Loving is Giving
Februari 09, 2014Baca Juga
Saya tidak begitu banyak tahu tentang hal ini; cinta. Berbicara tentang ini, seakan-akan mengarahkan kita pada praktisnya, pacaran. Sementara persoalan ini bukan sebatas pada pacaran saja, kan?
Saya pernah menyukai seseorang di masa sekolah dulu. Namun tak pernah saya utarakan. Saya tidak pernah berniat untuk pacaran di masa SMA dulu meskipun teman-teman beramai-ramai bercerita tentang pacarnya. Hahaha....mungkin karena saya juga tidak punya banyak hal untuk dibanggakan. Bahkan, hingga kini saya belum pernah sekalipun berpacaran. #bangga-dikit-lah
Saya sendiri heran dengan anak-anak SMA zaman sekarang, yang begitu mudahnya mengumbar-umbar perasaan suka menjadi cinta. Hanya berpikir tentang tren dan pasaran. Tanpa tahu membedakan mana yang sekadar suka, mana benar mencinta. Saya? Cukup berusaha menepatkan diri untuk seseorang, satu saja, hingga akhir.
Namun, jangan salah memahami bahwa saya belum pernah mencintai seseorang. Sejujurnya, ada beberapa orang yang pernah saya cintai diam-diam. Dan, cinta dalam diam itu menyakitkan dan menyakiti. Belajar dari hal itu, ketika menemukan seseorang yang benar-benar tepat menurut saya, maka tak ada alasan lagi untuk takut mengutarakan. Kecuali, takut kehilangannya.
"Kenapa sama sekali tak ingin jadi teman?" tanya seseorang "itu" suatu ketika, kerap kali.
Mm...seperti yang saya sendiri tak mengerti, seperti apa dan untuk apa? Entahlah. Saya hanya merasa tepat saja dan berusaha bersabar. Friends are special, but more than it is unthinkable... Jikalau tak mampu memikulnya, saya akan percaya saja. Saya tak ingin lagi menjadi orang yang hanya mengunci dirinya dalam diam. Meskipun tak jarang kita hanya dianggap sebatas persinggahan sementara, sebatas pengobat masa lalu.
Seperti kata seorang teman yang membuat saya ingin melempar kepalanya. Meski saya benci pula mengakuinya.
"Deh, Imam punya seseorang yang disukainya. Cuma, sayangnya, dia kayaknya cuma jadi 'pelarian' saja," ledeknya kerap kali diiringi tawa usil teman-teman lainnya. Damn.
Ia banyak tahu karena stalking semenjak "berteman" dengan teman saya "itu". Ia suka membuat saya salah tingkah dengan rasa penasarannya itu. Pasalnya, ada unsur balas dendam di setiap keusilannya pada saya. Dan saya hanya bisa ragu antara keinginan bilang YA atau TIDAK. Mungkin, saya harus menanyakan langsung kepada orangnya.
Tapi, entah mengapa, saya tetap "keras kepala" mempertahankan kebodohan itu. Menganggapnya angin lalu. Biarlah. Saya terlalu lama jadi orang pintar, dan sesekali ingin menjadi orang bodoh.
Cinta adalah tentang memberi. Ketika kita telah mampu memberikan sesuatu tanpa pernah diminta, maka kita mencintai. Ketika seseorang selalu memberikan sesuatu kepada kita tanpa pernah diminta, maka kita dicintai. Cinta adalah tentang kerelaan memberi tanpa diminta.
Haha....sejujurnya, saya baru menyadari hal itu ketika seorang teman perempuan lainnya dengan terbuka bercerita tentang pengalamannya (serupa). Kami berbagi, dan tiba-tiba mampu membuka konsekuensi logis saya. Saya jadi tahu bagaimana cara berpikir"nya" dari membandingkan dengan cerita teman perempuan saya. Jauh, saya tidak bermaksud membandingkan. Hanya saja, beberapa fakta mendukung akal otak kiri saya itu.
Mendadak saya diingatkan pada salah satu film yang diangkat dari novel terlaris karya Dewi "Dee" Lestari. Pernah membacanya? Bahwasanya "cinta itu dipilih, bukan memilih." Saya tidak begitu paham maknanya. Hanya memetik darinya, tentang memberi tanpa pernah diminta.
Akh, saya tidak pernah banyak tahu tentang cinta. Sebagaimana tidak tahunya saya dengan perasaan perempuan. Saya hanya berusaha mempertahankan apa yang saya miliki. Mengungkapkan kejujuran secara terbuka. Melindungi sesuatu yang pantas dilindungi. Memperjuangkan sesuatu yang patut diberanikan. Dan menyayangi...
Hingga batas waktu yang tak ditentukan, kita mesti bersabar. Sebenar-benarnya, saya baru mendapati diri dengan keberanian yang dipertaruhkan. Karena hidup adalah tentang menetapkan keputusan dan mempertahankan secara berani...
"Seorang penulis mencintai lewat tulisannya. Tulisan adalah bagian dari jiwa seorang penulis. Ketika seseorang menjadi bagian dari tulisan seorang penulis, maka ia telah menjadi bagian dari jiwa penulis itu sendiri. Terkadang hanya orang-orang yang dihargai dan dicintai yang bisa menjadi bagian dari rima seorang penulis."
#memeriahkan bulan Februari, yang katanya, penuh dengan kasih sayang
Saya pernah menyukai seseorang di masa sekolah dulu. Namun tak pernah saya utarakan. Saya tidak pernah berniat untuk pacaran di masa SMA dulu meskipun teman-teman beramai-ramai bercerita tentang pacarnya. Hahaha....mungkin karena saya juga tidak punya banyak hal untuk dibanggakan. Bahkan, hingga kini saya belum pernah sekalipun berpacaran. #bangga-dikit-lah
Saya sendiri heran dengan anak-anak SMA zaman sekarang, yang begitu mudahnya mengumbar-umbar perasaan suka menjadi cinta. Hanya berpikir tentang tren dan pasaran. Tanpa tahu membedakan mana yang sekadar suka, mana benar mencinta. Saya? Cukup berusaha menepatkan diri untuk seseorang, satu saja, hingga akhir.
Namun, jangan salah memahami bahwa saya belum pernah mencintai seseorang. Sejujurnya, ada beberapa orang yang pernah saya cintai diam-diam. Dan, cinta dalam diam itu menyakitkan dan menyakiti. Belajar dari hal itu, ketika menemukan seseorang yang benar-benar tepat menurut saya, maka tak ada alasan lagi untuk takut mengutarakan. Kecuali, takut kehilangannya.
"Kenapa sama sekali tak ingin jadi teman?" tanya seseorang "itu" suatu ketika, kerap kali.
Mm...seperti yang saya sendiri tak mengerti, seperti apa dan untuk apa? Entahlah. Saya hanya merasa tepat saja dan berusaha bersabar. Friends are special, but more than it is unthinkable... Jikalau tak mampu memikulnya, saya akan percaya saja. Saya tak ingin lagi menjadi orang yang hanya mengunci dirinya dalam diam. Meskipun tak jarang kita hanya dianggap sebatas persinggahan sementara, sebatas pengobat masa lalu.
Seperti kata seorang teman yang membuat saya ingin melempar kepalanya. Meski saya benci pula mengakuinya.
"Deh, Imam punya seseorang yang disukainya. Cuma, sayangnya, dia kayaknya cuma jadi 'pelarian' saja," ledeknya kerap kali diiringi tawa usil teman-teman lainnya. Damn.
Ia banyak tahu karena stalking semenjak "berteman" dengan teman saya "itu". Ia suka membuat saya salah tingkah dengan rasa penasarannya itu. Pasalnya, ada unsur balas dendam di setiap keusilannya pada saya. Dan saya hanya bisa ragu antara keinginan bilang YA atau TIDAK. Mungkin, saya harus menanyakan langsung kepada orangnya.
Tapi, entah mengapa, saya tetap "keras kepala" mempertahankan kebodohan itu. Menganggapnya angin lalu. Biarlah. Saya terlalu lama jadi orang pintar, dan sesekali ingin menjadi orang bodoh.
Cinta adalah tentang memberi. Ketika kita telah mampu memberikan sesuatu tanpa pernah diminta, maka kita mencintai. Ketika seseorang selalu memberikan sesuatu kepada kita tanpa pernah diminta, maka kita dicintai. Cinta adalah tentang kerelaan memberi tanpa diminta.
Haha....sejujurnya, saya baru menyadari hal itu ketika seorang teman perempuan lainnya dengan terbuka bercerita tentang pengalamannya (serupa). Kami berbagi, dan tiba-tiba mampu membuka konsekuensi logis saya. Saya jadi tahu bagaimana cara berpikir"nya" dari membandingkan dengan cerita teman perempuan saya. Jauh, saya tidak bermaksud membandingkan. Hanya saja, beberapa fakta mendukung akal otak kiri saya itu.
"Carilah orang yang nggak perlu meminta apa-apa, tapi kamu mau memberikan segala-galanya." Perahu Kertas
Mendadak saya diingatkan pada salah satu film yang diangkat dari novel terlaris karya Dewi "Dee" Lestari. Pernah membacanya? Bahwasanya "cinta itu dipilih, bukan memilih." Saya tidak begitu paham maknanya. Hanya memetik darinya, tentang memberi tanpa pernah diminta.
Akh, saya tidak pernah banyak tahu tentang cinta. Sebagaimana tidak tahunya saya dengan perasaan perempuan. Saya hanya berusaha mempertahankan apa yang saya miliki. Mengungkapkan kejujuran secara terbuka. Melindungi sesuatu yang pantas dilindungi. Memperjuangkan sesuatu yang patut diberanikan. Dan menyayangi...
Hingga batas waktu yang tak ditentukan, kita mesti bersabar. Sebenar-benarnya, saya baru mendapati diri dengan keberanian yang dipertaruhkan. Karena hidup adalah tentang menetapkan keputusan dan mempertahankan secara berani...
***
"Seorang penulis mencintai lewat tulisannya. Tulisan adalah bagian dari jiwa seorang penulis. Ketika seseorang menjadi bagian dari tulisan seorang penulis, maka ia telah menjadi bagian dari jiwa penulis itu sendiri. Terkadang hanya orang-orang yang dihargai dan dicintai yang bisa menjadi bagian dari rima seorang penulis."
#memeriahkan bulan Februari, yang katanya, penuh dengan kasih sayang
--Imam Rahmanto--
4 comments
ini serius, "Bahkan, hingga kini saya belum pernah sekalipun berpacaran." Saya masih tidak begitu percaya. hehe.
BalasHapus@Awal Hidayat Hahaha....serius. Karena yang sekarang, saya entah ingin menamainya apa. #Upst... :)
BalasHapusehm, asal bukan sedang di-php kak? #ehmaaf :D
BalasHapus@Awal Hidayat Emm...bisa jadi.. #ehh
BalasHapusTapi, tahu tidak, dalam "kamus" saya tidak ada tuh istilah seperti itu. Yang ada, kitanya kege-eran atau tidak aja. Hehe... *panjang sih penjelasannya.
*Menahan diri buat curcol