12# Escape
Juni 02, 2014Baca Juga
(Sumber: google.com) |
Sudahlah, tak penting juga. Saya hanya merasa kecewa. Just disappointed to disappeared. Saya bukan orang-orang yang senang menyalahi janjinya, namun orang-orang membuat saya menyalahi janji saya sendiri. Saya benci hal itu. Bagaimanapun, saya hanya butuh tempat untuk melarikan seluruh “sampah” di kepala saya. A place to escape. A way to escape. Alhasil, sudah hampir belasan film saya tamatkan.
Kau tahu cara terbaik untuk pergi dari dunia ini? Dengan membaca buku, atau menonton film.
Saya ingat dengan “tugas akhir” saya. Oke, oke, kita akan menyebutnya lagi “skripsi”. Saya punya deadline pribadi untuk menyelesaikannya. Beruntung, seorang teman mengingatkan dengan caranya sendiri. Sejauh ini, saya sudah punya “judul” (tapi belum dikonsultasikan dengan pembimbing. Hehe…) Judul yang terpikir setelah seorang teman “menjebak” saya untuk menemaninya ke perpustakaan jurusan. Haha… Disanalah kami berdiskusi tentang judul yang tepat bagi “skripsi” saya. Eurekaa!
“Secepatnya dieksekusi!” pesannya selalu. Duh, teman satu ini memaksa dengan caranya sendiri.
Pun, ia selalu menagih janji untuk bersama-sama backpacking ke kampung halaman masing-masing. Sejauh ini saya hanya mendengar orang-orang di luar sana melakukan perjalanan ke tempat-tempat wisata atau tempat-tempat yang belum mereka kunjungi. Sekali-kali, kenapa tidak mencoba melakukan perjalanan ke rumah sendiri? :D
“Kan sudah sering pulang kampung?” tanyanya suatu waktu ketika sama-sama merencanakan perjalanan di waktu-waktu menganggurnya selepas kuliah.
“Bukan esensi “sudah-sering-pulang”nya. Melainkan bagaimana kita menempuh jalan pulang dengan cara-cara tak biasa. Dengan cara yang tidak pernah terlintas di kepala kita untuk lakukan. Meskipun jaraknya dekat, hanya 8 jam perjalanan dengan mobil, tapi apa kira-kira kita bisa bertahan tanpa mengandalkan kendaraan yang biasanya kita tumpangi? Ala-ala backpacking, friend!” ujar saya bersemangat, yang hanya ditanggapinya dengan mengangguk-angguk.
Kelak, saya ingin merasakan esensi perjalanan itu. Saya yakin, setiap perjalanan akan mengajarkan kita proses untuk hidup. Seperti kata seorang teman, travels heal you!
"I don't want to survive! I wanna life!
--by Film, Wall E--
Ucapan kapten ketika dipaksa untuk bertahan dalam kenyamanannya di atas kapal. Robot Auto tak menginginkan manusia kembali ke bumi, setelah ditemukannya tanaman yang bisa hidup dan mengembalikan kehidupan di bumi. Orang-orang telah lama dibuai oleh kecanggihan teknologi dan hidup di atas angkasa hingga tak pernah lagi mengenal buminya. Mereka hidup tapi tak hidup.
“Everything that kills me makes me feel alive”
“Everything that drawns me makes me wanna fly”
--One Republic, Counting Stars--
Kenyataannya, teman saya yang satu ini termakan omongan saya, dan setiap minggu bahkan setiap hari menagih perkembangan skripsi saya. Ckck…susah juga punya puluhan pembimbing. #ehh
Saya hanya menargetkan akan menyelesaikan kehidupan anak-kuliahan saya di tahun ini. Dunia sana, masih banyak hal yang perlu dijelajahi. Terlalu banyak menghabiskan waktu disini, akan semakin mengurangi jatah saya untuk mengelilingi banya tempat. Saya sudah cukup banyak mengelilingi kampus. Sudah saatnya saya berpikir untuk bekerja dan hidup secara profesional.
"Banyak daun, tapi satu pohon"
Apa artinya?
Kami semua individu tapi kami masih terhubung
Mungkin kau terhubung, tapi aku sendirian
Tak ada orang yang sendirian.
--by Film, Epic--
Saya menyadarinya. Tak ada seorang pun yang hidup atau bahkan menginginkan sendirian. Manusia memang individu yang diciptakan sebagai makhluk sosial. Dengan demikian, seterpuruk apapun setiap orang atas masalah yang tengah dihadapinya, ia seharusnya punya tangan-tangan yang siap membantunya. Kesendirian, hanyalah bentuk ekspresi dari perasaan manusia, bukan bentuk kehidupan manusia. Menyendiri, boleh saja. Tapi sendirian, itu yang tak dibenarkan.
“Jika kau begitu ingin pulang, kenapa tadinya kau pergi?”
--by Film, Epic--
--Imam Rahmanto--
0 comments