Maaf. Judul di atas bukanlah untuk menggambarkan kelulusan saya. Yah, seperti yang sebelum-sebelumnya, saya masih saja berkutat dengan tahap awal penyelesaian kuliah. Di Kartu Rencana Studi (KRS) – yang baru hari ini saya acc-kan – sudah resmi terpampang dua mata kuliah wajib semester akhir; proposal penelitian dan skripsi. Ckck...baru segitu udah bangga banget ya? -_-
“Bagaimana? Sudah ada perkembangan skripsinya?” pertanyaan yang seringkali saya dapati dari teman-teman seangkatan maupun adik-adik junior saya.
“Sudah dong!” jawab saya bangga.
“Wow! Jadi, tinggal ujian proposal, dong?”
“Hm…tidak begitu juga,”
“Lha kok???”
“Baru juga sampul proposalnya yang jadi,”
#gubrakk!!!
Setidaknya, saya sudah mulai memaksa diri saya sendiri. Judul dan pembimbing sudah oke, kok. :D. Sedikit demi sedikit. Perlahan tapi pasti. Alon-alon asal kelakon. Pun, beberapa pekerjaan di luar penyelesaian skripsi, saya (berpikir) tanggalkan sementara. Kalau diri sendiri tak bisa memaksa, maka orang lain seharusnya bisa menjadi titik pertolongan. Saya mengaplikasikannya pula pada diri sendiri, dengan menarik banyak support dari teman-teman sekampus, meskipun terkadang malah jadi bahan ledekan. Yo wis lah, itu pertanda mereka masih sayang dengan saya. #ceilahh
Esok hari, teman-teman saya akan merayakan kemenangannya menaklukkan belantara kampus. D-i-w-i-s-u-d-a. Ergh, saya sebenarnya agak malas nge-bold tulisannya. Dicoret aja kali ya??
Mereka lah yang telah melalui belantara kampus. Telah berjalan lebih dahulu di depan. Sebagian dari mereka melalui jalan setapak yang sudah saban hari dilalui orang-orang pada umumnya. Ada pula yang melalui jalan hasil temuannya sendiri. Ada yang melalui jalan dengan memanfaatkan juru kunci belantara. Tak ketinggalan mereka yang ngos-ngosan mencari jalan setapak setelah tersuruk kesana-kemari oleh semak-belukar. Namun seperti apapun bentuk jalan yang mereka lalui, setidaknya mereka telah sampai pada tujuan akhir yang mereka inginkan. Yah, melampaui...
Sejujurnya, saya iri dengan keberhasilan teman-teman yang mencapai gelar kesarjanaannya. Terlepas apakah siap lulus atau tidak, mereka sudah menunjukkan bahwa mereka "mau" lulus, khususnya untuk kedua orang tua. Sebagaimana orang tua yang sangat menginginkan melihat anak-anaknya lulus dengan membawa gelar pendidikannya ke kampung halaman. Betapa mengharu-birunya orang tua melihat anaknya berdiri berjejer dengan mahasiswa lainnya yang memakai toga sambil menghadap rektor beserta dewan guru besar.
Perasaan iri itu adalah hal yang tak bisa dipungkiri. Lumrah. Namun, tak perlu pula diperluas dalam pengertian negatif. Sebagai seorang mahasiswa yang juga sama-sama mengenyam pendidikan di tahun yang sama, di satu sisi, tentu saja saya merasa “kalah”. Tak perlu lah saya mencari pembenaran atas “kekalahan” itu. Sementara di sisi lainnya, ada terselip perasaan “menang” jika memikirkan teman-teman yang akan memakai ijazahnya itu untuk berseliweran mencari kerja, dengan peluh bersusah payah.
FYI, bagi saya, ada tiga muara yang akan dihadapi mahasiswa selepas kuliahnya; kasur, karir, atau studi. Akh, tanpa perlu saya jelaskan, orang-orang juga akan mengerti arah dari ketiga istilah itu. Kalau tidak dari ketiganya, ya pastilah masuk dalam kategori nganggur. :P
Untuk kalian yang akan diwisuda esok hari, saya mengucapkan selamat. Happy graduation! Kalian mesti berbangga atas hal yang telah diraih selama menjalani kuliah. Ilmu. Pengalaman. Teman. Perjalanan. Kisah. Semua terekam jelas dalam memori yang akan kalian bawa hingga uzur kelak.
Seperti apapun rencana, target, impian, dan cita-cita kalian selepas menanggalkan toga nanti, jangan tanggalkan pula idealisme kalian sebagai mahasiswa. Tak perlu menambah-nambahi beban rakyat Indonesia. Seharusnya kita yang telah melalui proses pendidikan terus berupaya membangun Indonesia lebih baik. #tsaahh
Lulus kuliah itu….
Ibarat hendak berpindah dari rumah yang lama ke rumah yang baru. Kita baru bisa memindahkan barang-barangnya ketika sudah menemukan rumah baru yang sudah tepat dan pasti dihuni. Kalau belum, ya sebaiknya barang-barangnya disimpan dulu di rumah lama sembari mencari-cari rumah yang tepat untuk ditinggali kelak. Tidak lucu kan ketika kita sudah sibuk memindahkan barang sementara belum menemukan rumah baru yang hendak dihuni?
Tak jauh berbeda dengan kehidupan kampus. Karena kuliah adalah langkah awal untuk mencapai dunia kerja, maka sudah seharusnya setiap mahasiswa menyiapkan “bekal”nya masing-masing sebelum melulusi studinya. Sebaiknya telah menyiapkan planning yang apik sebelum lulus. Alangkah beruntungnya mereka yang sudah memperoleh pekerjaan sebelum meninggalkan kampus. Seolah-olah, mereka memang sudah menemukan “rumah baru” untuk segera menjadi tempat dipindahkannya “barang-barang” dari rumah yang lama.
Nah, sudahkah kita menemukan rumah baru itu? Saya, sudah.
--Imam Rahmanto--
PS: Sesaat saya sempat mengalami writer’s block. Apa itu? Itu loh, sejenis makanan instan yang dimasak pake air mendidih. #apasih? Haha…hanya sedikit kendala yang membuat kepala “buntu ide” ketika menulis. Tapi, saya selalu berpikir bahwa ide bukan untuk dicari, melainkan diciptakan lewat proses menulis itu sendiri. Seperti kata film yang pernah saya tonton, “Finding Forrester”,
“Bagaimana? Sudah ada perkembangan skripsinya?” pertanyaan yang seringkali saya dapati dari teman-teman seangkatan maupun adik-adik junior saya.
“Sudah dong!” jawab saya bangga.
“Wow! Jadi, tinggal ujian proposal, dong?”
“Hm…tidak begitu juga,”
“Lha kok???”
“Baru juga sampul proposalnya yang jadi,”
#gubrakk!!!
Setidaknya, saya sudah mulai memaksa diri saya sendiri. Judul dan pembimbing sudah oke, kok. :D. Sedikit demi sedikit. Perlahan tapi pasti. Alon-alon asal kelakon. Pun, beberapa pekerjaan di luar penyelesaian skripsi, saya (berpikir) tanggalkan sementara. Kalau diri sendiri tak bisa memaksa, maka orang lain seharusnya bisa menjadi titik pertolongan. Saya mengaplikasikannya pula pada diri sendiri, dengan menarik banyak support dari teman-teman sekampus, meskipun terkadang malah jadi bahan ledekan. Yo wis lah, itu pertanda mereka masih sayang dengan saya. #ceilahh
Sumber: Kartun Ngampus |
Mereka lah yang telah melalui belantara kampus. Telah berjalan lebih dahulu di depan. Sebagian dari mereka melalui jalan setapak yang sudah saban hari dilalui orang-orang pada umumnya. Ada pula yang melalui jalan hasil temuannya sendiri. Ada yang melalui jalan dengan memanfaatkan juru kunci belantara. Tak ketinggalan mereka yang ngos-ngosan mencari jalan setapak setelah tersuruk kesana-kemari oleh semak-belukar. Namun seperti apapun bentuk jalan yang mereka lalui, setidaknya mereka telah sampai pada tujuan akhir yang mereka inginkan. Yah, melampaui...
Sejujurnya, saya iri dengan keberhasilan teman-teman yang mencapai gelar kesarjanaannya. Terlepas apakah siap lulus atau tidak, mereka sudah menunjukkan bahwa mereka "mau" lulus, khususnya untuk kedua orang tua. Sebagaimana orang tua yang sangat menginginkan melihat anak-anaknya lulus dengan membawa gelar pendidikannya ke kampung halaman. Betapa mengharu-birunya orang tua melihat anaknya berdiri berjejer dengan mahasiswa lainnya yang memakai toga sambil menghadap rektor beserta dewan guru besar.
Perasaan iri itu adalah hal yang tak bisa dipungkiri. Lumrah. Namun, tak perlu pula diperluas dalam pengertian negatif. Sebagai seorang mahasiswa yang juga sama-sama mengenyam pendidikan di tahun yang sama, di satu sisi, tentu saja saya merasa “kalah”. Tak perlu lah saya mencari pembenaran atas “kekalahan” itu. Sementara di sisi lainnya, ada terselip perasaan “menang” jika memikirkan teman-teman yang akan memakai ijazahnya itu untuk berseliweran mencari kerja, dengan peluh bersusah payah.
FYI, bagi saya, ada tiga muara yang akan dihadapi mahasiswa selepas kuliahnya; kasur, karir, atau studi. Akh, tanpa perlu saya jelaskan, orang-orang juga akan mengerti arah dari ketiga istilah itu. Kalau tidak dari ketiganya, ya pastilah masuk dalam kategori nganggur. :P
Untuk kalian yang akan diwisuda esok hari, saya mengucapkan selamat. Happy graduation! Kalian mesti berbangga atas hal yang telah diraih selama menjalani kuliah. Ilmu. Pengalaman. Teman. Perjalanan. Kisah. Semua terekam jelas dalam memori yang akan kalian bawa hingga uzur kelak.
Seperti apapun rencana, target, impian, dan cita-cita kalian selepas menanggalkan toga nanti, jangan tanggalkan pula idealisme kalian sebagai mahasiswa. Tak perlu menambah-nambahi beban rakyat Indonesia. Seharusnya kita yang telah melalui proses pendidikan terus berupaya membangun Indonesia lebih baik. #tsaahh
Post by Shiro Ngampus.
Lulus kuliah itu….
Ibarat hendak berpindah dari rumah yang lama ke rumah yang baru. Kita baru bisa memindahkan barang-barangnya ketika sudah menemukan rumah baru yang sudah tepat dan pasti dihuni. Kalau belum, ya sebaiknya barang-barangnya disimpan dulu di rumah lama sembari mencari-cari rumah yang tepat untuk ditinggali kelak. Tidak lucu kan ketika kita sudah sibuk memindahkan barang sementara belum menemukan rumah baru yang hendak dihuni?
Tak jauh berbeda dengan kehidupan kampus. Karena kuliah adalah langkah awal untuk mencapai dunia kerja, maka sudah seharusnya setiap mahasiswa menyiapkan “bekal”nya masing-masing sebelum melulusi studinya. Sebaiknya telah menyiapkan planning yang apik sebelum lulus. Alangkah beruntungnya mereka yang sudah memperoleh pekerjaan sebelum meninggalkan kampus. Seolah-olah, mereka memang sudah menemukan “rumah baru” untuk segera menjadi tempat dipindahkannya “barang-barang” dari rumah yang lama.
Nah, sudahkah kita menemukan rumah baru itu? Saya, sudah.
--Imam Rahmanto--
PS: Sesaat saya sempat mengalami writer’s block. Apa itu? Itu loh, sejenis makanan instan yang dimasak pake air mendidih. #apasih? Haha…hanya sedikit kendala yang membuat kepala “buntu ide” ketika menulis. Tapi, saya selalu berpikir bahwa ide bukan untuk dicari, melainkan diciptakan lewat proses menulis itu sendiri. Seperti kata film yang pernah saya tonton, “Finding Forrester”,
"You write your first draft with your heart and you rewrite with your head. The first key to writing is to write. Not to think!"
- Agustus 26, 2014
- 2 Comments