Kunjungan dan Pertemuan
Agustus 02, 2014Baca Juga
Belajen - Kalosi – Cakke – Cece – Sudu – Matua – Wai Butu – Pana – Salubarani – Sangtempe
Nah, garis besarnya, rute seperti itulah yang saya lakoni di momen lebaran di kampung. Sudah saya katakan, bukan? Selagi di kampung, mari jalan-jalan. Bersama seorang teman, saya berkunjung door to door ke rumah teman-teman lain yang masih lekang di kepala. Mulai dari teman saya. Teman dari teman saya. Hingga teman-dari-teman-dari-teman-saya. Bingung, kan? Lah, saya juga agak bingung mutar2 di kampung.
Bagi orang-orang yang berdomisili di Enrekang, khususnya di daerah Duri, pasti mengenal beberapa dari tempat-tempat yang saya sebutkan tadi. Tempat-tempat, yang sebagian besar berada tepat di sisi jalan poros Makassar – Tator. Termasuk, Salubarani dan Tator, yang menurut teman saya, sudah termasuk dalam wilayah perbatasan kabupaten Toraja.
Saya agak menyesal tak punya kamera sekadar mengabadikan beberapa tempat yang saya rindukan di kampung ini. Melintasi jalanannya saja, lereng-lereng gunungnya sudah nampak begitu indah. Bagi orang-orang yang “gila-selfie”, pasti sudah ratusan frame yang bisa dihasilkan dari kampung sini.
Sembari menikmati momennya, saya ngikut dengan teman saya itu. Oke, namanya Taufik Hasyim. Ia ngebet banget untuk disebutkan namanya disini. Rute terdekat, hingga rute terjauh sekalipun. Saya justru berharap bisa sampai ke Tana Toraja, dan sedikit menikmati petualangan disana. Oiya, tanggal 11-13 nanti ada festival budaya disana. Pokoknya, kemana sms atau Ping! membawa kami, kesanalah motor kami menderu. Hahaha….
Dari pertemuan rumah ke rumah itu, saya menyadari bahwa sebuah hubungan memang sejatinya harus dijalin lewat pertemuan. Bukan sekadar berkirim-sapa lewat sms atau telepon. Dengan bertemu, berbagi cerita, saling menertawakan, diam menyimak, tatap mata, kedekatan akan jalin-menjalin begitu eratnya.
Akh, bahkan sekadar diamnya orang yang bertemu itu sudah menyiratkan banyak bahasa.
Nah, lebaran ini nyatanya memang diajarkan buat kita umat Islam saling menumbuhkan kekeluargaan lewat silaturahmi. Silaturahmi itu bertemu, tidak sekadar broadcast pesan “maaf” ke semua orang. Berkunjung, berjabat tangan, sembari meluangkan sedikit waktu untuk mengobrol segala hal. Kalau bisa sembari menyeruput cappuccino.
“Di hari lebaran begini, ya minumannya ya seperti ini,” tutur teman dengan segelas minuman dingin di tangannya. Biasalah, produk minuman berkarbonasi. -_-
Lewat pertemuan, hubungan antar satu sama lain bisa semakin erat. Sungguh ironi kiranya kala mengharapkan sebuah hubungan bisa terjalin tanpa ada tatap mata atau sekadar ucap lisan yang dibangun di dalamnya. Semakin akrab, semakin banyak pula tawa-tawa yang hendak ditularkan.
Hendaknya, kita tak terlena dengan perkembangan teknologi yang berusaha memecah seutuhnya silaturahmi. Tanpa perlu jauh-jauh bergerak, kita dimanjakan dengan fasilitas berkirim pesan secara instan. Padahal, bertemu dan mengobrol dengan teman-teman itu jauh lebih menyenangkan ketimbang hanya memasang emoticon.
Beberapa orang yang sempat menjadi destinasi lebaran kami, bukanlah orang-orang yang selama ini saya kenal di bangku-bangku kuliah. Beberapa diantaranya malah sebatas kenalan teman saya. Yang lainnya lagi, teman sekelas teman saya. Sisanya, ya, tentu kenalan saya, dan teman-teman dari lembaga sekolah, OSIS. Namun, dengan berkunjung atau menjalin lisan dengan mereka, saya merasakan nilai-nilai persahabatan yang cukup erat. Ada juga loh percakapan yang berlangsung selayaknya detak jam dinding yang bergerak perlahan. Heningnya lebih banyak ketimbang bicaranya. Hahaha…
“Langit malam disini serupa kain hitam yang dibentangkan dan ditaburi sinar-sinar kecil yang merupa gugusan samar-samar. Bonusnya, semalam, dengan bulan sabit yang bersinar tanpa malu-malu,” Saya suka memandangi langit malam disini...
“Besok, kemana lagi?” pertanyaan yang nyaris terulang setiap mengakhiri pertemuan.
"Oke, nanti saya Ping!" *sementara jaringan internet suka timbul-tenggelam
Nah, garis besarnya, rute seperti itulah yang saya lakoni di momen lebaran di kampung. Sudah saya katakan, bukan? Selagi di kampung, mari jalan-jalan. Bersama seorang teman, saya berkunjung door to door ke rumah teman-teman lain yang masih lekang di kepala. Mulai dari teman saya. Teman dari teman saya. Hingga teman-dari-teman-dari-teman-saya. Bingung, kan? Lah, saya juga agak bingung mutar2 di kampung.
Bagi orang-orang yang berdomisili di Enrekang, khususnya di daerah Duri, pasti mengenal beberapa dari tempat-tempat yang saya sebutkan tadi. Tempat-tempat, yang sebagian besar berada tepat di sisi jalan poros Makassar – Tator. Termasuk, Salubarani dan Tator, yang menurut teman saya, sudah termasuk dalam wilayah perbatasan kabupaten Toraja.
Saya agak menyesal tak punya kamera sekadar mengabadikan beberapa tempat yang saya rindukan di kampung ini. Melintasi jalanannya saja, lereng-lereng gunungnya sudah nampak begitu indah. Bagi orang-orang yang “gila-selfie”, pasti sudah ratusan frame yang bisa dihasilkan dari kampung sini.
Sembari menikmati momennya, saya ngikut dengan teman saya itu. Oke, namanya Taufik Hasyim. Ia ngebet banget untuk disebutkan namanya disini. Rute terdekat, hingga rute terjauh sekalipun. Saya justru berharap bisa sampai ke Tana Toraja, dan sedikit menikmati petualangan disana. Oiya, tanggal 11-13 nanti ada festival budaya disana. Pokoknya, kemana sms atau Ping! membawa kami, kesanalah motor kami menderu. Hahaha….
Dari pertemuan rumah ke rumah itu, saya menyadari bahwa sebuah hubungan memang sejatinya harus dijalin lewat pertemuan. Bukan sekadar berkirim-sapa lewat sms atau telepon. Dengan bertemu, berbagi cerita, saling menertawakan, diam menyimak, tatap mata, kedekatan akan jalin-menjalin begitu eratnya.
Akh, bahkan sekadar diamnya orang yang bertemu itu sudah menyiratkan banyak bahasa.
Nah, lebaran ini nyatanya memang diajarkan buat kita umat Islam saling menumbuhkan kekeluargaan lewat silaturahmi. Silaturahmi itu bertemu, tidak sekadar broadcast pesan “maaf” ke semua orang. Berkunjung, berjabat tangan, sembari meluangkan sedikit waktu untuk mengobrol segala hal. Kalau bisa sembari menyeruput cappuccino.
“Di hari lebaran begini, ya minumannya ya seperti ini,” tutur teman dengan segelas minuman dingin di tangannya. Biasalah, produk minuman berkarbonasi. -_-
Lewat pertemuan, hubungan antar satu sama lain bisa semakin erat. Sungguh ironi kiranya kala mengharapkan sebuah hubungan bisa terjalin tanpa ada tatap mata atau sekadar ucap lisan yang dibangun di dalamnya. Semakin akrab, semakin banyak pula tawa-tawa yang hendak ditularkan.
Hendaknya, kita tak terlena dengan perkembangan teknologi yang berusaha memecah seutuhnya silaturahmi. Tanpa perlu jauh-jauh bergerak, kita dimanjakan dengan fasilitas berkirim pesan secara instan. Padahal, bertemu dan mengobrol dengan teman-teman itu jauh lebih menyenangkan ketimbang hanya memasang emoticon.
Beberapa orang yang sempat menjadi destinasi lebaran kami, bukanlah orang-orang yang selama ini saya kenal di bangku-bangku kuliah. Beberapa diantaranya malah sebatas kenalan teman saya. Yang lainnya lagi, teman sekelas teman saya. Sisanya, ya, tentu kenalan saya, dan teman-teman dari lembaga sekolah, OSIS. Namun, dengan berkunjung atau menjalin lisan dengan mereka, saya merasakan nilai-nilai persahabatan yang cukup erat. Ada juga loh percakapan yang berlangsung selayaknya detak jam dinding yang bergerak perlahan. Heningnya lebih banyak ketimbang bicaranya. Hahaha…
“Langit malam disini serupa kain hitam yang dibentangkan dan ditaburi sinar-sinar kecil yang merupa gugusan samar-samar. Bonusnya, semalam, dengan bulan sabit yang bersinar tanpa malu-malu,” Saya suka memandangi langit malam disini...
“Besok, kemana lagi?” pertanyaan yang nyaris terulang setiap mengakhiri pertemuan.
"Oke, nanti saya Ping!" *sementara jaringan internet suka timbul-tenggelam
--Imam Rahmanto--
2 comments
Mam, 10 rute yang kamu sebutin tadi itu nama apa? Kampung, kecamatan, atau kabupaten? Berarti temenmu buanyak banget yak. Waw banget dah.. Dan yang aku pernah denger cuma Kalosi, kopi Kalosi, hahaha *maaf nggak nyambung*
BalasHapusIyalah. Itu semua nama kampung. Kebetulan aja teman2ku memang berasal dari kampung yang beda2. Soalnya, dulu kan sekolahnya cuma satu-dua di setiap kecamatan.
BalasHapus