu HARUS ada kemauan!”
Mari berasumsi bahwa segala sesuatu pasti selalu menemukan jalannya. Masalah serumit apapun pasti bakal menemukan titik terangnya. Tujuan atau target apapun yang ingin dicapai pasti mampu diwujudkan dengan usaha dan kerja keras. Yah, meskipun sedari awal kita sudah harus bersusah payah dan mungkin harus terjatuh, tersungkur, dan malah terjungkir balik. Tapi, kata pantun lama; berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian.
Nah, ketika ada jalan terbuka bagi saya untuk dilalui dengan sedikit bekerja lebih keras, mengapa tidak, saya menjajalnya?
--Imam Rahmanto--
The 4th of #7day7post
- Februari 28, 2013
- 0 Comments