Setiap orang punya masa kecil. Entah itu bahagia atau tidak. Karena manusia memang diciptakan untuk melalui fase itu. Sebuah fase dimana kita tidak banyak berpikir hal-hal rumit. Fase dimana kita hanya ingin tertawa dan bersenang-senang. Fase dimana setiap orang ingin selalu dekat dengan kita.
Tepat sehari sebelum diperingatinya Sumpah Pemuda, saya dan ketiga orang teman saya mencoba mengenang kembali fase-fase itu. Mungkin, kenangan tentang bagaimana riangnya kami sebagai seorang anak kecil dalam menghabiskan waktu dengan bermain. Seakan dipaksa kembali mengingat masa kecil itu, kami mencoba beragam permainan tradisional yang ditawarkan oleh Makassar Traditional Games Festival (MTGF) 2013 di Benteng SombaOpu.
Ada banyak permainan tradisional yang kembali diangkat kala itu. Saya mengenal permainan-permainan itu, meskipun dalam nama yang berbeda. Ada maccukke, malongga, mallogo, mangasing, mabenteng, tander/ hymen, beklan, massantho, dende, ma’boi, lambasena, magetta, ma’goli.
Saya masih ingat ketika dulu sering memainkan beberapa permainan itu. Tidak ada yang bisa mengalahkan keceriaan kami sebagai anak kecil dalam menghabiskan waktu. Dengan peralatan seadanya, kami bisa puas. Tanpa butuh banyak biaya, kami bisa punya banyak teman.
Permainan-permainan tradisional di masa itu wabahnya seperti musim panen buah, satu permainan sedang digemari, semuanya ikut memainkannya. Kalau tiba saatnya Ma’goli atau yang lebih dikenal dengan permainan kelereng, semua anak berlomba dan beradu dengan beragam jenis permainan kelereng. Kalau tiba saatnya magetta atau bermain tali, semua anak perempuan meloncat-loncati tali betapa riangnya. Kalau tiba saatnya bermain layangan, saya dan teman-teman bakal berburu layangan paling bagus atau membuatnya sendiri dengan model kesukaan masing-masing.
Oiya, satu permainan yang nampaknya kurang dalam acara #MTGF 2013 tersebut dan saya benar-benar merindukan memainkannya; ma’wayang (entah versi bahasa Indonesianya apa). Permainan yang menggunakan banyak kartu bergambar yang saling dipertaruhkan dalam beragam sub-gamesnya. Seingat saya, kartu itu dibeli dengan lembaran besar yang berisi 36 lembar dan harus digunting satu persatu.
Dalam banyaknya permainan yang ditawarkan #MTGF 2013, saya mencoba beberapa diantaranya. Salah satu yang paling interested buat saya, ya malongga alias engrang. Sejak kecil saya mengidam-idamkan untuk pandai memainkannya. Alhasil, di acara #MTGF kemarin, selama beberapa menit autodidak, saya sudah mampu berjalan dengan menggunakan engrang. Hahaha….
Memang, di masa kecil saya, ada banyak permainan tradisional yang masih berjaya. Kami, para anak kecil, selalu menghabiskan waktu dengan memainkannya. Selain tak butuh banyak peralatan, permainan-permainan itu bisa mengakrabkan kami dengan teman-teman lainnya. Tak jarang sih kita juga saling bermusuhan kalau tak terima kekalahan. Tapi, namanya anak kecil, selalu ada ruang di hatinya untuk melupakan kesalahan-kesalahan temannya.
Segalanya berbanding terbalik di masa sekarang. Permainan-permainan menyenangkan itu telah terlupakan. Berganti dengan games-games modern yang lebih banyak menghabiskan banyak waktu di tempat, tanpa perlu bergerak kesana kemari. Untuk memainkannya pun bahkan tak butuh teman. Hm…wajar kalau anak-anak zaman sekarang cenderung bersikap individualistik dan jiwa sosialnya tidak terasah. Bahkan, menurut penelitian, sikap kritis anak-anak cenderung terkungkung oleh games-games modern.
Tentu saja, jenis permainan yang merajalela di tahun modern ini benar-benar menggiurkan. Benar-benar berbeda dengan permainan pada umumnya. Serba elektronik. Serba digital. Namun, satu hal yang pasti; membuat kita merindukan permainan-permainan kenangan itu…
“Lagi ngapain?”
“Ndak. Cuma maen facebook,”
Tuh! Main facebook. M-a-i-n f-a-c-e-b-o-o-k. titik. Jejaring sosial pun sudah dianggap permainan oleh kebanyakan anak-anak. :(
#ckckck
Tepat sehari sebelum diperingatinya Sumpah Pemuda, saya dan ketiga orang teman saya mencoba mengenang kembali fase-fase itu. Mungkin, kenangan tentang bagaimana riangnya kami sebagai seorang anak kecil dalam menghabiskan waktu dengan bermain. Seakan dipaksa kembali mengingat masa kecil itu, kami mencoba beragam permainan tradisional yang ditawarkan oleh Makassar Traditional Games Festival (MTGF) 2013 di Benteng SombaOpu.
Ada banyak permainan tradisional yang kembali diangkat kala itu. Saya mengenal permainan-permainan itu, meskipun dalam nama yang berbeda. Ada maccukke, malongga, mallogo, mangasing, mabenteng, tander/ hymen, beklan, massantho, dende, ma’boi, lambasena, magetta, ma’goli.
~~Pak Polisi, pak polisi, numpang tanya..... ~~ Saya lupa nama permainannya apa, tapi ingat dulu sering me- mainkannya. (Foto: Jane) |
Ini main lompat tali, saya lupa namanya. Tapi kalau memainkannya dulu, harus sambil bernyanyi. ~~Mama, papa, saya sakit. Cepat, cepat, panggil dokter~~ (Sumber: @Jalan2Seru_Mks) |
(Sumber: @Jalan2Seru_Mks) |
Permainan-permainan tradisional di masa itu wabahnya seperti musim panen buah, satu permainan sedang digemari, semuanya ikut memainkannya. Kalau tiba saatnya Ma’goli atau yang lebih dikenal dengan permainan kelereng, semua anak berlomba dan beradu dengan beragam jenis permainan kelereng. Kalau tiba saatnya magetta atau bermain tali, semua anak perempuan meloncat-loncati tali betapa riangnya. Kalau tiba saatnya bermain layangan, saya dan teman-teman bakal berburu layangan paling bagus atau membuatnya sendiri dengan model kesukaan masing-masing.
Oiya, satu permainan yang nampaknya kurang dalam acara #MTGF 2013 tersebut dan saya benar-benar merindukan memainkannya; ma’wayang (entah versi bahasa Indonesianya apa). Permainan yang menggunakan banyak kartu bergambar yang saling dipertaruhkan dalam beragam sub-gamesnya. Seingat saya, kartu itu dibeli dengan lembaran besar yang berisi 36 lembar dan harus digunting satu persatu.
Dalam banyaknya permainan yang ditawarkan #MTGF 2013, saya mencoba beberapa diantaranya. Salah satu yang paling interested buat saya, ya malongga alias engrang. Sejak kecil saya mengidam-idamkan untuk pandai memainkannya. Alhasil, di acara #MTGF kemarin, selama beberapa menit autodidak, saya sudah mampu berjalan dengan menggunakan engrang. Hahaha….
Memang, di masa kecil saya, ada banyak permainan tradisional yang masih berjaya. Kami, para anak kecil, selalu menghabiskan waktu dengan memainkannya. Selain tak butuh banyak peralatan, permainan-permainan itu bisa mengakrabkan kami dengan teman-teman lainnya. Tak jarang sih kita juga saling bermusuhan kalau tak terima kekalahan. Tapi, namanya anak kecil, selalu ada ruang di hatinya untuk melupakan kesalahan-kesalahan temannya.
Segalanya berbanding terbalik di masa sekarang. Permainan-permainan menyenangkan itu telah terlupakan. Berganti dengan games-games modern yang lebih banyak menghabiskan banyak waktu di tempat, tanpa perlu bergerak kesana kemari. Untuk memainkannya pun bahkan tak butuh teman. Hm…wajar kalau anak-anak zaman sekarang cenderung bersikap individualistik dan jiwa sosialnya tidak terasah. Bahkan, menurut penelitian, sikap kritis anak-anak cenderung terkungkung oleh games-games modern.
Tentu saja, jenis permainan yang merajalela di tahun modern ini benar-benar menggiurkan. Benar-benar berbeda dengan permainan pada umumnya. Serba elektronik. Serba digital. Namun, satu hal yang pasti; membuat kita merindukan permainan-permainan kenangan itu…
Jepret! dulu dong di backdrop MTGF2013 yang unik. (Foto: temannya Jane) |
***
“Lagi ngapain?”
“Ndak. Cuma maen facebook,”
Tuh! Main facebook. M-a-i-n f-a-c-e-b-o-o-k. titik. Jejaring sosial pun sudah dianggap permainan oleh kebanyakan anak-anak. :(
#ckckck
--Imam Rahmanto--
- Oktober 31, 2013
- 5 Comments