Untuk Apa?

Juli 13, 2013

Baca Juga

(google.com)
Masih belum beranjak tengah hari ketika saya melihat teman-teman yang lain sedang menunaikan tugas mulia mereka; tidur. Selepas menjalankan kewajiban; membantu guru-guru di sekolah mengawal salah satu item Pesantren Kilat, hafalan surah-surah pendek, kami sudah kembali ke posko. Kegiatan yang berlangsung hanya sekira 2 jam itu tidak begitu menguras tenaga kami. Hanya saja, godaan untuk tidur di bulan Ramadhan kerap kali menghantui setiap orang yang berpuasa. Saya pun, yang tiduran sambil membaca buku terlelap hingga menjelang tengah hari.

“KKN disini, yang dikerjakan cuma tidur atau paling tidak mengurung diri di rumah kalau tidak ada program kerja yang dijalankan,” seringkali saya mendengarkan hal serupa dilontarkan oleh beberapa teman saya di lokasi KKN yang berbeda.

“Kalau kita beda. Kita kan masak juga, tidak cuma nyantai di rumah,” sanggah salah seorang teman saya. Pada dasarnya, nyaris sama.

"Kalau bisa, habis KKN kita sudah dapat pacar," canda teman saya yang lainnya.

Saya rindu dengan “kesibukan-kesibukan itu”. Meskipun terbilang melelahkan, tapi tetap menyenangkan. Mungkin, bagi orang seperti saya, diam itu bagaikan sebilah pedang yang sewaktu-waktu siap membunuh. Akh, tentu saja teman-teman lainnya yang terbiasa menjalani kehidupan organisasi akan mengalami perasaan yang sama. 

Mencurahkan tenaga dan pikiran terhadap sesuatu yang bermanfaat adalah hal mutlak. Tak heran, saya terkadang menghabiskan waktu dengan berjalan kaki sendirian mengelilingi tiap kompleks di sekitar posko saya. Saya merasa harus tetap berinteraksi dengan dunia luar, baik manusia maupun lingkungan.

Pada dasarnya, kata dosen-dosen saya, KKN itu adalah proses mengabdikan diri kepada masyarakat. Akan tetapi, menurut teman-teman saya (yang sudah menjalaninya), KKN itu adalah proses berlibur di kampung orang. Atau bahkan jikalau memungkinkan, proses mencari jodoh antar-jurusan. Ini mana yang benar??

Bagaimanapun penggambarannya, dalam benak saya telah terpatri, KKN itu berarti mengecat pagar kantor desa, kelurahan, atau camat, membersihkan wilayah-wilayah tertentu, membuat nomor-nomor desa, membuat batas-batas desa, dan bonus bagi kami: mengajar di sekolah-sekolah yang sudah ditentukan. Saya yakin, di kepala kebanyakan mahasiswa juga “terprogram” memori yang sama.

Di luar semua itu, santai di rumah, menghabiskan banyak waktu dengan teman-teman lainnya. Benar-benar mirip liburan.

Akh, jika demikian halnya, saya jadi merindukan kegiatan-kegiatan kejurnalistikan saya. Bisa kemana saja, dan bertemu beragam watak. Mencoba menyelesaikan deadline. Ditantang untuk melakukan sesuatu yang “lebih” dari biasanya. Bahkan, saya merindukan mereka yang menjadi keluarga kecil saya. Sejatinya, keluarga itu adalah orang-orang yang membuatmu benar-benar merasa dekat.

Akan tetapi, seberapa besarpun keinginan saya untuk “kembali”, ada hal yang mesti saya selesaikan disini. Saya mahasiswa, dan saya menunaikan kewajiban saya. Sudah seyogyanya saya mengerahkan segala daya upaya untuk menciptakan sesuatu yang lebih baik. Mungkin, sesuatu yang berkesan bagi orang-orang di sekitar sini. Sesuatu yang bermanfaat. Paling tidak, saya harus mengakrabkan diri pula dengan teman-teman yang lain. Menghilang selama lebih dari seminggu membuat saya benar-benar "asing".

Mengabdikan diri di tengah-tengah masyarakat tidak menjadikan kita orang-orang yang hebat ataupun sukses. Hanya saja, sebagai seorang mahasiswa, seharusnya KKN tidak hanya sekadar perolehan nilai “baik” semata. Saya ataupun mahasiswa lainnya seyogyanya sadar, KKN berarti pencapaian nilai “bermanfaat” bagi masyarakat. Jika tidak, buat apa kita diterjunkan ke tengah-tengah masyarakat??

Ps: Hm...baiklah, mari menetapkan target. Usai menjalani "tugas" disini, semua orang sudah harus mengenal saya. :p


--Imam Rahmanto--

You Might Also Like

0 comments