Ke(Saya)ngan - 2
Desember 14, 2013Baca Juga
Smartphone - Android
Saya menjadi orang yang beruntung kala itu. Pertama kalinya pula saya mendapatkan pekerjaan lepas sebagai guru privat, handphone pun menjadi idaman saya. Maklum, alat komunikasi yang dibekalkan orang tua dari kampung masih ketinggalan zaman waktu itu. Apalagi gangguannya yang terkadang membuat kita lupa untuk membaca sms hari ini. Pesan masuk hari ini, besok baru bisa kebaca.
Saya masih ingat, handphone pertama (yang benar-benar) milik saya. Honor pertama plus kiriman saya ketika itu langsung dikonversikan menjadi Nokia 5200. Kalau kalian tidak tahu merk hape itu, silakan googling sendiri. Mentang-mentang sekarang zamannya Samsung. -_-"
Meskipun bukan barang baru, alias secondhand, namun saya sudah bisa berbangga diri. Sekian lama saya memegang handphone, baru kali itu saya memiliki handphone yang bisa memutar musik, memotret alay, memutar radio FM, hingga internetan. Ckck…
Nah, untuk smartphone android yang kini menjadi sahabat setia saya, saya mendapatkannya mungkin karena bejo alias beruntung. Tanpa diminta-minta, datang begitu saja.
Dalam acara blogshop yang digelar Kompasiana lebih dari setahun lalu, saya bersama beberapa orang teman ikut serta. Saking antusiasnya, saya sempat menjadi “bintang” sehari. Haahaha… baca saja artikelnya disini. Masih tersimpan rapi kok.
Di akhir acara, para pengelola dan panitia acara menggelar lomba untuk memperebutkan hadiah smartphone. Saya yang kala itu tidak tahu-menahu tentang “hape pintar” itu hanya ikut serta untuk mengadu dan menguji kadar tulisan reportase saya. Apalagi saya merasa memiliki wadah untuk menuangkan ketertarikan saya dalam dunia kepenulisan di acara tersebut. “Lumayan lah kalau memang bisa dapat handphone,” pikir saya kala itu.
Sejujurnya, jikalau bukan karena memenangkan lomba tulisan reportase itu, saya tidak akan pernah bisa menikmati touch screen pada Samsung Galaxy Y. Dalam benak saya tidak pernah terlintas untuk membeli perangkat handphone baru menggantikan Nokia 5200 itu. Tuhan nampaknya memberikan barang yang memang saya butuhkan di kemudian hari. Dan lagi, smartphone itu menjadi pemicu bagi teman-teman lain di redaksi saya untuk berganti generasi handphone.
Mm…Nokia 5200 saya? Entahlah bagaimana kabarnya kini. Terakhir kali, saya “menghibahkan” kepada seorang teman yang saat itu sangat membutuhkan perangkat untuk komunikasi. Apalagi dia juga merupakan rekan kerja (organisasi) yang sewaktu-waktu saya butuhkan kesigapannya.
Laptop/ Notebook
Sebagai orang yang ingin memfokuskan diri dalam dunia tulis-menulis (dan desain), notebook menjadi kebutuhan saya. Beberapa kali saya berharap bisa memiliki laptop untuk memudahkan pekerjaan menulis saya. Dengan laptop, saya bisa menulis dimana saja. Sementara waktu, saya menggunakan smartphone untuk bisa menulis dimana saja.
Tentunya, bukan jumlah sedikit mengumpulkan uang untuk membeli barang semacam itu. Saya, yang waktu itu tidak lagi memiliki pekerjaan sebagai guru privat harus memutar otak untuk bisa memperoleh uang hingga bernilai jutaan rupiah.
Keberuntungan kembali menyertai saya. Pada dasarnya, keajaiban itu adalah wujud nyata dari tekad yang sangat kuat, disertai dengan usaha dan doa. Intinya, tekad (keinginan) dulu yang perlu dikuatkan. Tak lama, seorang senior meminta saya untuk membantunya dalam proyek desain yang sementara dikerjakannya. Bukan proyek besar-besaran sekaliber perusahaan. Hanya proyek perorangan.
Meskipun demikian, keterampilan yang dimiliki seorang desainer bisa bernilai hingga ratusan atau jutaan rupiah. Saya yang menyelesaikan “pesanan” itu bahkan bisa memperoleh pendapatan hingga sejuta. Hehe… Itulah penting dan mahalnya keterampilan yang dimiliki. ;)
Tugas saya yang awalnya hanya “membantu” berlanjut menjadi “membuat”. Tentunya, imbalan yang saya peroleh pun meningkat pesat. Dari 3-5 orderan itu, saya akhirnya bisa mengumpulkan uang untuk membeli laptop baru.
Pernah suatu kali, layar laptop saya pecah. Penyebabnya, kami mengalami kecelakaan ketika mengendarai motor. Saya dibonceng oleh salah seorang teman. Bukan kecelakaan yang parah sih. Namun, laptop di dalam tas ransel yang saya kenakan ringsek oleh berat badan kami berdua. Alhasil, selama sebulan lebih saya hanya bisa menggunakan laptop dengan menyambungkannya pada proyektor.
Hingga kini, laptop adalah “harta karun” bagi saya. Dibanding barang-barang lainnya, “ia” memiliki rating nomor satu. Karena darinya, ide-ide kreatif terkadang muncul begitu saja. Ide-ide terpendam juga saya abadikan dalam laptop itu.
Setiap pagi, jikalau tak membaca buku, maka laptop dan segelas cappuccino-lah yang bakal menemani saya. Entah itu sembari menuangkan tulisan-tulisan reportase, blogging, ataupun sekadar “say Hi” pada akun-akun jejaring-jejaring sosial milik saya di dunia maya.
Simple Backpack
Satu lagi hal tak penting yang menurut hemat saya penting. Namanya juga kepunyaan saya. Tas ransel yang mungkin bagi sebagian besar orang biasa-biasa saja. Namun, terkhusus buat saya, tas ini spesial. Satu-satunya tas ransel yang saya beli ketika menginjakkan kaki di Jakarta. Tas ransel yang dibeli dengan harga Rp 100ribu. Ha-ha-ha-ha……. Harga itu sudah termasuk mahal loh buat saya… :(
Saya menyukainya modelnya, simple saja. Kemana-mana, saya identik dengan tas ransel ini. Hanya itu. #Simple toh? :)
Saya tidak pernah bermaksud membangga-banggakan apa yang diusahakan itu. Setiap orang tentu memiliki apa yang menjadi kesayangan mereka. Hanya saja, dengan mempertahankan barang-barang itu di kehidupan sekarang memberikan nilai historis tersendiri bagi saya. Barang-barang itu mengingatkan saya tentang betapa mahal dan “butuh waktu”nya mendapatkan setiap hal yang kita inginkan. Tanpa diduga, Tuhan terkadang bisa memberikan yang lebih baik dan lebih pantas dari sekadar yang kita inginkan itu.
Bukankah itu sudah menunjukkan bahwa tidak semua hal yang kita inginkan akan dikabulkan? Tuhan selalu memiliki keputusan yang lebih baik.
Di samping barang-barang itu, saya juga memiliki teman-teman yang spesial, meskipun kini kami harus mengejar impian masing-masing. Kelak, kami akan bertemu dan bertukar cerita-cerita spesial di waktu-waktu yang spesial. Pun saya memiliki seseorang yang spesial, menurut saya, meskipun terkadang keras kepala. Dan memiliki keluarga tersayang, seharusnya….
Saya menjadi orang yang beruntung kala itu. Pertama kalinya pula saya mendapatkan pekerjaan lepas sebagai guru privat, handphone pun menjadi idaman saya. Maklum, alat komunikasi yang dibekalkan orang tua dari kampung masih ketinggalan zaman waktu itu. Apalagi gangguannya yang terkadang membuat kita lupa untuk membaca sms hari ini. Pesan masuk hari ini, besok baru bisa kebaca.
Saya masih ingat, handphone pertama (yang benar-benar) milik saya. Honor pertama plus kiriman saya ketika itu langsung dikonversikan menjadi Nokia 5200. Kalau kalian tidak tahu merk hape itu, silakan googling sendiri. Mentang-mentang sekarang zamannya Samsung. -_-"
Meskipun bukan barang baru, alias secondhand, namun saya sudah bisa berbangga diri. Sekian lama saya memegang handphone, baru kali itu saya memiliki handphone yang bisa memutar musik, memotret alay, memutar radio FM, hingga internetan. Ckck…
Nah, untuk smartphone android yang kini menjadi sahabat setia saya, saya mendapatkannya mungkin karena bejo alias beruntung. Tanpa diminta-minta, datang begitu saja.
Dalam acara blogshop yang digelar Kompasiana lebih dari setahun lalu, saya bersama beberapa orang teman ikut serta. Saking antusiasnya, saya sempat menjadi “bintang” sehari. Haahaha… baca saja artikelnya disini. Masih tersimpan rapi kok.
Di akhir acara, para pengelola dan panitia acara menggelar lomba untuk memperebutkan hadiah smartphone. Saya yang kala itu tidak tahu-menahu tentang “hape pintar” itu hanya ikut serta untuk mengadu dan menguji kadar tulisan reportase saya. Apalagi saya merasa memiliki wadah untuk menuangkan ketertarikan saya dalam dunia kepenulisan di acara tersebut. “Lumayan lah kalau memang bisa dapat handphone,” pikir saya kala itu.
Sejujurnya, jikalau bukan karena memenangkan lomba tulisan reportase itu, saya tidak akan pernah bisa menikmati touch screen pada Samsung Galaxy Y. Dalam benak saya tidak pernah terlintas untuk membeli perangkat handphone baru menggantikan Nokia 5200 itu. Tuhan nampaknya memberikan barang yang memang saya butuhkan di kemudian hari. Dan lagi, smartphone itu menjadi pemicu bagi teman-teman lain di redaksi saya untuk berganti generasi handphone.
Mm…Nokia 5200 saya? Entahlah bagaimana kabarnya kini. Terakhir kali, saya “menghibahkan” kepada seorang teman yang saat itu sangat membutuhkan perangkat untuk komunikasi. Apalagi dia juga merupakan rekan kerja (organisasi) yang sewaktu-waktu saya butuhkan kesigapannya.
Laptop/ Notebook
Tentunya, bukan jumlah sedikit mengumpulkan uang untuk membeli barang semacam itu. Saya, yang waktu itu tidak lagi memiliki pekerjaan sebagai guru privat harus memutar otak untuk bisa memperoleh uang hingga bernilai jutaan rupiah.
Keberuntungan kembali menyertai saya. Pada dasarnya, keajaiban itu adalah wujud nyata dari tekad yang sangat kuat, disertai dengan usaha dan doa. Intinya, tekad (keinginan) dulu yang perlu dikuatkan. Tak lama, seorang senior meminta saya untuk membantunya dalam proyek desain yang sementara dikerjakannya. Bukan proyek besar-besaran sekaliber perusahaan. Hanya proyek perorangan.
Meskipun demikian, keterampilan yang dimiliki seorang desainer bisa bernilai hingga ratusan atau jutaan rupiah. Saya yang menyelesaikan “pesanan” itu bahkan bisa memperoleh pendapatan hingga sejuta. Hehe… Itulah penting dan mahalnya keterampilan yang dimiliki. ;)
Tugas saya yang awalnya hanya “membantu” berlanjut menjadi “membuat”. Tentunya, imbalan yang saya peroleh pun meningkat pesat. Dari 3-5 orderan itu, saya akhirnya bisa mengumpulkan uang untuk membeli laptop baru.
Pernah suatu kali, layar laptop saya pecah. Penyebabnya, kami mengalami kecelakaan ketika mengendarai motor. Saya dibonceng oleh salah seorang teman. Bukan kecelakaan yang parah sih. Namun, laptop di dalam tas ransel yang saya kenakan ringsek oleh berat badan kami berdua. Alhasil, selama sebulan lebih saya hanya bisa menggunakan laptop dengan menyambungkannya pada proyektor.
Hingga kini, laptop adalah “harta karun” bagi saya. Dibanding barang-barang lainnya, “ia” memiliki rating nomor satu. Karena darinya, ide-ide kreatif terkadang muncul begitu saja. Ide-ide terpendam juga saya abadikan dalam laptop itu.
Setiap pagi, jikalau tak membaca buku, maka laptop dan segelas cappuccino-lah yang bakal menemani saya. Entah itu sembari menuangkan tulisan-tulisan reportase, blogging, ataupun sekadar “say Hi” pada akun-akun jejaring-jejaring sosial milik saya di dunia maya.
Simple Backpack
Saya menyukainya modelnya, simple saja. Kemana-mana, saya identik dengan tas ransel ini. Hanya itu. #Simple toh? :)
***
Saya tidak pernah bermaksud membangga-banggakan apa yang diusahakan itu. Setiap orang tentu memiliki apa yang menjadi kesayangan mereka. Hanya saja, dengan mempertahankan barang-barang itu di kehidupan sekarang memberikan nilai historis tersendiri bagi saya. Barang-barang itu mengingatkan saya tentang betapa mahal dan “butuh waktu”nya mendapatkan setiap hal yang kita inginkan. Tanpa diduga, Tuhan terkadang bisa memberikan yang lebih baik dan lebih pantas dari sekadar yang kita inginkan itu.
Bukankah itu sudah menunjukkan bahwa tidak semua hal yang kita inginkan akan dikabulkan? Tuhan selalu memiliki keputusan yang lebih baik.
Di samping barang-barang itu, saya juga memiliki teman-teman yang spesial, meskipun kini kami harus mengejar impian masing-masing. Kelak, kami akan bertemu dan bertukar cerita-cerita spesial di waktu-waktu yang spesial. Pun saya memiliki seseorang yang spesial, menurut saya, meskipun terkadang keras kepala. Dan memiliki keluarga tersayang, seharusnya….
--Imam Rahmanto--
3 comments
Padahal, saya menunggu cerita tentang "wanita" ke(saya)ngan. Hehe #peace
BalasHapusHahaha....ditunggu saja, akan indah pada waktunya... #nahloh??
BalasHapus@Awal Hidayat Hahaha....tunggu waktu yang tepat saja....
BalasHapus