Tentang Perjalanan dan Petualangan
Desember 22, 2013Baca Juga
“Apa cita-cita dan impianmu?”
Masih lekat dalam ingatan tentang pertanyaan dan pengenalan pertama dari saya kepada siswa-siswa yang menjadi murud-murid PPL saya. Ada beragam jawaban yang saya dapati. Satu-dua memberikan jawaban seadanya. Satu-dua memberikan jawaban seutuhnya. Lainnya, masih berpikir layaknya remaja kebanyakan.
Saya sedang menyusun rencana…
Saya menyusuri setiap ingatan dalam memory otak dan menemukan ada banyak hal yang belum saya selesaikan hingga sekarang ini. Beberapa hal telah saya capai, beberapa lainnya masih terbengkalai. Kadangkala saya berpikir, apakah saya mesti mencoret satu demi satu daftar keinginan itu sebelum terpenuhinya?
Di balik daftar-daftar yang tertera di langit-langit kamar saya itu, saya berharap bisa melakukan perjalanan panjang. Berkeliling ke banyak tempat. Menemukan banyak hal. Berkenalan dengan banyak orang. Mempelajari makna hidup yang baru. Dan selanjutnya, berbagi dengan orang lain.
Hampir sebulan yang lalu, teman saya baru saja pulang dari perjalanannya melintas pulau. Ia melakukan perjalanan ke Nusa Tenggara timur, kalau tidak salah, dengan gaya-gaya seorang backpacking. Ya, hanya bermodalkan sedikit uang dan mengandalkan kaki yang masih berpangkal di badan, ia melakukan perjalanan dan meninggalkan kuliahnya. Mungkin karena ia telah merasakan napas kebebasan usai mengemban jabatan di lembaga pers yang kami geluti.
Sedikitnya, ia menceritakan pengalamannya bertemu dengan dunia luar. Menemukan hal-hal yang dianggapnya baru dan indah. Satu-dua ia mengabadikannya dalam jepretan foto, sebagiannya lagi ia simpan dalam memory otaknya. Saya yakin, perjalanan seperti itu takkan pernah terlupa. Lebih menyenangkan lagi ketika ia mau membagi kisahnya lewat sebuah tulisan. :)
“Saya berencana lagi untuk melakukan perjalanan seperti itu,” begitu antusiasnya ia menceritakan mimpi-mimpinya pada saya. Saya senang mendengarnya.
Saya begitu senang mendengarkan orang lain bercerita tentang mimpi-mimpinya, karena itu menunjukkan betapa mereka tidak ingin terbawa perputaran bumi. Menjalani hidup yang flat dan monoton. Mereka menunjukkan tekad untuk belajar. Mereka sejatinya tidak ingin hanya berdiam menenggelamkan diri dalam kerisauan-kerisauan yang tak beralasan. Bukan hidup dan alasan yang menghampiri kita, melainkan kitalah yang menjalani hidup dan mencari alasan untuk itu.
Selain itu, saya juga bisa memetik sedikit semangat dari mereka yang bersemangat dengan mimpi-mimpinya.
Berceritalah ia tentang mengumpulkan uang untuk perjalanan berikutnya. India, target berikutnya dari perjalanannya itu. Rute-rute yang saban hari ia buka dan periksa satu persatu lewat situs-situs di dunia maya. Tak jarang, untuk mengunjungi banyak tempat, ia berburu tiket-tiket promo pesawat maupun kapal laut.
Demi mendukung tekadnya itu – saya percaya, tekad yang kuat akan menciptakan keajaibannya sendiri – saya menyarankannya untuk membaca buku “Titik Nol” karya Agustinus Wibowo, seorang penjelajah yang telah banyak mengunjungi banyak tempat di dunia. Sebenarnya, lama pula saya mengidamkan buku itu. Saya, setiap berkunjung ke toko buku selalu melirik ke arah buku itu. Hanya saja, bagi ukuran kantong saya, buku itu tergolong cukup mahal.
“Waah, curang sekali! Kau sudah beli bukunya!”
Saya melihatnya ketika mengeluarkan buku itu dari tasnya. Ia menunjukkan dua buku barunya, Titik Nol dan Selimut Debu, yang sama-sama karya Agustinus Wibowo. Juga sama-sama bercerita tentag perjalanannya mengitari beragam tempat. Padahal, baru sehari sebelumnya saya ngetweet tentang mengidamkan buku itu dan mention langsung ke penulisnya. Harapnya sih dikirimkan langsung dari penulisnya. Hehehe….
Akh, ternyata saya sudah tertinggal selangkah darinya. Mm, tidak. Mungkin, malah berpuluh-puluh langkah.
Dan kini, di tengah kelowongan aktivitasnya, ia sedang menyusun rencana untuk bisa mengumpulkan banyak uang demi mencapai tujuan berikutnya.
“Saya akan kumpul sekitar Rp 10 juta-an lah. Kalau cukup, saya akan melakukan perjalanan ke Mekkah. Kalau bisa lewat Afganistan, Irak, dan yang lainnya. Kalau memang sudah tidak mencukupi, minimal saya bisa sampai ke India,” tuturnya sembari menunjukkan rutenya dari Malaysia.
Suatu ketika saya menanyakan alasannya bercerita pada saya. Ia pun hanya menjawab, “Supaya kau menuliskannya dan banyak orang yang akan mendoakan saya.” Lihat, kan saya sudah menuliskannya.
Lain dia, lain pula dua orang teman yang lainnya. Dalam rangka acara yang dipromosikan oleh salah satu provider jaringan ternama di Indonesia, dua orang teman saya mengisi waktu luangnya dengan ikut backpacking hingga ke Tana Toraja. Pun, dua orang itu adalah teman saya yang baru saja meninggalkan masa jabatannya hampir enam bulan yang lalu. Nampaknya mereka tak ingin kalah dengan teman saya yang satunya.
Keduanya menghabiskan waktu hampir dua hari untuk melakukan perjalanan tanpa sepeser uang pun hingga keTana Toraja. Hanya berbekal pulsa dan beberapa paket yang diberikan oleh penyelenggara acara, mereka berlomba dengan tim lainnya menyelesaikan games hingga akhir tujuan. Alhasil, ada banyak cerita seru yang mereka kukuhkan dalam ingatan tentang perjalanan itu.
Baik seorang maupun kedua orang itu, sebagai seorang teman, saya hanya bisa mendukung tekad itu. Mendoakan setiap keberhasilan mereka. Yah, meskipun terkadang diselingi rasa iri melihat kesenangan mereka menjalani kehidupan di luar sana. Belajar banyak hal. Dan saya? Untuk saat ini yang tidak bisa jauh kemana-mana menyimpan banyak hal berjajar di kepala saya. Sedikit lagi, butuh waktu dan pemicu. Biar saya juga bisa mensejajarkan kaki dengan mereka yang telah melangkah jauh ke depan. Bukankah kita 10 orang punya impian masing-masing? Yang tersampaikan maupun yang terkuncikan….
Perubahan besar senantiasa terjadi dalam hidup kita. Hanya saja, kita tidak bisa memaknainya tanpa melakukan perjalanan menyusurinya. Sejatinya, hidup merupakan perjalanan itu sendiri. Merasakan setiap pengalamannya adalah cara untuk belajar.
Hanya saja, realitas dari hidup itu sendiri terkadang membuat kita kembali berpikir. Sejauh mana kita telah belajar? Belajar di tempat yang sama dalam waktu yang lama memberikan warna yang nyaris sama pula. Oleh karena itu, kita dianjurkan untuk melakukan perjalanan ke banyak tempat. Mengunjungi banyak tempat. Dan belajar banyak hal dari tempat-tempat baru itu. Setiap warna baru, memberikan pilihan baru dalam bingkai “lukisan” kehidupan kita.
Saya menyusun, akan menelusuri setiap tempat yang tak berbatas waktu dan berbagi tak terhingga banyak hal ke anak-cucu saya, kelak… Just believe it! ^^.
Masih lekat dalam ingatan tentang pertanyaan dan pengenalan pertama dari saya kepada siswa-siswa yang menjadi murud-murid PPL saya. Ada beragam jawaban yang saya dapati. Satu-dua memberikan jawaban seadanya. Satu-dua memberikan jawaban seutuhnya. Lainnya, masih berpikir layaknya remaja kebanyakan.
Saya sedang menyusun rencana…
Saya menyusuri setiap ingatan dalam memory otak dan menemukan ada banyak hal yang belum saya selesaikan hingga sekarang ini. Beberapa hal telah saya capai, beberapa lainnya masih terbengkalai. Kadangkala saya berpikir, apakah saya mesti mencoret satu demi satu daftar keinginan itu sebelum terpenuhinya?
Di balik daftar-daftar yang tertera di langit-langit kamar saya itu, saya berharap bisa melakukan perjalanan panjang. Berkeliling ke banyak tempat. Menemukan banyak hal. Berkenalan dengan banyak orang. Mempelajari makna hidup yang baru. Dan selanjutnya, berbagi dengan orang lain.
Hampir sebulan yang lalu, teman saya baru saja pulang dari perjalanannya melintas pulau. Ia melakukan perjalanan ke Nusa Tenggara timur, kalau tidak salah, dengan gaya-gaya seorang backpacking. Ya, hanya bermodalkan sedikit uang dan mengandalkan kaki yang masih berpangkal di badan, ia melakukan perjalanan dan meninggalkan kuliahnya. Mungkin karena ia telah merasakan napas kebebasan usai mengemban jabatan di lembaga pers yang kami geluti.
Sedikitnya, ia menceritakan pengalamannya bertemu dengan dunia luar. Menemukan hal-hal yang dianggapnya baru dan indah. Satu-dua ia mengabadikannya dalam jepretan foto, sebagiannya lagi ia simpan dalam memory otaknya. Saya yakin, perjalanan seperti itu takkan pernah terlupa. Lebih menyenangkan lagi ketika ia mau membagi kisahnya lewat sebuah tulisan. :)
“Saya berencana lagi untuk melakukan perjalanan seperti itu,” begitu antusiasnya ia menceritakan mimpi-mimpinya pada saya. Saya senang mendengarnya.
Saya begitu senang mendengarkan orang lain bercerita tentang mimpi-mimpinya, karena itu menunjukkan betapa mereka tidak ingin terbawa perputaran bumi. Menjalani hidup yang flat dan monoton. Mereka menunjukkan tekad untuk belajar. Mereka sejatinya tidak ingin hanya berdiam menenggelamkan diri dalam kerisauan-kerisauan yang tak beralasan. Bukan hidup dan alasan yang menghampiri kita, melainkan kitalah yang menjalani hidup dan mencari alasan untuk itu.
Selain itu, saya juga bisa memetik sedikit semangat dari mereka yang bersemangat dengan mimpi-mimpinya.
Berceritalah ia tentang mengumpulkan uang untuk perjalanan berikutnya. India, target berikutnya dari perjalanannya itu. Rute-rute yang saban hari ia buka dan periksa satu persatu lewat situs-situs di dunia maya. Tak jarang, untuk mengunjungi banyak tempat, ia berburu tiket-tiket promo pesawat maupun kapal laut.
Demi mendukung tekadnya itu – saya percaya, tekad yang kuat akan menciptakan keajaibannya sendiri – saya menyarankannya untuk membaca buku “Titik Nol” karya Agustinus Wibowo, seorang penjelajah yang telah banyak mengunjungi banyak tempat di dunia. Sebenarnya, lama pula saya mengidamkan buku itu. Saya, setiap berkunjung ke toko buku selalu melirik ke arah buku itu. Hanya saja, bagi ukuran kantong saya, buku itu tergolong cukup mahal.
“Waah, curang sekali! Kau sudah beli bukunya!”
Saya melihatnya ketika mengeluarkan buku itu dari tasnya. Ia menunjukkan dua buku barunya, Titik Nol dan Selimut Debu, yang sama-sama karya Agustinus Wibowo. Juga sama-sama bercerita tentag perjalanannya mengitari beragam tempat. Padahal, baru sehari sebelumnya saya ngetweet tentang mengidamkan buku itu dan mention langsung ke penulisnya. Harapnya sih dikirimkan langsung dari penulisnya. Hehehe….
Akh, ternyata saya sudah tertinggal selangkah darinya. Mm, tidak. Mungkin, malah berpuluh-puluh langkah.
Dan kini, di tengah kelowongan aktivitasnya, ia sedang menyusun rencana untuk bisa mengumpulkan banyak uang demi mencapai tujuan berikutnya.
“Saya akan kumpul sekitar Rp 10 juta-an lah. Kalau cukup, saya akan melakukan perjalanan ke Mekkah. Kalau bisa lewat Afganistan, Irak, dan yang lainnya. Kalau memang sudah tidak mencukupi, minimal saya bisa sampai ke India,” tuturnya sembari menunjukkan rutenya dari Malaysia.
Suatu ketika saya menanyakan alasannya bercerita pada saya. Ia pun hanya menjawab, “Supaya kau menuliskannya dan banyak orang yang akan mendoakan saya.” Lihat, kan saya sudah menuliskannya.
Lain dia, lain pula dua orang teman yang lainnya. Dalam rangka acara yang dipromosikan oleh salah satu provider jaringan ternama di Indonesia, dua orang teman saya mengisi waktu luangnya dengan ikut backpacking hingga ke Tana Toraja. Pun, dua orang itu adalah teman saya yang baru saja meninggalkan masa jabatannya hampir enam bulan yang lalu. Nampaknya mereka tak ingin kalah dengan teman saya yang satunya.
Keduanya menghabiskan waktu hampir dua hari untuk melakukan perjalanan tanpa sepeser uang pun hingga keTana Toraja. Hanya berbekal pulsa dan beberapa paket yang diberikan oleh penyelenggara acara, mereka berlomba dengan tim lainnya menyelesaikan games hingga akhir tujuan. Alhasil, ada banyak cerita seru yang mereka kukuhkan dalam ingatan tentang perjalanan itu.
Baik seorang maupun kedua orang itu, sebagai seorang teman, saya hanya bisa mendukung tekad itu. Mendoakan setiap keberhasilan mereka. Yah, meskipun terkadang diselingi rasa iri melihat kesenangan mereka menjalani kehidupan di luar sana. Belajar banyak hal. Dan saya? Untuk saat ini yang tidak bisa jauh kemana-mana menyimpan banyak hal berjajar di kepala saya. Sedikit lagi, butuh waktu dan pemicu. Biar saya juga bisa mensejajarkan kaki dengan mereka yang telah melangkah jauh ke depan. Bukankah kita 10 orang punya impian masing-masing? Yang tersampaikan maupun yang terkuncikan….
Perubahan besar senantiasa terjadi dalam hidup kita. Hanya saja, kita tidak bisa memaknainya tanpa melakukan perjalanan menyusurinya. Sejatinya, hidup merupakan perjalanan itu sendiri. Merasakan setiap pengalamannya adalah cara untuk belajar.
Hanya saja, realitas dari hidup itu sendiri terkadang membuat kita kembali berpikir. Sejauh mana kita telah belajar? Belajar di tempat yang sama dalam waktu yang lama memberikan warna yang nyaris sama pula. Oleh karena itu, kita dianjurkan untuk melakukan perjalanan ke banyak tempat. Mengunjungi banyak tempat. Dan belajar banyak hal dari tempat-tempat baru itu. Setiap warna baru, memberikan pilihan baru dalam bingkai “lukisan” kehidupan kita.
Saya menyusun, akan menelusuri setiap tempat yang tak berbatas waktu dan berbagi tak terhingga banyak hal ke anak-cucu saya, kelak… Just believe it! ^^.
Ilustrasi: ImamR |
--Imam Rahmanto--
0 comments