Finding Forrester, Menulis dengan Hati

September 15, 2012

Baca Juga

"You write your first draft with your heart and you rewrite with your head. The first key to writing is to write. Not to think."
(Tulislah lembaran pertamamu dengan hati dan tulis kembali berikutnya dengan kepalamu. Kunci utama dalam menulis adalah tulis saja, tidak perlu berpikir)

wikipedia.com
Seperti itulah potongan percakapan dlam film Finding Forrester yang baru-baru ini saya selesai tonton. Meskipun film ini dirilis sejak tahun 2003, tapi ternyata hasilnya cukup mengesankan (terutama bagi mereka yang punya kegemaran menulis).

Sudah sejak lama saya membaca desas-desus mengenai film ini di dunia maya, membuat saya begitu penasaran, dan saya baru mempunyai kesempatan menontonnya dua hari yang lalu. Pikiran kacau memutuskan untuk download film yang membangkitkan semangat. Hehe

Film berdurasi 136 menit ini berkisah tentang seorang anak kulit hitam, Jamal (18)  yang telah lama ditinggal mati oleh ayahnya. Sejak saat itu, ia sering menghabiskan waktunya menulis catatan-catatan harian di dalam kamarnya. Selain senang menulis, Jamal juga sering menghabiskan waktunya dengan bermain basket bersama teman-temannya.

Hingga suatu ketika, Jamal ditantang teman-temannya untuk mengambil barang di sebuah apartemen dekat tempat tinggalnya yang dihuni oleh seseorang mencurigakan. Setiap hari, seseorang misterius selalu mengamati Jamal dan teman-temannya yang sedang bermain basket dari balik jendela apartemen tersebut. Tantangan itu diterima Jamal. Akan tetapi, ternyata semuanya tidak berjalan mulus sesuai dengan perkiraan Jamal. Ketika ia sedang memeriksa isi dalam apartemen tersebut, ia kedapatan oleh pemiliknya, sehingga membuat Jamal dan teman-temannya yang menunggu di bawah apartemen lari terbirit-birit. Naasnya, Jamal melupakan tasnya yang berisi catatan-catatan hariannya.

Hari selanjutnya, setelah melihat tas tersebut tergantung-gantung di jendela apartemen, Jamal mendapatkan kembali tasnya, yang dilemparkan dari jendela tersebut oleh si penghuni misterius. Tas beserta isinya masih lengkap, namun kejutan bagi Jamal, ia mendapati bukunya telah dipenuhi coretan-coretan koreksi atas tulisannya.

“Pikiran sempit”, 
“Bagian ini fantastis”, 
“Spesifik”, 
“Kekurangan kata-kata”, 
“Tidak baik bagi pembaca”, 
“Kemana kau membawaku?”

Rasa penasaran membuatnya datang kembali ke apartemen itu, dengan maksud meminta maaf pula, dan ia ingin memberikan beberapa bukunya yang lain untuk dikoreksi. Akan tetapi, bukannya disambut baik, ia malah diusir dengan syarat membuat tulisan 5000 kata mengenai “Mengapa Jamal harus menjauhi rumahnya?”

Hal tersebutlah yang kemudian mengawali pertemanan Jamal dengan William Forrester, seorang penulis terkenal (baru diketahui Jamal beberapa hari kemudian) yang hanya menerbitkan satu buah karya buku fenomenal dan memilih untuk mengurung diri di sebuah apartemen yang tidak diketahui oleh siapapun, kecuali kurir pengantar barangnya. Dari sanalah kemudian Jamal belajar cara menulis. Menulis saja, tidak perlu berpikir.

Selain itu, di sekolah, tulisannya dianggap sangat memuaskan oleh guru-gurunya, karena banyaknya buku yang telah ia habiskan. Ia ditawari beasiswa bersekolah di sebuah sekolah ternama dan menjadi salah satu anggota  tim basket di sekolah tersebut. Disanalah, ia kemudian banyak menemukan masalah. Perseteruan dengan salah seorang teman tim-nya, tapi tidak berangsur lama. Konflik utama dengan salah seorang guru sastranya, Prof. Robert Crawford, yang tidak percaya dengan kemampuan menulisnya. Ia menganggap tulisan-tulisan Jamal adalah hasil plagiat. Robert Crawford yang juga menyimpan dendam karena merasa dipermalukan Jamal di depan kelasnya sendiri, ternyata dikenal oleh William Forrester.

Di tengah-tengah cerita, kita juga akan tahu alasan seorang William Forrester tidak menunjukkan dirinya ke publik setelah bertahun-tahun lamanya menerbitkan karya hanya satu buku.

Film ini sangat inspiratif bagi saya. Kisah di dalamnya banyak mengajarkan kita tentang cara menulis. Bahwa menulis itu cukup dengan menulis saja, tidak perlu berpikir. Tulis dengan hati. Belakangan, baru kita koreksi benar-salahnya. Tulis dengan kepala. Yup! Mengenai penulisan, banyak hal yang bisa dipetik dari kisah di film ini. Seperti ketika Jamal memperdebatkan penggunaan kata “Dan” di awal kalimat. Penggunaan kata tersebut memang melenceng dari kaidah penulisan, namun penulisannya bebas dan memberikan ketegasan terhadap sesuatu. Dibenarkan oleh William Forrester sendiri, karena ia pun banyak menggunakan kata-kata itu di dalam novelnya.
 “The rule on "and" or "but"...  Some of the best writers have ignored that rule for years...”
 (Aturan dari penggunaan kata "Dan" atau "Tapi"... Beberapa penulis terbaik terbukti mengabaikannya selama beberapa tahun)

Selain itu, kita juga diajarkan untuk menghargai seorang penulis itu sendiri. Tidak boleh melipat buku. Mengenai, bagaimana sia-sianya seorang orang menulis jika hanya diperuntukkan buat dirinya sendiri, tidak ingin berbagi dengan orang lain. Kutipan lain dari fim ini:
“Do you know what people are most afraid of?”
“What?”
“What they don't understand. When we don't understand, we turn to our assumptions.”
("Tahukah kau hal yang paling ditakutkan orang?"
"Apa?"
"Apa yang mereka tidak mengerti. Ketika mereka kita tidak mengerti, kita membalikkan pandangan kita")

Ada juga seperti ini,
“A lot of writers know the rules about writing... but don't know how to write”
 ("Kebanyakan penulis tahu aturan menulis... namun tidak tahu cara untuk menulis.")

Melalui film ini, kita juga bakal banyak belajar tentang mencari sebuah keluarga, seperti apa yang disampaikan Jamal dalam tulisannya yang dibacakan langsung oleh Forrester.
“Losing family obligues us to find our family. Not always the family that is our blood, but the family that can become our blood.”
(Kehilangan keluarga menuntun kita untuk menemukan keluarga baru. Bukan hanya berasal dari darah kita, namun menemukan keluarga yang bisa menjadi darah kita)

Pokoknya, film ini saya rekomendasikan buat jadi tontonan. Very inspired. Rating saya berikan sepenuhnya. Seandainya saya punya 20 jempol, maka saya berikan 20 jempol deh buat film ini. Hehehe

Finally, dari film tersebut kita bisa menemukan cara untuk menarik hati seorang wanita, yakni;
Unexpected gift, unexpected time!

(Hadiah tak terduga, di waktu tak terduga!)



--Imam Rahmanto--

Trailer film:



You Might Also Like

0 comments