14# Jelang Imsak

Juli 10, 2014

Baca Juga

Ketika menuliskan ini, saya masih terjaga. Jelang waktu sahur membangunkan orang-orang yang akan berpuasa hari ini. Dua gelas cappuccino yang masih terasa manis-pahitnya di lidah benar-benar manjur membuat mata saya tetap terbuka, tak mau menutup.

Sebenarnya hal mudah bagi saya untuk tidur dimana saja, dalam waktu kapan saja. Saya tipe orang easy-sleeping. Atau, kalau paling mentok kesulitan tidur, saya tinggal mengambil es batu dari dalam kulkas dan menyampurkannya dengan air putih lantas meneguknya. Dijamin, beberapa menit kemudian, mata saya akan sayup-sayup menutup.

Adalah perkara lain ketika saya memutuskan untuk terjaga subuh ini. Sembari menantikan waktu sahur, saya tak ingin melewatkan waktu pagi (juga). Sederhana saja, karena saya menyukainya. Sudah lama saya tak lagi bisa bangun pagi. Apalagi di bulan Ramadhan ini, godaan untuk tidur merongrong siapa saja. tidur selepas sahur atau shalat Subuh benar-benar melenakan siapa saja. Yah, memang godaan setan selalu nikmat.

Semalam, saya baru saja menyelesaikan tugas liputan yang tertunda beberapa hari. Seperti biasa, di tempat kerja baru; Koran Sindo Makassar, saya harus menyelesaikan liputan per minggunya. Ada beberapa rubrik dalam setiap edisinya yang menjadi tugas (kuasa) saya. Full one page. Semuanya berkisar pada liputan ringan alias softnews. Hah, saya harus lebih banyak memutar-mutar kata untuk jenis berita yang satu ini. 

Terlepas dari waktu peliputannya yang agak luwes, saya tetap menikmatinya. Jangka tugas per minggu cukup membantu kesibukan saya yang masih dalam proses penyelesaian kuliah; skripsi. Bisa dibayangkan, jika saya mengambil tugas peliputan harian, dengan 3-4 berita per harinya, maka kuliah saya akan semakin lama menunggak. Saya, secepatnya mesti menyelesaikan kuliah. Anak pertama, anak yang menghidupi.

“Kamu tidak perlu memikirkan soal biaya, nak. Yang penting kamu cepat selesai kuliah saja, dan segera cari kerja,” masih terngiang-ngiang wejangan ayah kala saya di rumah.

Untuk pekerjaan “kuli tinta” yang telah saya geluti nyaris sebulan ini, saya belum menyampaikannya. Kelak, saya ingin memberikan (dan membuktikan) kejutan bagi kedua orang tua saya, bahwa hidup tak sekadar menyelesaikan kuliah saja.

Saya benar-benar menikmati pekerjaan baru saya. Setiap minggunya, saya akan bertemu dengan orang-orang baru. Ditugaskan untuk liputan tertentu. Kalaupun tidak, hanya rubrik dan temanya saja yang ditentukan. Isinya, cari sendiri.

Tekanan dan tantangan untuk mencari itu yang biasanya membuat saya bersemangat. Sebagai orang yang telah lama bergelut dalam dunia jurnalistik kampus, saya harus tahu dan mampu mencari informasi sebanyak-banyaknya dari clue yang diberikan sesedikitnya. Terkadang, saya memanfaatkan fasilitas Mbah Google. Nomor-nomor telepon yang saling menghubungkan. Bertanya kesana kemari. Berkenalan. Bertemu. Melakukan proses wawancara.

Sesulit apapun jenis liputan yang ditangani, buah manisnya adalah ketika kita mampu menyelesaikannya.

Sebagai orang baru, saya dianjurkan untuk menulis berita dengan ketentuan minimal 1500 kata. Dua angle. Bayangkan, bagi kalian yang tidak tahu seberapa banyak 1500 kata itu, maka silakan menuliskan apa saja dalam 4 halaman Ms. Word (pengaturan kertas default). Sebanyak itu.

“Biar semuanya lengkap. Jadi apapun yang dibutuhkan redaktur untuk proses editing, dia bisa ketahui dari tulisan yang panjang itu,” kata salah seorang pimpinan yang kerap menjadi pencanang Rapat Perencanaan Peliputan tim kami, Edisi Minggu.

Haha…sejujurnya, untuk liputan yang biasanya hanya mencantumkan satu narasumber, saya tak pernah menuliskannya lebih dari 1500 kata. Paling mentok, saya hanya mencukupkannya pada 1300-an. Ini saja sudah sampai 3 halaman Ms. Word. Setidaknya, dari pertama kali menyetorkan berita, akhirnya berita-berita saya tak pelru lagi mengalami full-editing. Akh, namanya juga jebolan anak pers kampus. #nyombong

Beruntung (lagi), saya menyelesaikan semua tugas peliputan dengan mengandalkan motor teman, hasil minjam. Saya tak punya kendaraan. Sementara, pekerjaan seorang pewarta seperti ini tentu sangat membutuhkan mobilitas yang tinggi. Ah, teman saya memang baik hati. Tanpa banyak pertimbangan, bahkan salah seorang teman dengan sukarela menyerahkan motornya untuk dipakai beberapa minggu.

“Sambil nunggu kau punya motor,” ujarnya. Tenang saja, kawan. Saya sedang dalam proses mencari dan mengadakan kendaraan pribadi.Agak sulit sih, tapi kau berdoa saja, semoga Tuhan mengabarkan keajaiban-Nya sekali lagi. ^_^.

Nah, nampaknya waktu imsak sudah hampir tiba. Cappuccino saya masih belum habis setengahnya. Teman-teman di redaksi sedang menyaksikan laga semifinal Argentina dan Belanda. Tapi sayang, saya tak begitu suka dengan tontonan sepak bola, kecuali bermain PS. 

Beberapa jam sebelumnya, mereka ramai  memperbincangkan calon presiden Indonesia, dengan hasil Quick Count yang terpampang di layar kaca. Berdebat  menahan rasa optimis terhadap calon presiden dukungan mereka. Saya pribadi memilih Pakde Jokowi. :) Pemilu sudah berakhir, sudah saatnya kita kembali ke jalan yang “benar”.

Hari ini, saya punya rencana (wawancara) dengan narasumber yang cukup padat. Semoga, sesuai dengan jadwal yang telah saya susun, semuanya berjalan rapi. Termasuk perkuliahan. Saya harus sesekali menyambangi kampus untuk mengecek “kehidupan” saya disana. Proposal skripsi yang hingga saat ini masih kosong, baru terkumpul materinya, harus segera diselesaikan. Padahal saya punya target untuk seminar proposal bulan Ramadhan ini, biar tak banyak biaya. -_-“

“Mungkin, saya perlu menjadwalkan one day on library, kapan-kapan,” saya bergumam dalam hati. Miris melihat skripsi saya yang hingga kini masih terhenti pada nama pembimbing yang telah di-acc-kan.

Akh, beberapa hal memang tak penting untuk diceritakan. Namun disini, saya hanya ingin merekam jejak. Bercerita apa saja tanpa perlu takut tak dipedulikan. Setidaknya, “rumah” ini lah tempat saya kembali. Ia mendengarkan tanpa banyak bicara. Seperti matahari yang akan terbit pagi ini, memberi tanpa perlu diminta….


--Imam Rahmanto--

You Might Also Like

2 comments

  1. #Salamduajari hihi
    semangat yaaah, sulit memang perihal membagi waktu. Hanya harus siap dengan segala pilihan :)

    BalasHapus
  2. @Putri Serindang Bulan Memilih adalah perkara sulit. Tapi mempertahankan apa yang sudah dipilih itu yanglebih sulit, (bukan)? :D
    #doabuatjokowi Hahahah...

    BalasHapus