Percayakan Saja

Juli 07, 2013

Baca Juga

(google.com)
Menghadapi cibiran dan makian dari orang lain sudah pasti menjadi hal yang sangat menyakitkan bagi kita. Saya pernah merasakannya, dan mungkin sedang mengalaminya.

Memandang orang lain dengan persepsi-persepsi yang hadir di benak kita seolah-olah memvisualisasikan bentuk “penilaian” itu pada orang lain. Saya menilainya sebagai orang jahat, maka dunia mengembalikannya pada saya sebagai orang jahat. Saya menilainya sebagai orang baik, maka dunia memberikan yang terbaik. “The Law of Attraction, benar-benar berlaku di dunia kita.

Saya memilih untuk percaya, percaya atas segala hal yang berlaku bagi saya.

“Saya percaya pada kalian,” ujar saya selalu. Mengapa kata-kata usang seperti itu menjadi pegangan saya dalam bekerja sama dengan orang lain? Karena saya pernah merasakan bagaimana sakitnya tidak dipercayai. Ketika orang yang benar-benar dekat secara keluarga dengan saya, hanya menaruh sepotong kepercayaannya pada saya. Selebihnya? Selalu saja skeptis.

Ketika saya telah mencapai titik klimaks dalam hidup saya, ketika kepercayaan itu benar-benar tidak bisa saya terima sepotongnya lagi, ketika cacian dan ungkit-ungkit masa lalu dan kesalahan saya mencuat ke permukaan, ketika kilas masa silam terekam jelas dalam benak saya, semua menyambung satu demi satu, berpilin, maka saya memutuskan untuk keluar dan memulai semuanya sendiri. Jikalau orang berkata saya adalah sebuah kesalahan, apakah tidak lebih salah orang yang telah menyebabkan hadirnya kesalahan itu?

Saya tahu rasanya tidak dipercayai. Saya merasakan sakitnya. Oleh karena itu, saya tidak ingin mereka yang saya percayai merasakan hal yang sama. Saya terkadang menghindari segala hal buruk yang pernah terjadi pada saya. Saya belajar dari masa lalu. Saya belajar darinya, untuk tidak menjadi dirinya.

Saling percaya, lugasnya, adalah media komunikasi antara dua belah pihak. Jika salah satunya tidak mempercayai salah satunya, bagaimana mungkin suatu kerja sama akan terbentuk? Jikalau salah satunya skeptis terhadap yang dilakukan oleh salah satu yang lainnya, bagaimana mungkin kerja sama akan terjalin rapi? Terkadang, memang butuh pengorbanan mental untuk bisa mempercayai orang lain, apalagi untuk orang-orang yang dalam penilaian orang lain sangat berbeda.

Sebaik-baiknya kerja sama adalah memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada orang lain. Sederhananya, percayakan saja padanya. Just believe it! Bagaimana kalau tidak sesuai dengan yang diharapkan? Untuk membangun “sesuatu” yang baik, butuh sedikit pengorbanan yang “baik”. Yang dibutuhkan, cukup belajar, belajar, dan belajar. Setiap orang bisa salah.

Tapi, tahu tidak, saya termasuk orang-orang “aneh” yang suka memandang orang lain dari sudut persepsi yang berbeda. Saya tidak suka mengikuti cara kebanyakan orang. Saya lebih menyukai “cara sendiri”. Dan membuat segalanya terlihat berbeda…


--Imam Rahmanto--

You Might Also Like

0 comments