Satu hal yang kemudian saya sadari. Ternyata mahasiswa dimana-mana nyaris sama saja. Terlebih dalam menghelat sebuah event. Poin utama yang mesti diprioritaskan - tepat waktu - selalu diabaikan. Pembukaan seminar nasional yang dijadwalkan dalam rundown acara harus molor hingga jam sembilan lewat. Padahal sedari awal saya menyangka orang-orang Jakarta itu berbeda. Yah, pada akhirnya sama saja, hanya masalah logatnya saja yang berbeda.
Tak seperti di Makassar, kali ini saya begitu mudahnya bangun pagi. Entah karena saya tidur cepat atau memang saya merasakan suasana yang berbeda dari biasanya. Kamar yang tak dilengkapi dengan pendingin ruangan maupun kipas angin tidak mempengaruhi kondisi tidur saya. Jauh berbeda dengan Asri, yang mengeluh karena merasa kepanasan. Saya biasa saja, kok. Mungkin karena dia terbiasa menggunakan kipas angin.
Akan tetapi kesan berbeda saya dapati ketika sekembalinya dari mandi pagi.
"Wah, mandinya ndak perlu antri. Kamar mandinya berjejer banyak. Shower to shower..." serunya memasuki kamar.
Tinggal di asrama UI serasa menjadi mahasiswa baru (maba). Karena semua penghuni asrama merupakan maba. Setiap tahun, penghuni akan berganti dengan maba yang lainnya. Jadi, mahasiswa-mahasiswa yang akan ditemui adalah mahasiswa baru seluruhnya.
Dijemput oleh LO, Delinda yang akan mengantarkan kami ke auditorium FE UI dengan mengendarai Bikun, sapaan akrab buat Bis Kuning bagi mahasiswa UI. Bus inilah yang beroperasi di sepanjang jalan UI mengantarkan mahasiswa bolak-balik secara gratis.
Untuk menjelajah kampus UI tidak hanya bisa dengan memanfaatkan fasilitas Bikun yang puluhan jumlahnya. Disana, mahasiswa juga disediakan fasilitas kampus seperti sepeda. Namun untuk bisa menggunakannya, mahasiswa harus memperlihatkan kartu identitasnya sebagai mahasiswa UI - layaknya meminjam buku di perpustakaan. Dan area tempuhnya sebatas kampus. UI luas lho...
Tiba di auditorium FE tidak lantas opening acara. Sejam lebih, acara baru dimulai oleh MC dan didatangkanlah para pembicara-pembicara dari Media ternama yang akan dibagi dalam tiga sesi hingga acara seminar berakhir.
Yah, pada dasarnya yang namanya mahasiswa memang sama saja. Mekanisme menggelar event disini pun tidak jauh berbeda dengan Makassar. Peralatannya, kualitas layarnya, jumlah pesertanya, panitianya. Meskipun makanannya sedikit berbeda, perihal sponsornya saja agak berbeda. Pada umumnya sama saja. Apalagi persoalan molornya. Saya sendiri, pribadi, sangat jarang menemukan acara-acara mahasiswa yang tepat waktu.
Menurut mitos, "Selama pohon karet masih tumbuh di Indonesia, ngaret akan selalu jadi budaya." Dan mahasiswa lah yang biasa jadi pelakunya.
--Imam Rahmanto--
Depok, 30/4
ImamR
- April 30, 2012
- 0 Comments