Evolusi Handphone ya?
April 27, 2012Baca Juga
Setelah menunggu hampir sebulaan, akhirnya hadiah yang ditunggu-tunggu dari pihak Kompas.com tiba. Sebuah gadget Smartphone Android kini telah menggantikan kedudukan Nokia 5200 saya. Apalagi alat komunikasi saya yang satu itu sudah lama mengalami gangguan signal. Di tempat-tempat tertentu, mendadak signal handphone (lama) tersebut hilang. Jadilah sering terjadi miscommunication dengan teman-teman saya.
Saya masih ingat dengan handphone pertama saya. Nokia, entah tipe apa. Dalam ingatan saya, masih jelas terekam warnanya yang kuning dan bentuknya yang tebal. Saking beratnya, saya tidak pernah mengantonginya. Tidak muat untuk saku celana, apalagi jeans.Oleh karena itu, saya selalu menyimpannya di dalam tas sekolah saya. Sampai-sampai nada monoponiknya luput dari pendengaran saya.
Bahkan, saya terkadang malu-malu menerima telepon atau sms di depan umum, ketika semua teman-teman SMA saya sudah menggunakan handphone polyphonik. Tapi, bagaimanapun juga, handphone saya kala itu tidak pernah terjerumus ke lembah kemaksiatan Ujian Nasional, meski teman-teman memaksa saya untuk membawa handphone saat itu.
Menjelang keberangkatan kuliah ke kota (Makassar), ayah saya dengan sukarela menghadiahi handphone MITO (lupa juga tipenye).
“Biar kamu bisa dihubungi,” tutur ayah saya.
Meskipun bukan barang baru, saya cukup senang dengan kehadiran handphone layar sentuh itu. Namun, tidak berselang lama, si MITO tersebut beralih fungsi menjadi telepon rumah. Baterai dan beberapa tombolnya yang rusak membuat dayanya tidak mampu bertahan dalam waktu yang lama, sehingga harus selalu charger standby. Walau begitu, saya tetap memakainya untuk sementara waktu.
Hal itulah yang kemudian menjadi salah satu target saya di tahun kedua kuliah saya.
“Dalam dua bulan, saya harus mendapatkan handphone yang lain dengan uang sendiri,” sehingga saya pun berinisiatif mencari pekerjaan yang tepat (sebagai mahasiswa). Alhasil, melalui honor pertama mengajar privat, saya bisa memiliki Nokia 5200 itu.
Dan kini, Nokia tersebut telah berevolusi menjadi Samsung Galaxy Y. Sebuah “android” yang saya menangkan dari lomba reportase blogshop Kompasiana Negeri 5 Menara kemarin, 31/3. Berbekal coba-coba (untuk belajar), berhasil juga akhirnya. Yah, benar katanya, “Kita tidak akan pernah tahu sebelum mencobanya,” Bahkan dalam bidang Matematika pun dikenal metode trial and error untuk menghasilkan sebuah jawaban. Jika salah, coba lagi! Istilahnya, coba saja, lakukan saja. Jika tidak berhasil, tak usah menyerah, coba lagi!
Secara tak lanngsung, saya merasakan kasta handphone saya akhirnya meningkat. Hehe..Pun saya merasakan buah manis dari hasil mencoba. Terlebih lagi, saya merasa semakin dekat dengan tujuan saya. “Jika kita percaya, pasti terwujud,” Tuhan kan selalu mendengarkan harapan-harapan dari lubuk terdalam hati kita.
“Dimana ada kemauan, disitu ada jalan,”
“Dimana ada jalan, maka disitu HARUS ada kemauan.”
--Imam Rahmanto--
Saya masih ingat dengan handphone pertama saya. Nokia, entah tipe apa. Dalam ingatan saya, masih jelas terekam warnanya yang kuning dan bentuknya yang tebal. Saking beratnya, saya tidak pernah mengantonginya. Tidak muat untuk saku celana, apalagi jeans.Oleh karena itu, saya selalu menyimpannya di dalam tas sekolah saya. Sampai-sampai nada monoponiknya luput dari pendengaran saya.
Bahkan, saya terkadang malu-malu menerima telepon atau sms di depan umum, ketika semua teman-teman SMA saya sudah menggunakan handphone polyphonik. Tapi, bagaimanapun juga, handphone saya kala itu tidak pernah terjerumus ke lembah kemaksiatan Ujian Nasional, meski teman-teman memaksa saya untuk membawa handphone saat itu.
Menjelang keberangkatan kuliah ke kota (Makassar), ayah saya dengan sukarela menghadiahi handphone MITO (lupa juga tipenye).
“Biar kamu bisa dihubungi,” tutur ayah saya.
Meskipun bukan barang baru, saya cukup senang dengan kehadiran handphone layar sentuh itu. Namun, tidak berselang lama, si MITO tersebut beralih fungsi menjadi telepon rumah. Baterai dan beberapa tombolnya yang rusak membuat dayanya tidak mampu bertahan dalam waktu yang lama, sehingga harus selalu charger standby. Walau begitu, saya tetap memakainya untuk sementara waktu.
Hal itulah yang kemudian menjadi salah satu target saya di tahun kedua kuliah saya.
“Dalam dua bulan, saya harus mendapatkan handphone yang lain dengan uang sendiri,” sehingga saya pun berinisiatif mencari pekerjaan yang tepat (sebagai mahasiswa). Alhasil, melalui honor pertama mengajar privat, saya bisa memiliki Nokia 5200 itu.
Dan kini, Nokia tersebut telah berevolusi menjadi Samsung Galaxy Y. Sebuah “android” yang saya menangkan dari lomba reportase blogshop Kompasiana Negeri 5 Menara kemarin, 31/3. Berbekal coba-coba (untuk belajar), berhasil juga akhirnya. Yah, benar katanya, “Kita tidak akan pernah tahu sebelum mencobanya,” Bahkan dalam bidang Matematika pun dikenal metode trial and error untuk menghasilkan sebuah jawaban. Jika salah, coba lagi! Istilahnya, coba saja, lakukan saja. Jika tidak berhasil, tak usah menyerah, coba lagi!
Secara tak lanngsung, saya merasakan kasta handphone saya akhirnya meningkat. Hehe..Pun saya merasakan buah manis dari hasil mencoba. Terlebih lagi, saya merasa semakin dekat dengan tujuan saya. “Jika kita percaya, pasti terwujud,” Tuhan kan selalu mendengarkan harapan-harapan dari lubuk terdalam hati kita.
“Dimana ada kemauan, disitu ada jalan,”
“Dimana ada jalan, maka disitu HARUS ada kemauan.”
--Imam Rahmanto--
0 comments