Belajar Menerima untuk Bersyukur
Februari 27, 2013Baca Juga
“Presentasi, Pak, presentasi,” ujar saya pelan, tertahan. Saya merasa greget ketika mendengar beberapa orang dosen “salah menyebutkan” salah satu kosa kata itu. Yah, meskipun kata orang itu hanyalah persoalan sepele. Tapi, bagi saya, kebiasaan yang salah seperti itu jika dibiasakan berlarut-larut nanti malah bisa menjadi sebuah kebetulan (baca: kebenaran). Apalagi ini dosen loh, dosen!
Kemarin sore, saya baru saja mengikuti salah satu mata kuliah dosen tersebut. Semangat. Begitu bersemangat. Setelah dua semester lalu saya terpuruk perihal kuliah, kini saatnya saya untuk kembali membangun chemistry dengan suasana lingkungan kampus. Saya ingin mengembalikan semangat yang pernah terpompa di kehidupan sebagai mahasiswa baru. Saya tidak ingin selalu menjadi “pemain cadangan”.
Seperti yang disebutkan salah seorang teman saya dalam sebuah tulisan yang dipostingnya, bahwa pemain cadangan akan selalu menjadi pemain cadangan, tak akan ppernah menjadi pemain inti. Dalam kehidupan saya, berlaku hal berbeda. Dengan belajar mensyukuri, kita tentu akan menemukan maksud tiap rencana Tuhan itu, dan selalu, kita tidak akan menjadi “pemain cadangan”. ^_^.
Dalam kuliah, saya memungut semangat itu, sedikit demi sedikit…
Bagaimanapun, saya harus memaksa diri untuk menjalani kuliah yang setahun lalu sempat terpuruk. Kini, saya harus menjalani kuliah (mengulang) dengan mahasiswa-mahasiswa setahun di bawah saya. Saya merasa muda. Jangan heran ketika seseorang menanyakanpada saya, “semester berapa?” dan saya cukup santai menjawab, “Semester enam,”. Lha wong, saya lebih banyak menghabiskan kuliah semester enam di kesempatan kali ini. Saya lebih banyak mengenal teman-teman yang notabene adalah adik-adik kelas saya di kampus.
Namanya repair alias “memperbaiki”, memang selalu lebih sulit daripada menghancurkan. Namun, saya belajar menerima. Nrimo lan legowo. Bersyukur, karena memang tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.
Bukan kebetulan ketika setahun lalu saya tidak begitu serius mengiktui proses perkuliahan saya. Bukan kebetulan pula ketika akhirnya nilai-nilai saya begitu mengenaskan dan jeblok. Sehingga, bukan kebetulan lagi jika saya hari ini harus menjalani perkuliahan bersama teman-teman yang baru dan lebih fresh. :p
Bagi saya, tidak ada yang namanya kebetulan. Tuhan sudah merencanakan begitu apiknya.
Bukan suatu kebetulan, lebih dari tiga tahun lalu saya tidak diluluskan dalam pilihan jurusan saya. Pilihan yang kata orang adalah pilihan terbaik alias pilihan sejuta umat. Pilihan yang sempat membuat saya kecewa setengah mati. Padahal, tidak sepenuhnya saya benar-benar gagal perkara pilihan jurusan saya. Saya digariskan Tuhan untuk melalui jalan di jurusan saya sekarang ini. Dan itu bukan kebetulan semata. Selalu ada rencana besar di balik keputusan-Nya.
Menjalaninya, saya belajar untuk mensyukurinya. Saya justru mengabaikan kesempatan di tahun berikutnya untuk bisa berkompetisi lagi mempersebutkan pilihan serupa. Buat apa? Toh, saya sudah menemukan sesuatu yang berharga disini. Saya telah menemukan alasan untuk tetap bertahan. Disini, saya memilih untuk menjadi “pemain inti”. Selain itu, saya punya prinsip mengakhiri dengan baik apa yang telah saya mulai.
Oleh karena itu, saya sedikit demi sedikit memungut semangat kuliah yang pernah terjatuh. Meskipun sedikitnya pula saya masih sempat agak risih (dan minder) bergabung dengan teman-teman “muda” saya. Namun, saya tetap saja memaksakan diri. Terkadang sesuatu yang dipaksakan lambat laun akan menjadi kebiasaan dan beralih menjadi kerelaan. Keterpaksaan – tanggung jawab – rutinitas – kebiasaan – kerelaan – bersyukur. Mungkin, seperti itulah sederhananya jika kita ingin bersyukur.
Yahh, meskipun agak sulit dan butuh waktu lama, saya akan tetap belajar. Hakikat hidup di dunia ini memang untuk belajar, kan? Belajar bahwa kesulitanlah yang akan membuat saya kuat. Belajar bahwa perjuangan ini nantinya yang (semoga) membuat saya menjadi manusia lebih tangguh. Belajar bahwa hidup tak selalu mudah. Dan belajarlah bahwa kebetulan itu tak ada…
…dan pagi ini saya memaksa untuk membangun semangat itu ketika nyaris tidak menemukan kelas untuk kuliah pagi. Saya nyaris saja bertemu kembali dengan rasa "malas" dan memutuskan untuk tidak kuliah pagi ini. Kelas yang biasanya kami gunakan dipindahkan ke kelas lain. Saya yang awalnya tidak tahu, memaksakan diri untuk tinggal lebih lama di kampus dan mencari. Hingga akhirnya saya bertemu dengan teman sekelas saya yang kemudian mengantarkan saya pada kelas kami...
--Imam Rahmanto--
The 3rd of #7day7post
2 comments
Ehm, aku pernah juga sih, nulis di blog tentang tema yang seperti ini. Tapi tetep lah, kemasannya beda, hahaha.. At least, tulisan yang bagus, Mam.
BalasHapusDan, kayaknya aku pernah baca intro yang demikian. Di blog-mu juga. Presentasi vs persentase :D
@Dian Kurniati: Ya, mengenai "presentasi" itu, karena melihat masih banyak yang "salah kaprah" makanya sedikitnya aku mau tetap membenarkan.
BalasHapus