6# Buka Puasa
Juni 23, 2015Baca Juga
Ramadhan#6 |
Satu hal yang paling menjamur di masa-masa Ramadhan: buka puasa bersama. Orang-orang gaul biasa menyingkatnya "bukber". Nyaris di semua tempat menggelar buka puasa bersama. Komunitas. Mahasiswa. Pejabat. Ibu-ibu arisan. Teman-teman. Anak sekolah. Tukang batu. Tukang becak. Tak jarang momen buka puasa bersama menjadi gengsi tersendiri bagi kalangan-kalangan tertentu.
Sejatinya, Ramadhan menjadi momentum untuk berkumpul bersama teman maupun sanak saudara. Buka puasa bisa jadi hanya sebatas alasan agar bisa berkumpul. Nyatanya, berbagai kesibukan menciptakan sekat yang sulit ditemui celahnya. Nah, bulan puasa menjadi titik temu banyak orang.
Dalam beberapa hari Ramadhan ini, saya belum pernah berbuka di tempat yang sama. Selalu berbeda. Bukan kesengajaan lantaran rutinitas dan tuntutan pekerjaan membuat saya harus kemana-mana. Sekali-kali juga tuntutan hati. Hahaha...
Di Ramadhan ke-6 ini, saya cukup beruntung bisa menjalin keakraban dengan teman-teman pers di desk pemprov Sulsel. Sembari menanti berbuka, menyelesaikan tuntutan deadline masing-masing. Kami hendak berbuka sama-sama di ruangan gubernuran yang memang khusus disediakan bagi pekerja pers.
Ah, segila-gilanya mereka, saya masih belum bisa "gila" sepenuhnya. Saya masih serupa anak kalem yang tak banyak celoteh. Masih butuh adaptasi beberapa waktu. Mungkin mereka masih belum melihat saya yang sesungguhnya. _ _"
Buka puasa, ibu-ibu pejabat juga berlomba-lomba menyanyi di tivi. Sebagai ucapan selamat berbuka. Menembangkan lagu kasidah. Yah, meski suaranya juga pas-pasan. Berkelompok, berpakaian paling bagus, memakai make up menor. Kapan lagi bisa tampil di tivi, meskipun channel paling dilupakan masyarakat. Suami-suaminya juga tak ketinggalan. Tak perlu bernyanyi, cukup dengan menyampaikan, "Kami segenap keluarga....bla..bla..bla...mengucapkan......" Di tivi, sebulan penuh Ramadhan. Keuntungan bagi media elektronik.
"Saya agak terharu melihat kita bisa berbuka sama-sama begini," cetus salah seorang wartawan perempuan senior diantara kami. Saya memang menyaksikan ada banyak kegembiraan di waktu-waktu berbuka seperti itu. Satu hal yang pantas disyukuri.
Di kota, buka puasa tak lagi sekadar demi membatalkan puasa. Melainkan tren untuk berkumpul bersama, berbagi keceriaan, cerita, dan pertemanan.
Satu hal yang paling menjamur di masa-masa Ramadhan: buka puasa bersama. Orang-orang gaul biasa menyingkatnya "bukber". Nyaris di semua tempat menggelar buka puasa bersama. Komunitas. Mahasiswa. Pejabat. Ibu-ibu arisan. Teman-teman. Anak sekolah. Tukang batu. Tukang becak. Tak jarang momen buka puasa bersama menjadi gengsi tersendiri bagi kalangan-kalangan tertentu.
Sejatinya, Ramadhan menjadi momentum untuk berkumpul bersama teman maupun sanak saudara. Buka puasa bisa jadi hanya sebatas alasan agar bisa berkumpul. Nyatanya, berbagai kesibukan menciptakan sekat yang sulit ditemui celahnya. Nah, bulan puasa menjadi titik temu banyak orang.
Dalam beberapa hari Ramadhan ini, saya belum pernah berbuka di tempat yang sama. Selalu berbeda. Bukan kesengajaan lantaran rutinitas dan tuntutan pekerjaan membuat saya harus kemana-mana. Sekali-kali juga tuntutan hati. Hahaha...
Di Ramadhan ke-6 ini, saya cukup beruntung bisa menjalin keakraban dengan teman-teman pers di desk pemprov Sulsel. Sembari menanti berbuka, menyelesaikan tuntutan deadline masing-masing. Kami hendak berbuka sama-sama di ruangan gubernuran yang memang khusus disediakan bagi pekerja pers.
Ah, segila-gilanya mereka, saya masih belum bisa "gila" sepenuhnya. Saya masih serupa anak kalem yang tak banyak celoteh. Masih butuh adaptasi beberapa waktu. Mungkin mereka masih belum melihat saya yang sesungguhnya. _ _"
Buka puasa, ibu-ibu pejabat juga berlomba-lomba menyanyi di tivi. Sebagai ucapan selamat berbuka. Menembangkan lagu kasidah. Yah, meski suaranya juga pas-pasan. Berkelompok, berpakaian paling bagus, memakai make up menor. Kapan lagi bisa tampil di tivi, meskipun channel paling dilupakan masyarakat. Suami-suaminya juga tak ketinggalan. Tak perlu bernyanyi, cukup dengan menyampaikan, "Kami segenap keluarga....bla..bla..bla...mengucapkan......" Di tivi, sebulan penuh Ramadhan. Keuntungan bagi media elektronik.
"Saya agak terharu melihat kita bisa berbuka sama-sama begini," cetus salah seorang wartawan perempuan senior diantara kami. Saya memang menyaksikan ada banyak kegembiraan di waktu-waktu berbuka seperti itu. Satu hal yang pantas disyukuri.
Di kota, buka puasa tak lagi sekadar demi membatalkan puasa. Melainkan tren untuk berkumpul bersama, berbagi keceriaan, cerita, dan pertemanan.
--Imam Rahmanto--
0 comments