(int) |
Lama, saya banyak memikirkan tentang bagaimana arah hidup saya ke depan. Lama, saya berharap Tuhan menghadiahkan kejutan-kejutan kecil buat saya. Lama, saya memutuskan untuk benar-benar menjalani hidup yang baru. Yeah, benar-benar baru…… dan saya akan menanggung segala resiko atas keputusan bodoh, durhaka, atau dosa saya itu.
Saya tak ingin membicarakannya. Terkadang, ada hal-hal dalam setiap pribadi manusia yang harus tetap disembunyikan dan tak perlu dimunculkan ke permukaan. Terkadang, saya lebih senang untuk memakai “topeng” saya, yang mana orang lain akan bahagia dibuatnya. Seperti halnya badut, wajah yang dilukisnya amat berbeda dengan wajah sebenarnya. Akan tetapi, tujuannya yang mulia, untuk membahagiakan orang lain. Membagi sesimpul senyum bagi anak-anak yang beranjak akan meninggalkan masa-masa kecilnya.
“Dia bukan saya. Saya bukan dia. Saya merasa, saya yang ada disini adalah orang lain. Senyum saya mungkin senyum palsu, yang hanya dibuat-buat untuk mencoba tegar,…” pernah suatu ketika seorang teman mencurahkan segala kegelisahannya pada saya.
“Tapi…saya lebih senang melihat dirimu yang satu ini,” potong saya.
Tidak selalu, pribadi sebenarnya adalah pribadi yang kita tutup-tutupi dengan “topeng” itu. Saya yakin, sebagian orang memakai topengnya untuk menutupi sesuatu yang tidak semestinya diketahui orang lain. Entah itu buruk, atau baik. Kesedihan, pengaruh negatif, penyesalan, tidak butuh untuk diumbar-umbar kepada orang lain. Jika kita bermaksud baik, seyogyanya tidak dengan menampakkan pengaruh-pengaruh seperti itu, pergunakanlah topeng.
Mungkin, saya pun memakai topeng yang sama. Topeng yang di baliknya ada isi yang hanya saya sendiri bisa mengungkapkannya. Segala hal yang, mungkin, kelak akan saya sampaikan kepada orang-orang yang benar-benar saya percayakan dan butuhkan. Untuk saat ini, saya tidak ingin memancarkan setiap inci wajah saya dengan membuka lebar-lebar topeng itu.
“Mungkin, topeng itu sudah berlapis-lapis ya?” ujar salah seorang teman suatu waktu, ketika saya menceritakan segala hal yang baru saja saya jalani dalam hidup saya, kehidupan baru.
Saya menggeleng. “Bukan. Saya merasakan, topeng yang saya kenakan sekarang hanya satu lapis, yang telah melebur sebagian ke dalam pribadi saya. Saya yang kau lihat sekarang, adalah saya yang sesungguhnya. Tapi, saya yang sekarang, tidak sepenuhnya saya yang sesungguhnya,” tampik saya.
"Tapi, saya memiliki seorang teman, yang karena semakin berlapis-lapisnya dia memakai topeng itu, dia semakin tidak bisa membedakan realitas dirinya yang sesungguhnya," ujar yang lainnya di waktu berbeda.
Saya percaya, kok. Topeng "baik" yang kita pakai tidak akan merusak kita. Justru, sebagian besar topeng yang dikenakan setiap orang semenjak ia dilahirkan akan menjadi titipan perilakunya, yang akan menjadi kepribadiannya sendiri. Ada beberapa inci atau elemen topeng itu yang akan melekat menjadi kepribadiannya. Entah itu baik atau buruk. Jika ia berubah buruk, sejak awal topeng yang dikenakannya (mungkin) salah. Sebaliknya, jika ia berubah baik, tidak keliru ia mengenakan topeng yang menjadikannya lebih baik. ^_^.
Kehidupan dalam keluarga saya, semenjak kecil, telah menempa saya untuk menjadi orang yang seperti sekarang ini. Sedikit pandai mengatur perasaan. Memutarbalikkan emosi dalam diri. Memendam segala kesakitan sendiri. Entah, kesakitan itu akan membuncah kapan waktunya. Hanya saja, beberapa waktu lalu, salah satunya tak terbendung lagi. Sedikitnya, saya masih bisa menyimpannya untuk beberapa orang, bukan?
Terlepas dari semuanya, saya masih mempunyai topeng itu. Saya tak perlu melepasnya. Karena memakai topeng yang membahagiakan orang lain membuat kaki saya ringan untuk melangkah. Langkah awal yang benar-benar saya butuhkan untuk memulai hidup baru. Di satu sisi, bagi keluarga saya, sebenar-benar langkah baru. Di sisi lain, “keluarga kecil saya”, sebatas kelanjutan hidup dari level sebelumnya...
--Imam Rahmanto--
- Juni 25, 2013
- 2 Comments