Do You Hate Me?
Mei 29, 2014Baca Juga
Pagi ini, seperti biasa, saya terbangun menjelang pukul setengah-sembilan. Saya memutuskan terlelap empat jam sebelumnya, setelah mengerjakan layouting tabloid. Sebenarnya bukan tugas saya lagi melakukan hal demikian. Akan tetapi, tidak ada lagi orang-orang yang cukup peduli selain saya sendiri yang merasa bertanggung jawab penuh terhadap produk di divisi saya. Yah, untuk satu hal ini, terkadang saya selalu merasa sendirian. Bukan secara harfiah, melainkan tenggelam dalam prosesnya yang ditinggalkan.
Saya benci dengan orang-orang yang kerjanya justru mengganggu pekerjaan saya. Kerja keras, saya sudah mengusahakan mati-matian untuk menyelesaikan tabloid, mereka justru menjadi benalu (menghalangi) dengan menonton film-film tak penting di komputer - yang seharusnya saya gunakan untuk bekerja. Yah, lagi-lagi pekerjaan yang seharusnya menjadi tugas orang lain. Atas nama “membantu”, terkadang kita tak tahu lagi mana batasan profesional. Atas nama “membantu”, orang-orang terkadang akan banyak menuntut. Bagaimana saya bisa mengerjakannya ketika dihalangi kepentingan-tak-penting seperti itu? Damn! Shit!
Apa mereka tidak tahu apa yang sedang saya pikul? Apa mereka tidak sadar bahwa saya sedang mengerjakan hal-hal yang mereka sendiri selalu sarankan dengan angkuhnya di setiap evaluasi? Bullshit! Menjadi seorang kakak seharusnya memberikan contoh yang baik bagi adik-adiknya. Kekurangan perhatian jangan menjadi alasan bawah sadarnya untuk mencari perhatian dengan cara seperti itu.
“Kapan terbit?” pertanyaan yang seumur hidup saya paling benci untuk saat ini. Saya lebih membencinya ketimbang seseorang yang bertanya, “Kapan wisuda?” Apalagi kebanyakan terlontar dari teman-teman yang sebenarnya sadar tugas dan tanggung jawabnya masih menjadi tunggakan di dalam tabloid-kapan-terbit itu. Apa mereka ada niat membantu? Kalau seandainya saya jawab, “Tabloid baru terbit tahun depan.”, Selamat!! lantas apakah mereka akan ikut menunda tanggung jawabnya? Damn!
Sadar tidak ya, terbitnya tabloid itu atas tanggung jawab kalian, atas berita-berita yang seharusnya kalian selesaikan tepat waktu. Saya benci saja ketika orang-orang “di atas sana” menyalahkan saya atas segala hal yang berlaku tentang tabloid. Karena sejujurnya, kesalahan terbesar ada pada orang-orang yang selalu menunda-nunda deadline-nya, mencoba membenarkan setiap alasan yang masuk akal baginya. Hanya saja, saya akan merasa menjadi orang paling gagal ketika harus menyalahkan kalian di depan hidung orang-orang “di atas sana”.
Itulah sebabnya, terkadang saya sangat sulit mempercayai orang lain. Orang-orang yang diberikan kepercayaan terkadang hanya menganggap enteng rasa-percaya itu. Lantas menepisnya begitu saja. Apa yang dipercayakan, tak dipikul seberat apa yang mempercayakan. Apa segalanya bisa berlangsung seimbang dan harmonis? Seberat-beratnya beban saya disini, adalah soal mempercayai atau mempercayakan. Oleh karena itu, saya benci (dan tak mau lagi) dengan bebasnya mengobral kepercayaan di kemudian hari.
Seandainya saya punya Kage Bunshin no Jutsu-nya Naruto, saya lebih memilih mengerjakan semuanya sendirian.
Sudahlah, saya hanya butuh menuangkan segala kejengkelan, kekecewaan, kemarahan, dan saya tahu, saya punya “rumah” yang lebih baik untuk kembali. Saya ingin bergelung saja disini. Menutup pintu rapat-rapat. Tidur seharian disini tanpa memikirkan apa-apa. Melupakan semuanya. Saya ingin punya orang di "rumah" ini memeluk saya, menenangkan layaknya ibu disana yang senantiasa mengkhawatirkan saya. Akh, ayah yang juga masih butuh setiap jengkal bantuan saya. Hanya gara-gara ini, saya harus menahan diri tak pulang ke rumah... Sial! Sementara mereka tak pernah memahami seperti apa kehidupan saya sekarang!
Ini “rumah” saya. Camkan, saya bukan orang yang selalu “baik” seperti yang selalu tercitrakan. It's me!
And shit everything! Damn!!
Saya benci dengan orang-orang yang kerjanya justru mengganggu pekerjaan saya. Kerja keras, saya sudah mengusahakan mati-matian untuk menyelesaikan tabloid, mereka justru menjadi benalu (menghalangi) dengan menonton film-film tak penting di komputer - yang seharusnya saya gunakan untuk bekerja. Yah, lagi-lagi pekerjaan yang seharusnya menjadi tugas orang lain. Atas nama “membantu”, terkadang kita tak tahu lagi mana batasan profesional. Atas nama “membantu”, orang-orang terkadang akan banyak menuntut. Bagaimana saya bisa mengerjakannya ketika dihalangi kepentingan-tak-penting seperti itu? Damn! Shit!
Apa mereka tidak tahu apa yang sedang saya pikul? Apa mereka tidak sadar bahwa saya sedang mengerjakan hal-hal yang mereka sendiri selalu sarankan dengan angkuhnya di setiap evaluasi? Bullshit! Menjadi seorang kakak seharusnya memberikan contoh yang baik bagi adik-adiknya. Kekurangan perhatian jangan menjadi alasan bawah sadarnya untuk mencari perhatian dengan cara seperti itu.
“Kapan terbit?” pertanyaan yang seumur hidup saya paling benci untuk saat ini. Saya lebih membencinya ketimbang seseorang yang bertanya, “Kapan wisuda?” Apalagi kebanyakan terlontar dari teman-teman yang sebenarnya sadar tugas dan tanggung jawabnya masih menjadi tunggakan di dalam tabloid-kapan-terbit itu. Apa mereka ada niat membantu? Kalau seandainya saya jawab, “Tabloid baru terbit tahun depan.”, Selamat!! lantas apakah mereka akan ikut menunda tanggung jawabnya? Damn!
Sadar tidak ya, terbitnya tabloid itu atas tanggung jawab kalian, atas berita-berita yang seharusnya kalian selesaikan tepat waktu. Saya benci saja ketika orang-orang “di atas sana” menyalahkan saya atas segala hal yang berlaku tentang tabloid. Karena sejujurnya, kesalahan terbesar ada pada orang-orang yang selalu menunda-nunda deadline-nya, mencoba membenarkan setiap alasan yang masuk akal baginya. Hanya saja, saya akan merasa menjadi orang paling gagal ketika harus menyalahkan kalian di depan hidung orang-orang “di atas sana”.
Itulah sebabnya, terkadang saya sangat sulit mempercayai orang lain. Orang-orang yang diberikan kepercayaan terkadang hanya menganggap enteng rasa-percaya itu. Lantas menepisnya begitu saja. Apa yang dipercayakan, tak dipikul seberat apa yang mempercayakan. Apa segalanya bisa berlangsung seimbang dan harmonis? Seberat-beratnya beban saya disini, adalah soal mempercayai atau mempercayakan. Oleh karena itu, saya benci (dan tak mau lagi) dengan bebasnya mengobral kepercayaan di kemudian hari.
Seandainya saya punya Kage Bunshin no Jutsu-nya Naruto, saya lebih memilih mengerjakan semuanya sendirian.
Sudahlah, saya hanya butuh menuangkan segala kejengkelan, kekecewaan, kemarahan, dan saya tahu, saya punya “rumah” yang lebih baik untuk kembali. Saya ingin bergelung saja disini. Menutup pintu rapat-rapat. Tidur seharian disini tanpa memikirkan apa-apa. Melupakan semuanya. Saya ingin punya orang di "rumah" ini memeluk saya, menenangkan layaknya ibu disana yang senantiasa mengkhawatirkan saya. Akh, ayah yang juga masih butuh setiap jengkal bantuan saya. Hanya gara-gara ini, saya harus menahan diri tak pulang ke rumah... Sial! Sementara mereka tak pernah memahami seperti apa kehidupan saya sekarang!
Ini “rumah” saya. Camkan, saya bukan orang yang selalu “baik” seperti yang selalu tercitrakan. It's me!
And shit everything! Damn!!
--Imam Rahmanto--
5 comments
Ini bukan efek membaca antologi rasa yang penuh "shit-damn", kan? :)
BalasHapussaya berfikir kenapa beban Pemred lebih besar ketimbang PU ?
BalasHapuscurhatan kak imam diatas mewakili curhatan ku, meski saya bkan ada di posisi pemred tapi di lembaga saya ini pemred dn sekretaris tidak ada bedanya... saya lebih sering ditanyai orang2 "kapan terbit" ? arkhhhhh...
@Awal Hidayat Daripada saya bilang songkolo, sundala, ta* As*, Ta* La**, mending pake yang Barat2 karena tidak adaji juga yang mengerti. #kesal!
BalasHapus@Dwiyana Arifin Dilarang curhat disini. -__-
BalasHapusya maap om! pulang mka pade
BalasHapus