Kelak, Berkeliling ala Backpacking
Maret 13, 2014Baca Juga
Karena saya senang berjalan kaki, merasai setiap momen orang-orang yang bertemu dengan saya, maka kelak saya bermimpi pula bisa mengelilingi banyak tempat dengan backpacking. Serius loh, saya paling senang berjalan kaki.
Haha...pantas saja salah seorang teman perempuan kapok ngekor menjalankan peliputan dengan saya. Bagaimana tidak, saya lebih senang mengarungi kampus dengan berjalan kaki.
"Astaga, Kak. Lihat ini kakiku masih sakit gara-gara ikut kemarin kesana kemari keliling kampus. Naik turun tangga lagi," keluhnya diselingi canda. Salah sendiri ikut saya.
Sampai seorang teman lelaki pun harus ngos-ngosan jika menemani saya berkeliling kampus demi menunaikan tugas peliputan. Meskipun tak disampaikannya, dari raut wajah dan irama napasnya sehabis naik-turun tangga ke lantai 6 Menara Pinisi tampak jelas kelelahan. Hanya karena ia bawahan dan adik junior, ia tak berani mengeluhkannya langsung.
"Capek ya?" tanya saya sedikit tersenyum mengejek.
Sambil sedikit cengengesan, ia menjawab singkat, "Iya, Kak."
"Kalau ikut saya, konsekuensi dan resikonya memang begitu. Saya memang tipe-tipe pejalan kaki," sembari menertawakan wajah kelelahannya. Sedikit-sedikit ia meminta istirahat. Hahaha...maklum, sejak kecil saya dibiasakan pulang-pergi sekolah dengan berjalan kaki. Paling jauh 2 kilometer-an.
Yah, sudah hampir setahun saya mengenal pula istilah backpacking dari dunia maya maupun cerita teman-teman saya. Bahkan, satu, dua orang teman saya yang telah menyelesaikan kuliahnya sudah lebih dulu mengunjungi banyak tempat dengan hanya bermodalkan ransel atau backpack. Saya jadi iri ketika ia berkali-kali memposting foto-fotonya di daerah destinasinya. Ada ala selfie. Ada ala skenario. Ada ala banyak. Hah??
Teman saya yang lain malah menabung cita-citanya hingga tahun depan. Lebih ekstrem, ia bahkan menasbihkan diri bakal mengunjungi separuh daratan Asia, sampai jazirah Arab. Ia, kini banyak membekali diri dengan bacaan-bacaan Traveling. Tak terlepas pula dari bekerja paruh waktu mengumpulkan sejumlah uang. Sesering mungkin ia mengecek penerbangan promo pula dari sejumlah destinasinya di luar negeri. Kalau ketemu yang cocok, langsung dipesannya meski harus menunggu hingga tahun mendatang. Luar biasa. Saya kagun dengan rencana matangnya.
Sejak lama, saya memang ingin mengunjungi banyak tempat. Merasainya satu-satu. Berharap saja ada momen-momen yang mampu dituliskan dan dibagi untuk orang lain. Karena menulis adalah pekerjaan membagikan "sesuatu" kepada orang lain. Mengabadikan. Membekukan.
"Ayo, menabung dari sekarang, supaya suatu waktu nanti kita meluangkan waktu untuk backpacking berdua saja kemana gitu. Ke Lombok, ke Bali, atau kemana saja," Saya sangat senang dan trenyuh mendengarnya. Semoga saja, janji saya (dan dia), bisa ditunaikan di waktu yang tepat.
Melakukan perjalanan ala bacpacker memang menjadi salah satu impian saya. Apalagi berdua dengan orang yang disayangi. Sejujurnya, saya memang mengidamkan seseorang yang bakal bersedia mengikuti saya kemana saja, Indonesia, maupun hingga ke luar negeri. Dalam kepala sudah saya tanamkan, mengunjungi banyak tempat sebelum menjalani kehidupan berkeluarga yang sesungguhnya bersama anak-anak kelak. Haha...entah seperti keseruan dan kekonyolan yang akan terjadi dalam setiap perjalanan, terlepas dari menguji rasa saling menjaga satu sama lain. Benar, sebagaimana saya ingin selalu berlama-lama dengannya.
Melakukan perjalanan kecil saja sudah membuat saya menemukan banyak hal baru. Pernah suatu kali saya dan kedua orang teman saya harus mengarungi hampir setengah kota Jakarta demi menemukan lokasi keberadaan kakak senior kami. Disana, kami baru saja selesai mengikuti acara pelatihan jurnalistik Journalist Days di kampus Universitas Indonesia (UI).
Ia menunggui kami di kantornya, sebuah media, yang terletak di pusat kota. Berbekal kesotoy-an dan barang-barang bawaan (lengkap dengan koper salah seorang teman perempuan), kami menumpang kereta selama beberapa menit. Bertanya kesana kemari. Menghubungi nomor teleponnya. Menunggu. Dan akhirnya sampai di kantornya, yang ternyata tidak jauh dari Monumen Nasional (Monas). Padahal teman perempuan saya itu sudah mengeluh bukan main.
Meskipun senang mendengar cerita-cerita perjalanan orang lain, saya agak miris melihat teman-teman lainnya yang hanya ingin menikmati keseruan "jalan-jalan" lewat backpacking. Seharusnya lewat banyak pengalaman perjalanan itu, ada banyak hal pula yang pantas diceritakan. Ditulis. Dibagikan. Dibekukan. Dipelajari. Minimal, kenapa tidak dituliskan lewat blog?
Pun, keinginan utama saya kelak jika bisa mencapai perjalanan mengelilingi banyak tempat adalah menuliskannya. Saya senang menulis. Senang bercerita lewat tulisan. Alhasil, berharap suatu hari nanti menyimpan buku dengan tulisan-tulisan yang bisa diceritakan buat anak cucu saya kemudian. Lantas dengan bangga berkata: Ini ceritaku!
Haha...pantas saja salah seorang teman perempuan kapok ngekor menjalankan peliputan dengan saya. Bagaimana tidak, saya lebih senang mengarungi kampus dengan berjalan kaki.
"Astaga, Kak. Lihat ini kakiku masih sakit gara-gara ikut kemarin kesana kemari keliling kampus. Naik turun tangga lagi," keluhnya diselingi canda. Salah sendiri ikut saya.
Sampai seorang teman lelaki pun harus ngos-ngosan jika menemani saya berkeliling kampus demi menunaikan tugas peliputan. Meskipun tak disampaikannya, dari raut wajah dan irama napasnya sehabis naik-turun tangga ke lantai 6 Menara Pinisi tampak jelas kelelahan. Hanya karena ia bawahan dan adik junior, ia tak berani mengeluhkannya langsung.
"Capek ya?" tanya saya sedikit tersenyum mengejek.
Sambil sedikit cengengesan, ia menjawab singkat, "Iya, Kak."
"Kalau ikut saya, konsekuensi dan resikonya memang begitu. Saya memang tipe-tipe pejalan kaki," sembari menertawakan wajah kelelahannya. Sedikit-sedikit ia meminta istirahat. Hahaha...maklum, sejak kecil saya dibiasakan pulang-pergi sekolah dengan berjalan kaki. Paling jauh 2 kilometer-an.
Yah, sudah hampir setahun saya mengenal pula istilah backpacking dari dunia maya maupun cerita teman-teman saya. Bahkan, satu, dua orang teman saya yang telah menyelesaikan kuliahnya sudah lebih dulu mengunjungi banyak tempat dengan hanya bermodalkan ransel atau backpack. Saya jadi iri ketika ia berkali-kali memposting foto-fotonya di daerah destinasinya. Ada ala selfie. Ada ala skenario. Ada ala banyak. Hah??
Teman saya yang lain malah menabung cita-citanya hingga tahun depan. Lebih ekstrem, ia bahkan menasbihkan diri bakal mengunjungi separuh daratan Asia, sampai jazirah Arab. Ia, kini banyak membekali diri dengan bacaan-bacaan Traveling. Tak terlepas pula dari bekerja paruh waktu mengumpulkan sejumlah uang. Sesering mungkin ia mengecek penerbangan promo pula dari sejumlah destinasinya di luar negeri. Kalau ketemu yang cocok, langsung dipesannya meski harus menunggu hingga tahun mendatang. Luar biasa. Saya kagun dengan rencana matangnya.
Sejak lama, saya memang ingin mengunjungi banyak tempat. Merasainya satu-satu. Berharap saja ada momen-momen yang mampu dituliskan dan dibagi untuk orang lain. Karena menulis adalah pekerjaan membagikan "sesuatu" kepada orang lain. Mengabadikan. Membekukan.
"Ayo, menabung dari sekarang, supaya suatu waktu nanti kita meluangkan waktu untuk backpacking berdua saja kemana gitu. Ke Lombok, ke Bali, atau kemana saja," Saya sangat senang dan trenyuh mendengarnya. Semoga saja, janji saya (dan dia), bisa ditunaikan di waktu yang tepat.
Melakukan perjalanan ala bacpacker memang menjadi salah satu impian saya. Apalagi berdua dengan orang yang disayangi. Sejujurnya, saya memang mengidamkan seseorang yang bakal bersedia mengikuti saya kemana saja, Indonesia, maupun hingga ke luar negeri. Dalam kepala sudah saya tanamkan, mengunjungi banyak tempat sebelum menjalani kehidupan berkeluarga yang sesungguhnya bersama anak-anak kelak. Haha...entah seperti keseruan dan kekonyolan yang akan terjadi dalam setiap perjalanan, terlepas dari menguji rasa saling menjaga satu sama lain. Benar, sebagaimana saya ingin selalu berlama-lama dengannya.
(Sumber: forum.jalan2.com) |
Ia menunggui kami di kantornya, sebuah media, yang terletak di pusat kota. Berbekal kesotoy-an dan barang-barang bawaan (lengkap dengan koper salah seorang teman perempuan), kami menumpang kereta selama beberapa menit. Bertanya kesana kemari. Menghubungi nomor teleponnya. Menunggu. Dan akhirnya sampai di kantornya, yang ternyata tidak jauh dari Monumen Nasional (Monas). Padahal teman perempuan saya itu sudah mengeluh bukan main.
Meskipun senang mendengar cerita-cerita perjalanan orang lain, saya agak miris melihat teman-teman lainnya yang hanya ingin menikmati keseruan "jalan-jalan" lewat backpacking. Seharusnya lewat banyak pengalaman perjalanan itu, ada banyak hal pula yang pantas diceritakan. Ditulis. Dibagikan. Dibekukan. Dipelajari. Minimal, kenapa tidak dituliskan lewat blog?
Pun, keinginan utama saya kelak jika bisa mencapai perjalanan mengelilingi banyak tempat adalah menuliskannya. Saya senang menulis. Senang bercerita lewat tulisan. Alhasil, berharap suatu hari nanti menyimpan buku dengan tulisan-tulisan yang bisa diceritakan buat anak cucu saya kemudian. Lantas dengan bangga berkata: Ini ceritaku!
--Imam Rahmanto--
3 comments
great dream :") kelak, saya juga akan berkata: saya sudah baca ceritamu! :D
BalasHapus@Awal Hidayat Siapa saja, mari bermimpi. Kata Bang Ahmad Fuadi, harganya sampai hari ini masih GRATIS kok. :)
BalasHapusOke. Selamat bertualang. Tak tunggu cerita-ceritamu.. :D
BalasHapus