Apa yang Saya Dapatkan di 2018

Januari 02, 2019

Baca Juga

(Foto: Imam Rahmanto)
Petasan diledakkan. kembang api diluncurkan. Pecah di udara. Bunyinya mendominasi lolongan terompet selama beberapa jam. Orang-orang bisa bergembira untuk sesaat. Sebagian lain cukup memandangi warna-warni yang terlempar ke kanvas gulita malam. Menyitir acara-acara tivi, suasana semacam itu akan diawali dengan hitung mundur.

Sepuluh...sembilan...

Gegap gempita pergantian tahun bukan lagi menjadi prioritas bagi saya. Toh, hal yang sama -- kembang api, makan-makan, berkumpul rame-rame -- terus berulang setiap tahun. Bahkan, perdebatan yang sama juga terus bergulir dan diulang-ulang; boleh atau tidak secara agama.

Sejatinya, kehidupan kita terus berjalan tanpa bisa diputar ulang. Tak ada yang bisa mengulang momen. Kita hanya mampu mengulang ingatan tentang hal itu. Dan hitung mundur itu menjadi perumpamaan, yang telah saya lalui sepanjang tahun kemarin.


# Tempat dan Teman Baru yang Sepaket

Delapan...

"Pekerjaanmu kok lebih parah dari intel atau polisi. Lebih sering pindah-pindah daerah," seloroh ayah saya melalui sambungan telepon.

Lagi-lagi, saya harus beradaptasi dengan tempat baru. Saya harus meninggalkan Enrekang. Masa tugas saya disana telah berakhir, sesuai dengan perintah kantor (yang datangnya selalu mendadak). Awal bulan keempat, saya remi menjejakkan kaki di tanah Bugis, Bone.

Saya benar-benar menjadi orang asing di tanah kelahiran Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla itu. Tak ada kenangan mendasar tentang daerah itu. Sekilas namanya hanya terdengar dari teman-teman di kampus yang berasal dari sana.

Ibaratnya, saya memulai banyak hal dari 0. Benar-benar baru.

Beruntungnya, Tuhan selalu menyediakan segala sesuatu yang baru dengan hal-hal baik di sekitarnya. Saya menjalin pertemanan dengan orang-orang yang baik. Baik teman-teman seprofesi, maupun teman-teman sehobi. Yah, anehnya, sebagian dari kami yang direkatkan melalui konsol PlayStation 4 (PS4). Dimana hari-hari kami nyaris tak pernah absen dari bermain PS.

"Kalau kau tidak ada, susah lagi main PS. Tidak ada lawan," kata teman, yang hanya saya anggap sebagai pembesar hati belaka. Hahaha...

Untuk pertama kalinya, saya juga bergabung dengan teman-teman komunitas, Kelas Inspirasi. Awalnya, saya hanya ingin memperluas pertemanan di Bone lantaran merasa kesepian. Ternyata, saya juga dipertemukan dengan teman lama, seiring bertambahnya teman-teman baru yang juga banyak membantu saya dalam mengenal informasi di Kabupaten Bone.

Belum khatam pengenalan saya dengan Bone, tetiba kantor sudah memanggil pulang ke "kandang" di Makassar. Padahal, saya baru saja merencanakan petualangan lainnya bersama teman-teman yang sepaket. Petualangan terakhir saya hanya sebatas mendaki Coppo Cempa. Dan lagi, saya juga belum melunasi "janji" menginap sembari berburu kepiting di rumah seorang teman baik.

Petualangan terakhir di Coppo Cempa. (Imam Rahmanto)


# Lebih Banyak Temu Keluarga

Tujuh... enam...

Entah bagaimana momennya, saya sudah mulai mengeja lebih banyak temu dengan keluarga. Bukan hanya dengan bapak, ibu, adik, atau kerabat lainnya. Melainkan beberapa keluarga yang tersebar di beberapa daerah.

Bahkan, di Bone pun, saya sempat menyambangi dua kerabat dan mencoba menggali lebih dalam tentang keluarga. Penutupnya, secara tak sengaja karena penugasan dari kantor, saya berjumpa keluarga dekat di Kendari. Kami banyak mengobrol dan membincangkan apa saja.


# Melunasi Target Bacaan

Lima... empat...

Tiga tahun belakangan, saya suka mematok target bacaan di Goodreads. Hampir setiap tahun pula, targetnya tak pernah selesai. Mentok tahun 2018 kemarin, saya terpaksa menurunkan target menjadi 20 bacaan.

Buku-buku yang saya baca selama tahun 2018 memang masih lebih banyak ber-genre novel. Itu pun, mesti berjibaku dengan deadline untuk bisa meluangkan waktu. Layaknya pertandingan sepak bola, saya mencetak rekor di menit-menit terakhir. Saya menutup lembaran terakhir buku hanya berselang beberapa jam sebelum terompet tahun baru dibunyikan. Injury time.



# Kebiasaan Baru yang Buruk

Tiga... dua...

Tahun 2018 bukan berarti cuma menggoreskan sesuatu yang berkesan. Saya juga mulai dirangkul kebiasaan-kebiasaan baru, yang sebenarnya tak begitu baik.

Telat bangun pagi sepertinya sudah jadi rutinitas yang sulit untuk dilepaskan. Zona yang terlau santai (dan nyaman) di daerah membuat hidup saya ikut melambat. Parahnya, hal itu menjadi kebiasaan dan terbawa-bawa hingga kini. Berdoa saja di waktu berikutnya bisa terkikis dan mengambalikan semangat pagi yang dulu.

Kebiasaan buruk lainnya; tak lagi aktif menengok isi "rumah" ini. Maaf.


# Hatimu

Ya, kamu tak salah membaca. Apa yang sangat berharga kudapatkan selama tahun 2018 adalah hatimu. Satu-satunya.

Satu...

Happy New Year!


--Imam Rahmanto--


You Might Also Like

4 comments