Tepat sejam yang lalu, saya terbangun. Mungkin gara-gara nyamuk nakal. Mungkin karena lapar pula. Akh, sial. Mana ada warung yang buka di tengah malam begini?
*Now playing: Sheila On 7 – Lapang Dada, on Youtube
*Padahal sebenarnya sedang memutar lagu dangdut modern. Memutarnya keras-keras di headset sambil berjoget sendirian di tengah-tengah teman yang sedang mengigau.
Saya paling suka dengan video klip ini. Cuplikan videonya selalu membuat saya tersenyum geli sekaligus getir. Ada yang terasa nyata di dalam lagu itu. Lagipula band sepanjang masa ini, beberapa waktu lalu berhasil memenangi penghargaan Indonesia Choice awards yang dihelat oleh Net TV. Keren!
Bahwa…
Kau harus bisa, bisa berlapang dada
Kau harus bisa, bisa ambil hikmahnya
Saya pernah meyakini, jika kisah asmara seseorang sudah seperti dalam cuplikan video itu, bakal langgeng sampai ke jenjang pernikahan. Betapa beruntung mereka yang merasai kisah cinta romantis seperti itu. Saya pernah membayangkannya.
Saling mendengarkan dan berbagi lagu yang disukai. Berjalan berdua, sembari berbagi headset dengan lagu itu. Setiap pagi, menikmati minuman hangat hasil racikan orang tersayang. Cappuccino, mungkin. Mencari keseruan berdua dengan mendatangi beberapa tempat baru. Meski memiliki hobi yang berbeda, tapi masing-masing saling mendukung dengan kegemaran itu.
Di suatu waktu, mengisi waktu dengan memasak bersama. Berbagi rasa pada masakan. Jikalau takaran tak sama, mungkin bisa diisi dengan debat-debat kecil, yang sengaja diciptakan hanya untuk mengganggu pasangan. Ala film banget ya??
Betapa mendambanya kan hubungan semacam itu?
Akan tetapi, pada kenyataannya hidup tak selalu seperti yang kita inginkan. Perempuan yang menjadi pasangan kita saat ini dan merasa sangat cocok dengannya, bisa jadi tidak akan bersama kita di kemudian hari. Ada banyak faktor yang tidak mampu kita prediksi yang bakal mengubah arah hidup ke depannya. Seperti kita kehilangan seorang teman seperjalanan lantaran salah satu dari kita tiba-tiba mengubah arahnya.
Pernah dengar berita tentang seorang perempuan muda yang menangis ketika berpelukan dengan salah seorang mempelai laki-laki? Gara-garanya mempelai laki-laki itu adalah mantan kekasihnya. Tentu saja ia menangisinya. Setelah 7 tahun mereka memadu keindahan kisah kasih, mereka justru bertemu di pelaminan bukan sebagai pasangan mempelai. Akh, hidup…
Kita memang tidak pernah bisa memaksakan diri atas apa yang diinginkan. Apa yang dimiliki sekarang, bukan berarti akan dimiliki seterusnya. Apa yang dirasai sekarang, tak mesti akan berlaku untuk seterusnya. Siapa yang dicintai dan dimiliki hatinya harinya, apakah mungkin akan bertimbal balik mencintai dan memiliki hati kita di kemudian hari? Who knows...
Saya pernah merasai sayang pada seorang perempuan. Kata kebanyakan orang, perempuan itu begitu cocok dengan saya. Tak bisa dipungkiri, beberapa hal darinya memang cukup identik dengan diri saya. Bagaimana seorang remaja kasmaran, saya merasakannya pada saat itu juga. Boleh saya tersenyum sendiri mengingat-ingatnya?
Mungkin sampai detik ini, saya nyaris tak percaya akan kehilangan momen itu. Bukan kehilangan secara harfiah. Melainkan perasaan saya dan dirinya yang kemudian memudar, entah dimulai dari mana, dan dari siapa. Sebenarnya, kalau ingin menggali lebih jauh, saya pernah berharap agar “dia saja”lah yang menjadi pasangan saya di kemudian hari. Perasan saya sudah terpatok padanya. Bahkan saya dan dirinya sudah saling berjanji untuk melakukan perjalanan sama-sama.
Meskipun ia bukan orang pertama yang menaklukkan hati saya, akan tetapi ia orang pertama yang membuat saya merasa diterima apa adanya. Ialah orang yang setiap kabar kehadirannya saya pedulikan. Orang pertama yang tak luput membuat saya hendak menerjang apa saja ketika tahu ia sedang menangis. Orang pertama yang tak pernah lupa meminta sekaligus menghadiahi ucapan pengantar tidur. Akh, saya mengingatnya sebagai perempuan kecil yang meracuni kelogisan berpikir saya.
Pada waktunya, kita akan sadar tentang segala hal yang harus dilapangkan. Dilepaskan. Direlakan. Seperti kata Duta, “Kau harus bisa, bisa berlapang dada”. Yah, sekali lagi, saya hanya bisa tersenyum-senyum sendiri melihat video itu. Ternyata, perempuan yang paling cantik, paling mesra, paling romantis, paling dicinta, paling nyaman, paling istimewa, atau paling cocok sekalipun tak menjamin akan menjadi pendamping hidup kelak. Siapa yang bisa menyangka, jangan-jangan perempuan yang baru kita temui 5 menit yang lalu, akan menjadi pendamping hidup 5 tahun mendatang? Who knows? Tuhan selalu berlaku tak seperti yang kita duga…
Nah, pesan lagu itu, ya segala hal yang tak berlaku sesuai dengan keinginan atau prediksi, mbok ya dimaklumi saja. Lapang dada. Kalau kata keluarga saya di Jawa, legowo, nerimo ing pandum...
Atau…pada dasarnya saya memang selalu suka saja dengan band yang satu ini, apa pun lagunya. Ahahaha...
*Now playing: Sheila On 7 – Lapang Dada, on Youtube
*Padahal sebenarnya sedang memutar lagu dangdut modern. Memutarnya keras-keras di headset sambil berjoget sendirian di tengah-tengah teman yang sedang mengigau.
Apa yang salah dengan lagu ini?
Kenapa kembali ku mengingatmu
Seperti aku bisa merasakan
Getaran jantung dan langkah kakimu
Kemana ini kan membawaku…
Bahwa…
Kau harus bisa, bisa berlapang dada
Kau harus bisa, bisa ambil hikmahnya
Saya pernah meyakini, jika kisah asmara seseorang sudah seperti dalam cuplikan video itu, bakal langgeng sampai ke jenjang pernikahan. Betapa beruntung mereka yang merasai kisah cinta romantis seperti itu. Saya pernah membayangkannya.
Saling mendengarkan dan berbagi lagu yang disukai. Berjalan berdua, sembari berbagi headset dengan lagu itu. Setiap pagi, menikmati minuman hangat hasil racikan orang tersayang. Cappuccino, mungkin. Mencari keseruan berdua dengan mendatangi beberapa tempat baru. Meski memiliki hobi yang berbeda, tapi masing-masing saling mendukung dengan kegemaran itu.
Di suatu waktu, mengisi waktu dengan memasak bersama. Berbagi rasa pada masakan. Jikalau takaran tak sama, mungkin bisa diisi dengan debat-debat kecil, yang sengaja diciptakan hanya untuk mengganggu pasangan. Ala film banget ya??
Betapa mendambanya kan hubungan semacam itu?
Itu kopi, teh, susu, air biasa, atau cappuccino ya? (Sumber:Screenshot) |
Pernah dengar berita tentang seorang perempuan muda yang menangis ketika berpelukan dengan salah seorang mempelai laki-laki? Gara-garanya mempelai laki-laki itu adalah mantan kekasihnya. Tentu saja ia menangisinya. Setelah 7 tahun mereka memadu keindahan kisah kasih, mereka justru bertemu di pelaminan bukan sebagai pasangan mempelai. Akh, hidup…
Kita memang tidak pernah bisa memaksakan diri atas apa yang diinginkan. Apa yang dimiliki sekarang, bukan berarti akan dimiliki seterusnya. Apa yang dirasai sekarang, tak mesti akan berlaku untuk seterusnya. Siapa yang dicintai dan dimiliki hatinya harinya, apakah mungkin akan bertimbal balik mencintai dan memiliki hati kita di kemudian hari? Who knows...
Saya pernah merasai sayang pada seorang perempuan. Kata kebanyakan orang, perempuan itu begitu cocok dengan saya. Tak bisa dipungkiri, beberapa hal darinya memang cukup identik dengan diri saya. Bagaimana seorang remaja kasmaran, saya merasakannya pada saat itu juga. Boleh saya tersenyum sendiri mengingat-ingatnya?
Mungkin sampai detik ini, saya nyaris tak percaya akan kehilangan momen itu. Bukan kehilangan secara harfiah. Melainkan perasaan saya dan dirinya yang kemudian memudar, entah dimulai dari mana, dan dari siapa. Sebenarnya, kalau ingin menggali lebih jauh, saya pernah berharap agar “dia saja”lah yang menjadi pasangan saya di kemudian hari. Perasan saya sudah terpatok padanya. Bahkan saya dan dirinya sudah saling berjanji untuk melakukan perjalanan sama-sama.
Meskipun ia bukan orang pertama yang menaklukkan hati saya, akan tetapi ia orang pertama yang membuat saya merasa diterima apa adanya. Ialah orang yang setiap kabar kehadirannya saya pedulikan. Orang pertama yang tak luput membuat saya hendak menerjang apa saja ketika tahu ia sedang menangis. Orang pertama yang tak pernah lupa meminta sekaligus menghadiahi ucapan pengantar tidur. Akh, saya mengingatnya sebagai perempuan kecil yang meracuni kelogisan berpikir saya.
Pada waktunya, kita akan sadar tentang segala hal yang harus dilapangkan. Dilepaskan. Direlakan. Seperti kata Duta, “Kau harus bisa, bisa berlapang dada”. Yah, sekali lagi, saya hanya bisa tersenyum-senyum sendiri melihat video itu. Ternyata, perempuan yang paling cantik, paling mesra, paling romantis, paling dicinta, paling nyaman, paling istimewa, atau paling cocok sekalipun tak menjamin akan menjadi pendamping hidup kelak. Siapa yang bisa menyangka, jangan-jangan perempuan yang baru kita temui 5 menit yang lalu, akan menjadi pendamping hidup 5 tahun mendatang? Who knows? Tuhan selalu berlaku tak seperti yang kita duga…
Kau harus bisa, bisa berlapang dada…
Kau harus bisa, bisa ambil hikmahnya
Karena semua, semua tak lagi sama,
Walau kau tahu dia pun merasakannya….
Nah, pesan lagu itu, ya segala hal yang tak berlaku sesuai dengan keinginan atau prediksi, mbok ya dimaklumi saja. Lapang dada. Kalau kata keluarga saya di Jawa, legowo, nerimo ing pandum...
Atau…pada dasarnya saya memang selalu suka saja dengan band yang satu ini, apa pun lagunya. Ahahaha...
--Imam Rahmanto--
P.s. hujan sementara mengguyur lemah ketika saya menyelesaikan tulisan ini. Adzan Subuh juga ramai bersahut-sahutan di luar sana. Hm...mungkin sudah waktunya saya mencari sesuatu-yang-bisa-dimakan. Lapar...
- Mei 30, 2015
- 0 Comments