4# DJAa 2014, Behind The Scene
Februari 11, 2014Baca Juga
"DJAa!"
"Be Creative, beeee Natural!" sorak para pelajar membahana menjawab seruan yang diprovokasikan panitia Diklat Jurnalistik Abu-abu. Ingat ya, seruannya didengungkan dengan gaya anak muda, dan tangan dilambai-lambai.
Para pelajar bersatu dalam momen pelatihan jurnalistik yang digelar selama 5 hari oleh LPPM Profesi UNM, 5-9 Februari. Lembaga yang telah lama berkiprah di dunia jurnalistik kampus. Lembaga yang benar-benar mengukur daya tahan dan militansi seorang jurnalis kampus seperti kami. Yeah!!
Meskipun saya sebenarnya sudah tak banyak lagi berpartisipasi sebagai kepanitiaan inti dalam mengelola kegiatan itu, namun sebagai Penanggung Jawab, saya juga sudah seharusnya bertanggung jawab atas kegiatan itu. Memberikan dorongan bagi mereka yang cenderung melipat mukanya. Membantu sedikit pekerjaan bagi mereka yang kesulitan menyelesaikannya. Dan tentu saja, di luar itu, saya harus menyelesaikan tunggakan tabloid yang kian mendera alam pikiran saya, tanpa harus banyak menambah keruwetan pikiran mereka para panitia.
#1
Menyambut kedatangan para peserta dari berbagai daerah, tim panitia sudah mempersiapkan diri di lingkungan Wisma SLB, yang akan menjadi lokasi inti pelaksanaan DJAa.
Berbeda dengan tahun sebelumnya yang memanfaatkan area LPMP sebagai lokasi acara. Letak LPMP yang persis di pinggir jalan protokol mempermudah akses para peserta yang belum tahu betul lokasi kegiatan mereka. Sementara wisma SLB, para peserta masih harus menyusuri lorong yang menghubungkannya dengan jalan raya. Otomatis, lokasinya agak sepi, dan menurut sebagian peserta, menyenangkan.
"Pasti supaya kita memperoleh materi lebih khusuk ya?" komentar beberapa peserta.
Entahlah. Tapi, saya sendiri baru pertama kalinya menginjakkan kaki di wisma "luar biasa" itu. Saban hari, saya menemukan anak disabilitas yang menghiasi wajahnya dengan senyum penasaran kepada kami, orang-orang asing yang memasuki wilayahnya. Semoga, kami tak pernah mengganggunya.
Biar begitu, sejujurnya, keadaan para anak disabilitas itu sungguh jauh dari perkiraan saya. Kenyataannya, mereka masih tetap beraktivitas seperti orang-orang normal pada umumnya. Mereka masih bersekolah. Mereka masih bermain. Pun, mereka mengendarai motor layaknya anak-anak "nakal" di luar sana. We are same.
"Seharusnya kita seperti mereka, yang senantiasa tersenyum lepas ketika bertemu dengan orang-orang yang bahkan belum dikenalnya"
"Wajar. Mereka kan tidak banyak pikiran, makanya bisa sering-sering tersenyum," seorang teman saya menyanggah.
Bukan esensinya kita membandingkan apa yang memenuhi kepala kita dengan mereka. Sejatinya, kita sama di hadapan Tuhan. Yang terpenting adalah kita juga mampu berpikir layaknya mereka ketika kepala kita terasa terbebani. Keep it simple!
Mengawali hari-hari yang bakal panjang di benak kepanitiaan, saya sudah menemukan ada banyak wajah-wajah yang tersisih. Terlipat. Murung. Berat. Mengeluh. Semuanya yang berakhir dengan air mata, biasanya. Apalagi di kepanitiaan kali ini, mereka yang menduduki tahta koordinator dan panitia inti dikenal dengan para angkatan "Air Mata". Hohoho.... :P
Sembari datang untuk mengisi perut, saya hanya bisa mentransferkan sedikit semangat buat mereka. Pengalaman saya, mereka tidak mempan dengan hal-hal demikian yang berbau menyemangati. Toh, yang mereka butuhkan hanyalah pelajaran yang datang dari diri sendiri, semacam "penemuan terbimbing". #mengutip salah satu metode pembelajaran dalam mata kuliah Microteaching saya.
Para peserta datang bersama rombongan yang satu-dua menyertakan guru pendamping. Untuk menyambut "tamu", maka tugas panitia lah mengiringi kedatangan mereka. Tak jarang bakal ditemukan panitia yang dengan "senang hati" mengangkut barang peserta DJAa. Tapi, benar-benar bahagia ketika mereka melayani peserta yang bening-bening mukanya.
Hari pertama, interaksi peserta dan panitia dimulai secara resmi dari technical meeting di aula utama. Dalam acara non-resmi itu peserta dijadwalkan berkenalan dan memperkenalkan masing-masing sekolahnya. Di samping itu, mereka juga mempresentasikan makanan khas yang dibawa dari daerahnya masing-masing.
Secara langsung, panitia didampingi oleh steering yang menjadi "bos" utama kepanitiaan. Sebagian dari steering itu merupakan teman-teman seangkatan saya di Profesi, dijuluki #Ben10, yang telah menyelesaikan jabatannya. Hanya tersisa 2 orang #Ben10, saya dan Pemimpin Umum, yang masih "betah" di bawah atap lembaga jurnalistik ini. Momen DJAa ini sekaligus menjadi momen bagi saya dan teman-teman untuk berkumpul kembali. It's our moment! Be crazy!
#2
Sebagai penanggung jawab, saya tidak punya kewajiban sebanyak dan seruwet panitia inti. Hanya pada tataran mengawasi. Tiap generasi punya masanya. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk sementara menyelesaikan sendiri "masalah" saya. Ada banyak tunggakan tabloid yang mesti dikerjakan. Biar kepanitiaan berlangsung, liputan mesti rampung. Saya "berkeliaran" sendirian di kampus siang itu.
Dalam acara pembukaan DJAa, rektor UNM menyempatkan diri untuk berbagi "semangatnya" kepada peserta DJAa. Rektor dijadwalkan pula membuka kegiatan yang bakal berlangsung hingga hari Minggu itu. Lewat sambutan "renyah"nya, rektor menegaskan,
"Sampai hari ini, saya belum pernah tidak menghadiri acara DJAa yang dilaksanakan oleh Profesi,"
Semakin menghapus kekhawatiran saya beberapa hari sebelumnya. Kami belum memastikan rektor bisa datang atau tidak. Mungkin, itu pun baru dikonfirmasikan jelang hari pelaksanaan. Namun, itu membuktikan bahwa rektor benar-benar menjadi satu keluarga dengan lembaga kami.
"Saya baru pertama kalinya ini lihat rektornya UNM dari dekat," aku seorang siswa pada saya. Saya hanya menjawabnya dengan tersenyum-senyum. Tanpa diberikan penjelasan pun mereka sudah menyaksikannya secara langsung.
Mungkin, ada banyak penerimaan materi bagi peserta yang saya tinggalkan. Panitia-panitia dengan sigap mengiringi setiap acara yang dilangsungkan. Bahkan, dari sisi penyediaan konsumsi, saya mengacungi jempol buat panitianya. Setiap waktu, menu makanannya bervariasi. Ini pula yang membuat saya betah menghabiskan makanan disana, apa saja. Hahaha...
Belum lama kegiatan sementara berlangsung, panitia-panitia yang tumbang sudah bisa dihitung jari. Salah satu panitia perempuan yang mengeluhkan perutnya sakit mendadak dilarikan ke rumah sakit, sehari sebelumnya.
Berlanjut di hari berikutnya ketika salah satu panitia inti mengeluhkan hal yang nyaris sama. Ia memang punya penyakit maag, yang bisa dikatakan cukup akut. Sedikit saja telat waktu makan, penyakitnya akan kambuh. Ditambah lagi dengan kondisi tubuh dan pikiran yang membebaninya untuk bekerja keras. Beruntung, ia tidak harus dilarikan ke rumah sakit. Cukup diistirahatkan di kamar panitia.
Akan tetapi, di balik kesulitan, selalu ada kemudahan. Tepat hari itu, sesungguhnya hari membahagiakan baginya. Meskipun ia terbaring lemah di kamar panitia, namun teman-temannya sesama panitia memberikan sedikit kejutan untuk hari lahirnya. Kue tart hijau diboyong panitia di malam hari untuk dihadiahkan kepadanya. Selamat ulang tahun... ;)
"Kenapa kuenya warna begitu, bukannya pink?" kesal salah satu temannya. Maklum, yang sedang berulang tahun adalah maniak warna pink.
"Saya juga tidak tahu. Yang dipesan memang warna pink, tapi tidak tahu kenapa yang datang malah warna hijau," jawab panitia lainnya. Dalam hati, saya hanya bisa tertawa.
#3
Pagi hari, panitia kena tilang. Entah bagaimana caranya mereka bisa meloloskan diri.
Lagi, panitia lainnya di malam hari harus tumbang. Kali ini, panitia laki-laki. Di tengah-tengah breafing malam, seorang panitia agak ketakutan dan melaporkan bahwa temannya itu terjatuh pingsan.
#4
"Wah, saya cuma kelelahan saja, Kak. Saya cuma ketiduran disitu," dalih panitia yang sempat pingsan.
"Mana mungkin ketiduran? Saya lihat tergeletak di depan pintu disitu. Saya bangunkan tidak mau bangun," celetuk temannya lagi. "Terpaksa saya panggil kakak-kakak."
Hahaha...saya tidak menyangka, ada banyak panitia yang bertumbangan. Seperti pagi ketika saya baru bangun, saya sudah menemukan seorang panitia harus didiamkan panitia lainnya karena menangis. Saya tidak tahu karena apa. Hanya saya tak ingin saja ikut campur atas masalah mereka. Dengan membiarkan mereka menghadapi dan menyelesaikan masalahnya, mereka akan belajar untuk dewasa. Ketika kalian memutuskan untuk mengemban tanggung jawab, kalian seharusnya sadar dan bersiap atas segala resiko yang akan menghampiri.
Menjelang sore hari, panitia berbenah untuk pindah lokasi acara. Selanjutnya,widyawisata di Benteng Sombaopu. Disanalah acara akan berlangsung lebih akrab dan tidak membosankan. Mading-mading yang dilombakan akan dipresentasikan.
#5
"Apa yang kalian pikirkan dan nilai tentang teman kalian, yang namanya tercantum pada kertas itu, tuliskan!" tutur saya mengiringi para peserta menikmati paginya. Saya sedikit betah "bermain" dengan para peserta.
Pagi itu memang dimulai dengan permainan kecil untuk mengukur sejauh mana para peserta mengenal teman-temannya. Mereka harus menuliskan unek-unek, sifat, penilaian, atau apapun deskripsinya atas nama teman-teman yang sampai di tangan mereka. Hingga rolling selesai, ada beragam penilaian karakter yang dimunculkan. Saya suka memainkan permainan itu karena memunculkan tawa-tawa lepas dari para peserta.
Setiap dari kita punya karakter. Baik atau buruk. Orang lain yang menilainya.
"Orangnya pake poni lempar,"
Saya tertawa membaca salah satu tulisan yang ditujukan untuk salah seorang peserta. Untuk peserta yang dianggap primadona, saya membaca ada banyak hal-hal baik yang dituliskan. Tak jarang kata-kata "merayu" dituliskan peserta.
"Bisa minta nama facebook ta?" Lumrah.
Lepas "bermain", peserta sudah harus mengikuti prosesi perpisahan dengan teman-teman lainnya. Mereka dikumpulkan di aula "luar". Panitia ikut bergabung. Penutupan.
Acara diklat jurnalistik yang menghimpun 70-an peserta itu telah berakhir. Tepat bersamaan pula ketika dilepaskannya balon untuk memperingati Hari Pers Nasional, 9 Februari, secara simbolis. Balon-balon itu hijau, mengingatkan saya pada seseorang yang maniak warna hijau.
Sebelum itu, pengumuman hasil lomba telah dibacakan. Pesan sekaligus nasehat telah disampaikan. Perkenalan (ledekan) panitia telah dilontarkan. Salam perpisahan hangat telah disampaikan. Semangat telah dibagikan. Foto sudah dijepret. Nomor telepon belum dibagikan.
Tersisa, tawa-tawa yang mulai mereda. Agak sunyi. Sesekali hanya mengembangkan senyum. Satu-dua bersapa nama dan kontak. Bersalaman. Berpelukan. Lainnya diam. Diam yang menyimpan banyak harapan. Diam yang memendam bertumpuk kelelahan.
Akan tetapi, saya yakin, ada banyak cerita yang telah dibekukan dalam kepala setiap peserta untuk diingatnya kembali ketika merindu, tentang DJAa, tentang teman-temannya, tentang panitianya. Yakin, ada banyak panitia "muda" yang bermodus pada pesertanya. Pondasi awal yang mengenalkan mereka pada dunia jurnalistik, semoga rindu itu tak berbatas waktu... Sampai jumpa di lain kesempatan!
"Be Creative, beeee Natural!" sorak para pelajar membahana menjawab seruan yang diprovokasikan panitia Diklat Jurnalistik Abu-abu. Ingat ya, seruannya didengungkan dengan gaya anak muda, dan tangan dilambai-lambai.
Para pelajar bersatu dalam momen pelatihan jurnalistik yang digelar selama 5 hari oleh LPPM Profesi UNM, 5-9 Februari. Lembaga yang telah lama berkiprah di dunia jurnalistik kampus. Lembaga yang benar-benar mengukur daya tahan dan militansi seorang jurnalis kampus seperti kami. Yeah!!
Meskipun saya sebenarnya sudah tak banyak lagi berpartisipasi sebagai kepanitiaan inti dalam mengelola kegiatan itu, namun sebagai Penanggung Jawab, saya juga sudah seharusnya bertanggung jawab atas kegiatan itu. Memberikan dorongan bagi mereka yang cenderung melipat mukanya. Membantu sedikit pekerjaan bagi mereka yang kesulitan menyelesaikannya. Dan tentu saja, di luar itu, saya harus menyelesaikan tunggakan tabloid yang kian mendera alam pikiran saya, tanpa harus banyak menambah keruwetan pikiran mereka para panitia.
Sketsa-sketsa pemateri DJAa 2014. Wah, saya juga berharap bisa jadi salah satunya sih... :/ (Foto: Profesi) |
***
#1
Menyambut kedatangan para peserta dari berbagai daerah, tim panitia sudah mempersiapkan diri di lingkungan Wisma SLB, yang akan menjadi lokasi inti pelaksanaan DJAa.
Berbeda dengan tahun sebelumnya yang memanfaatkan area LPMP sebagai lokasi acara. Letak LPMP yang persis di pinggir jalan protokol mempermudah akses para peserta yang belum tahu betul lokasi kegiatan mereka. Sementara wisma SLB, para peserta masih harus menyusuri lorong yang menghubungkannya dengan jalan raya. Otomatis, lokasinya agak sepi, dan menurut sebagian peserta, menyenangkan.
"Pasti supaya kita memperoleh materi lebih khusuk ya?" komentar beberapa peserta.
Entahlah. Tapi, saya sendiri baru pertama kalinya menginjakkan kaki di wisma "luar biasa" itu. Saban hari, saya menemukan anak disabilitas yang menghiasi wajahnya dengan senyum penasaran kepada kami, orang-orang asing yang memasuki wilayahnya. Semoga, kami tak pernah mengganggunya.
Biar begitu, sejujurnya, keadaan para anak disabilitas itu sungguh jauh dari perkiraan saya. Kenyataannya, mereka masih tetap beraktivitas seperti orang-orang normal pada umumnya. Mereka masih bersekolah. Mereka masih bermain. Pun, mereka mengendarai motor layaknya anak-anak "nakal" di luar sana. We are same.
"Seharusnya kita seperti mereka, yang senantiasa tersenyum lepas ketika bertemu dengan orang-orang yang bahkan belum dikenalnya"
"Wajar. Mereka kan tidak banyak pikiran, makanya bisa sering-sering tersenyum," seorang teman saya menyanggah.
Bukan esensinya kita membandingkan apa yang memenuhi kepala kita dengan mereka. Sejatinya, kita sama di hadapan Tuhan. Yang terpenting adalah kita juga mampu berpikir layaknya mereka ketika kepala kita terasa terbebani. Keep it simple!
Warna-warni pohon celoteh. (Foto: Rajab-Profesi) |
Sembari datang untuk mengisi perut, saya hanya bisa mentransferkan sedikit semangat buat mereka. Pengalaman saya, mereka tidak mempan dengan hal-hal demikian yang berbau menyemangati. Toh, yang mereka butuhkan hanyalah pelajaran yang datang dari diri sendiri, semacam "penemuan terbimbing". #mengutip salah satu metode pembelajaran dalam mata kuliah Microteaching saya.
Para peserta datang bersama rombongan yang satu-dua menyertakan guru pendamping. Untuk menyambut "tamu", maka tugas panitia lah mengiringi kedatangan mereka. Tak jarang bakal ditemukan panitia yang dengan "senang hati" mengangkut barang peserta DJAa. Tapi, benar-benar bahagia ketika mereka melayani peserta yang bening-bening mukanya.
Hari pertama, interaksi peserta dan panitia dimulai secara resmi dari technical meeting di aula utama. Dalam acara non-resmi itu peserta dijadwalkan berkenalan dan memperkenalkan masing-masing sekolahnya. Di samping itu, mereka juga mempresentasikan makanan khas yang dibawa dari daerahnya masing-masing.
Secara langsung, panitia didampingi oleh steering yang menjadi "bos" utama kepanitiaan. Sebagian dari steering itu merupakan teman-teman seangkatan saya di Profesi, dijuluki #Ben10, yang telah menyelesaikan jabatannya. Hanya tersisa 2 orang #Ben10, saya dan Pemimpin Umum, yang masih "betah" di bawah atap lembaga jurnalistik ini. Momen DJAa ini sekaligus menjadi momen bagi saya dan teman-teman untuk berkumpul kembali. It's our moment! Be crazy!
#2
Sebagai penanggung jawab, saya tidak punya kewajiban sebanyak dan seruwet panitia inti. Hanya pada tataran mengawasi. Tiap generasi punya masanya. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk sementara menyelesaikan sendiri "masalah" saya. Ada banyak tunggakan tabloid yang mesti dikerjakan. Biar kepanitiaan berlangsung, liputan mesti rampung. Saya "berkeliaran" sendirian di kampus siang itu.
Dalam acara pembukaan DJAa, rektor UNM menyempatkan diri untuk berbagi "semangatnya" kepada peserta DJAa. Rektor dijadwalkan pula membuka kegiatan yang bakal berlangsung hingga hari Minggu itu. Lewat sambutan "renyah"nya, rektor menegaskan,
"Sampai hari ini, saya belum pernah tidak menghadiri acara DJAa yang dilaksanakan oleh Profesi,"
Semakin menghapus kekhawatiran saya beberapa hari sebelumnya. Kami belum memastikan rektor bisa datang atau tidak. Mungkin, itu pun baru dikonfirmasikan jelang hari pelaksanaan. Namun, itu membuktikan bahwa rektor benar-benar menjadi satu keluarga dengan lembaga kami.
"Saya baru pertama kalinya ini lihat rektornya UNM dari dekat," aku seorang siswa pada saya. Saya hanya menjawabnya dengan tersenyum-senyum. Tanpa diberikan penjelasan pun mereka sudah menyaksikannya secara langsung.
Ini loh Pak rektor kita, lagi tanda tangani deklarasi. (Foto: Rajab-Profesi) |
Belum lama kegiatan sementara berlangsung, panitia-panitia yang tumbang sudah bisa dihitung jari. Salah satu panitia perempuan yang mengeluhkan perutnya sakit mendadak dilarikan ke rumah sakit, sehari sebelumnya.
Berlanjut di hari berikutnya ketika salah satu panitia inti mengeluhkan hal yang nyaris sama. Ia memang punya penyakit maag, yang bisa dikatakan cukup akut. Sedikit saja telat waktu makan, penyakitnya akan kambuh. Ditambah lagi dengan kondisi tubuh dan pikiran yang membebaninya untuk bekerja keras. Beruntung, ia tidak harus dilarikan ke rumah sakit. Cukup diistirahatkan di kamar panitia.
Akan tetapi, di balik kesulitan, selalu ada kemudahan. Tepat hari itu, sesungguhnya hari membahagiakan baginya. Meskipun ia terbaring lemah di kamar panitia, namun teman-temannya sesama panitia memberikan sedikit kejutan untuk hari lahirnya. Kue tart hijau diboyong panitia di malam hari untuk dihadiahkan kepadanya. Selamat ulang tahun... ;)
"Kenapa kuenya warna begitu, bukannya pink?" kesal salah satu temannya. Maklum, yang sedang berulang tahun adalah maniak warna pink.
"Saya juga tidak tahu. Yang dipesan memang warna pink, tapi tidak tahu kenapa yang datang malah warna hijau," jawab panitia lainnya. Dalam hati, saya hanya bisa tertawa.
#3
Pagi hari, panitia kena tilang. Entah bagaimana caranya mereka bisa meloloskan diri.
Lagi, panitia lainnya di malam hari harus tumbang. Kali ini, panitia laki-laki. Di tengah-tengah breafing malam, seorang panitia agak ketakutan dan melaporkan bahwa temannya itu terjatuh pingsan.
Malam-malam lagi breafing. Yang berdiri itu adalah ibu-ibu tukang bersih-bersih ya... (Foto:Rajab-Profesi) |
#4
"Wah, saya cuma kelelahan saja, Kak. Saya cuma ketiduran disitu," dalih panitia yang sempat pingsan.
"Mana mungkin ketiduran? Saya lihat tergeletak di depan pintu disitu. Saya bangunkan tidak mau bangun," celetuk temannya lagi. "Terpaksa saya panggil kakak-kakak."
Hahaha...saya tidak menyangka, ada banyak panitia yang bertumbangan. Seperti pagi ketika saya baru bangun, saya sudah menemukan seorang panitia harus didiamkan panitia lainnya karena menangis. Saya tidak tahu karena apa. Hanya saya tak ingin saja ikut campur atas masalah mereka. Dengan membiarkan mereka menghadapi dan menyelesaikan masalahnya, mereka akan belajar untuk dewasa. Ketika kalian memutuskan untuk mengemban tanggung jawab, kalian seharusnya sadar dan bersiap atas segala resiko yang akan menghampiri.
Menjelang sore hari, panitia berbenah untuk pindah lokasi acara. Selanjutnya,widyawisata di Benteng Sombaopu. Disanalah acara akan berlangsung lebih akrab dan tidak membosankan. Mading-mading yang dilombakan akan dipresentasikan.
#5
"Apa yang kalian pikirkan dan nilai tentang teman kalian, yang namanya tercantum pada kertas itu, tuliskan!" tutur saya mengiringi para peserta menikmati paginya. Saya sedikit betah "bermain" dengan para peserta.
Pagi itu memang dimulai dengan permainan kecil untuk mengukur sejauh mana para peserta mengenal teman-temannya. Mereka harus menuliskan unek-unek, sifat, penilaian, atau apapun deskripsinya atas nama teman-teman yang sampai di tangan mereka. Hingga rolling selesai, ada beragam penilaian karakter yang dimunculkan. Saya suka memainkan permainan itu karena memunculkan tawa-tawa lepas dari para peserta.
Tuh, mereka tertawa membaca "karakter" teman-temannya. (Foto:Awal-Profesi) |
"Orangnya pake poni lempar,"
Saya tertawa membaca salah satu tulisan yang ditujukan untuk salah seorang peserta. Untuk peserta yang dianggap primadona, saya membaca ada banyak hal-hal baik yang dituliskan. Tak jarang kata-kata "merayu" dituliskan peserta.
"Bisa minta nama facebook ta?" Lumrah.
Lepas "bermain", peserta sudah harus mengikuti prosesi perpisahan dengan teman-teman lainnya. Mereka dikumpulkan di aula "luar". Panitia ikut bergabung. Penutupan.
***
Selamat Hari Pers Sedunia! (Foto: Rajab-Profesi) |
Sebelum itu, pengumuman hasil lomba telah dibacakan. Pesan sekaligus nasehat telah disampaikan. Perkenalan (ledekan) panitia telah dilontarkan. Salam perpisahan hangat telah disampaikan. Semangat telah dibagikan. Foto sudah dijepret. Nomor telepon belum dibagikan.
Tersisa, tawa-tawa yang mulai mereda. Agak sunyi. Sesekali hanya mengembangkan senyum. Satu-dua bersapa nama dan kontak. Bersalaman. Berpelukan. Lainnya diam. Diam yang menyimpan banyak harapan. Diam yang memendam bertumpuk kelelahan.
Akan tetapi, saya yakin, ada banyak cerita yang telah dibekukan dalam kepala setiap peserta untuk diingatnya kembali ketika merindu, tentang DJAa, tentang teman-temannya, tentang panitianya. Yakin, ada banyak panitia "muda" yang bermodus pada pesertanya. Pondasi awal yang mengenalkan mereka pada dunia jurnalistik, semoga rindu itu tak berbatas waktu... Sampai jumpa di lain kesempatan!
Dari kiri namanya, Fatin, Imam, Reno, (lupa). Keempat anak itu adalah anak-anak kecil yang berbahagia. Lihatlah mukanya. ^_^. (Foto: rajab-Profesi) |
#100dayS
--Imam Rahmanto--
4 comments
saya hanya berkomentar klise, the last five days was too amazing to be forgotten)
BalasHapus@Awal Hidayat Hahaha....jangan terlalu klise. Berani sedikitlah berekspresi. Mungkin itu yang jadi kekuranganmu, Wal... ;)
BalasHapusIya kak, masih ababilka juga terkadang-_- mencari karakteristik yang pas untuk saya. Padahal mungkin sudah terlalu terlambat :D
BalasHapusEkspresinya manaaa? Ekspresinya manaa?? :D
BalasHapus