Saya Puas Ketika (Selesai) Menulis
Januari 16, 2013Baca Juga
Puas itu…
Ada banyak hal yang membuat seseorang merasa puas. Apakah itu ketika ia mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Apakah itu ketika ia memperoleh nilai “A” di mata kuliahnya. Apakah itu ketika ia berhasil mengerjai teman-temannya. Atau malah ketika ia berhasil menyatakan perasaannya kepada seseorang, entah diterima atau ditolak.
Saya sendiri, pagi ini baru menyelesaikan beberapa tulisan (berita). Bukan tulisan panjang sih, tapi cukuplah untuk menimbulkan semangat saya untuk melayangkan tulisan di pagi yang agak mendung ini. Langit mendung, apa pikiran juga mesti mendung? Classic problem…
Bagi saya, menyelesaikan satu halaman (saja) tulisan sudah bisa merangsang semacam stimulus untuk merasa “puas”. Saya tidak tahu bagaimana cara kerjanya. Tapi saya selalu percaya, selalu saja kepuasan itu muncul ketika saya usai menuangkan segala ide saya sendiri ke dalam sebuah tulisan. Tak peduli tulisan itu atas dasar tuntutan pekerjaan ataupun ke-sukarela-an sebagai suatu hobi.
Coba ditengok, menyelesaikan suatu tulisan yang bukan atas dasar inisiatif sendiri akan menghasilkan taste yang berbeda. Menyelesaikan beberapa halaman paper kuliah yang dihasilkan dari copy sana-copy sini (sekadar menyelesaikan tugas tepat waktu) tentunya tidak begitu banyak menghadiahkan kita kepuasan batin yang berarti. Sangat berbeda halnya ketika kita menyelesaikannya dengan gagasan sendiri yang dirangkum dari beberapa referensi. Yah, itu perihal tugas kuliah dan semacamnya, de-es-be.
Apatah lagi ketika kita menulis berdasar kesenangan kita. Ketertarikan kita terhadap sesuatu, tanpa ada tuntutan atau paksaan dari siapa saja. It’s really happy time. Saya menikmatinya. Saat-saat dimana saya bisa meluapkan segala pikiran. Tak peduli saya menghasilkan tulisan yang buruk atau baik. Saya bisa berbagi dengan orang lain. Mungkin saja, dari sana mereka bisa terpengaruh secara batin ketika membacanya. Bersemangat. Marah. Sedih. Senang. Jengkel. Atau paling tidak sekadar melontarkan senyum usai membacanya. Bukankah itu menyenangkan?
Seburuk-buruknya tulisan, alangkah lebih buruk lagi tulisan yang tidak pernah dibaca orang lain. Bukan masalah apa yang dituliskannya, atau jenis tulisan yang ditelurkannya. Akan tetapi, penilaian baik dan buruk selalu jatuh pada para pembaca, kan? Lantas, bagaimana kita bisa menilai tulisan kita baik atau buruk jika sama sekali tak ada “tim penilai”nya? Saya menulis, maka saya belajar. Darinya saya banyak belajar cara membaca. Tidak sekadar membaca buku, melainkan membaca segala hal yang terjadi di sekitar saya. Darinya, saya kemudian belajar untuk menjadi diri saya. ;)
Puas itu…
Ketika saya menyelesaikan satu tulisan dan dapat dibaca oleh orang lain. Karenanya, saya kemudian terdorong (stimulus semangat) untuk bisa menulis satu, dua, tiga, atau bahkan puluhan tulisan lagi. Sungguh menyenangkan ketika bisa menyaksikan orang lain serius membaca tulisan itu. Yaa, apapun model senyumannya.
Meskipun pada dasarnya, yang membuat bahagia itu bukan karena menyelesaikan tulisan itu. Melainkan kepuasan itu didapatkan ketika kita menyelesaikan satu atau dua pekerjaan. Apalagi pekerjaan yang membuat kepala mumet. Pekerjaan yang paling sulit itu sebenarnya adalah memulai. Akan tetapi, ketika mampu mengakhirinya, kesulitan itu akan segera musnah plong! berganti dengan kepuasan dan semangat. Just believe it!
Dan kepuasan itu mampu mengembalikan setiap inci semangat yang pernah dibenamkan ke dalam setumpuk pekerjaan. Ganbatte!
Ada banyak hal yang membuat seseorang merasa puas. Apakah itu ketika ia mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Apakah itu ketika ia memperoleh nilai “A” di mata kuliahnya. Apakah itu ketika ia berhasil mengerjai teman-temannya. Atau malah ketika ia berhasil menyatakan perasaannya kepada seseorang, entah diterima atau ditolak.
Saya sendiri, pagi ini baru menyelesaikan beberapa tulisan (berita). Bukan tulisan panjang sih, tapi cukuplah untuk menimbulkan semangat saya untuk melayangkan tulisan di pagi yang agak mendung ini. Langit mendung, apa pikiran juga mesti mendung? Classic problem…
Bagi saya, menyelesaikan satu halaman (saja) tulisan sudah bisa merangsang semacam stimulus untuk merasa “puas”. Saya tidak tahu bagaimana cara kerjanya. Tapi saya selalu percaya, selalu saja kepuasan itu muncul ketika saya usai menuangkan segala ide saya sendiri ke dalam sebuah tulisan. Tak peduli tulisan itu atas dasar tuntutan pekerjaan ataupun ke-sukarela-an sebagai suatu hobi.
Coba ditengok, menyelesaikan suatu tulisan yang bukan atas dasar inisiatif sendiri akan menghasilkan taste yang berbeda. Menyelesaikan beberapa halaman paper kuliah yang dihasilkan dari copy sana-copy sini (sekadar menyelesaikan tugas tepat waktu) tentunya tidak begitu banyak menghadiahkan kita kepuasan batin yang berarti. Sangat berbeda halnya ketika kita menyelesaikannya dengan gagasan sendiri yang dirangkum dari beberapa referensi. Yah, itu perihal tugas kuliah dan semacamnya, de-es-be.
Apatah lagi ketika kita menulis berdasar kesenangan kita. Ketertarikan kita terhadap sesuatu, tanpa ada tuntutan atau paksaan dari siapa saja. It’s really happy time. Saya menikmatinya. Saat-saat dimana saya bisa meluapkan segala pikiran. Tak peduli saya menghasilkan tulisan yang buruk atau baik. Saya bisa berbagi dengan orang lain. Mungkin saja, dari sana mereka bisa terpengaruh secara batin ketika membacanya. Bersemangat. Marah. Sedih. Senang. Jengkel. Atau paling tidak sekadar melontarkan senyum usai membacanya. Bukankah itu menyenangkan?
Seburuk-buruknya tulisan, alangkah lebih buruk lagi tulisan yang tidak pernah dibaca orang lain. Bukan masalah apa yang dituliskannya, atau jenis tulisan yang ditelurkannya. Akan tetapi, penilaian baik dan buruk selalu jatuh pada para pembaca, kan? Lantas, bagaimana kita bisa menilai tulisan kita baik atau buruk jika sama sekali tak ada “tim penilai”nya? Saya menulis, maka saya belajar. Darinya saya banyak belajar cara membaca. Tidak sekadar membaca buku, melainkan membaca segala hal yang terjadi di sekitar saya. Darinya, saya kemudian belajar untuk menjadi diri saya. ;)
Puas itu…
Ketika saya menyelesaikan satu tulisan dan dapat dibaca oleh orang lain. Karenanya, saya kemudian terdorong (stimulus semangat) untuk bisa menulis satu, dua, tiga, atau bahkan puluhan tulisan lagi. Sungguh menyenangkan ketika bisa menyaksikan orang lain serius membaca tulisan itu. Yaa, apapun model senyumannya.
Meskipun pada dasarnya, yang membuat bahagia itu bukan karena menyelesaikan tulisan itu. Melainkan kepuasan itu didapatkan ketika kita menyelesaikan satu atau dua pekerjaan. Apalagi pekerjaan yang membuat kepala mumet. Pekerjaan yang paling sulit itu sebenarnya adalah memulai. Akan tetapi, ketika mampu mengakhirinya, kesulitan itu akan segera musnah plong! berganti dengan kepuasan dan semangat. Just believe it!
Dan kepuasan itu mampu mengembalikan setiap inci semangat yang pernah dibenamkan ke dalam setumpuk pekerjaan. Ganbatte!
--Imam Rahmanto--
0 comments