Minggu, Pagi, Ini, Santai

April 28, 2013

Baca Juga

Saya belum lagi menyelesaikan bacaan koran pagi ketika salah seorang senior saya datang di redaksi dengan pakaian olahraganya lengkap sambil menggandeng tas ranselnya.

“Mau kemana pagi-pagi begini, Kak?” tanya saya menyapa.

“Mau olahraga pagi, dong! Kita kan mau sehat,” jawabnya.

Saya lepas tertawa mendengarnya. Tidak biasa. Tidak biasanya salah seorang senior saya yang berbadan besar dan agak gemuk itu mau berolahraga sepagi ini di waktu luangnya di hari Minggu. Biasanya malah menghabiskan waktunya untuk mendengkur di rumah. Atau paling tidak sekadar main PS.

“Sebenarnya saya sudah agak telat. Semalam habis begadang nonton bola,” lanjutnya lagi sambil memilah-milah sepatu yang ada di depan redaksi. Ada banyak sepatu yang bertumpuk tak terurus disana. Hampir semuanya sepatu olahraga, termasuk sepatu olahraga miliknya. Saking lamanya tak pernah terpakai, mungkin sepatu-sepatu itu bakal menumbuhkan pohon-pohonnya sendiri. :)

“Sendiri aja, Kak?” Saya penasaran. Tidak biasanya seperti ini. Biasanya, cuma saya dan beberapa orang (lebih muda) yang lainnya yang seringkali menghabiskan waktu di Minggu pagi. Entah itu sekadar jalan-jalan pagi di Anjungan Pantai Losari ataupun menghadiri acara-acara tertentu disana.

Ternyata, lanjutnya lagi, salah seorang senior lainnya sudah menunggu disana. Mereka sudah janjian. Sudah nyaris sebulan lamanya, setahu saya, salah seorang senior yang lain itu menghabiskan Minggu paginya dengan berolahraga pagi sekadar berlari-lari mengitari Taman Macan (Makassar). Dinamakan Taman Macan, mungkin, karena ada patung Macannya disana. Saya pernah berjumpa dengannya ketika sedang bersantai dengan teman-teman di Anjungan Pantai Losari.

Tik..tok…tik…tok…

Saya berpikir sejenak. Baru saja saya ingin melanjutkan bacaan saya dengan novel yang sudah ada di samping saya, pilihan pagi ini telah datang. Saya berencana membacanya seusai membaca Koran pagi ini.

Mm…saya ikut ya, Kak?” pinta saya, yang langsung disetujuinya. Tanpa butuh waktu lama, saya segera menyimpan buku saya. Membawa masuk kembali gelas berisi air putih yang menemani saya pagi ini. Tiada Cappuccino, air putih pun jadi.

Lha, kau cuma pakai begitu?” ujarnya melihat pakaian saya saya yang tidak berganti sama sekali. Hanya jaket lusuh yang menjadi tambahan pakaian saya. What’s the matter? Saya hanya mengangguk dan berkata, “Saya kan cuma mau cuci mata sekaligus jalan-jalan saja disana.” Lagipula, saya tidak punya baju olahraga yang tersimpan di redaksi. Setiap minggu juga begitu, kok.

“Ya sudah. Ayo let’s go! Oh ya, ini, kau yang bawa. Karena penampilanmu bukan untuk berolahraga,” ujarnya lagi sambil menyerahkan tas ranselnya yang agak berat pada saya. Isinya, saya bisa menebak, kamera DLSR Canon yang selalu saja menjadi bawaannya. Olahraga pagi pun mesti narsis ya?? 

Kami pun beranjak dari redaksi, dan dengan mengendarai motor menuju tempat “pelarian” kami.

Yah, hari ini hari Minggu. Hari libur buat sebagian besar para pekerja di Indonesia. Saya pikir, diantara tujuh hari dalam seminggu itu, memang sudah sepantasnyalah kita menyisihkan waktu barang sehari untuk bersantai. Membebani pikiran dengan hal-hal berat seyogyanya diringankan dengan kegiatan-kegiatan santai.

Di taman yang kami kunjungi, Taman Macan, nampaknya sudah menjadi ritual mingguan bagi warga Makassar untuk berolahraga. Sebenarnya bukan hanya sekadar olahraga juga. Ada banyak kok kegiatan-kegiatan santai yang juga dilakukan orang-orang lainnya.

Ketika berjalan di selasar-selasar yang dinaungi oleh rerimbunan pohon, saya bisa menyaksikan langsung orang-orang yang bermandi keringat habis berlari mengelilingi taman. Anak-anak muda duduk-duduk bersantai sembari menghirup udara pagi. Bahkan anak-anak kecil juga diajak orang tuanya untuk berlari-lari di sepanjang selasar itu.

Dari penampilannya, kebanyakan dari mereka adalah orang-orang kalangan menengah ke atas. Mungkin, mereka memutuskan untuk bersantai di sela-sela kesibukan yang menjadi rutinitas mereka. Mungkin pula, hanya di tempat seperti itu mereka bisa lepas tertawa, menertawakan kehidupan dan kesibukan mereka masing-masing.

Seperti halnya demikian, saya senang menghabiskan waktu pagi. Apalagi di hari-hari libur seperti ini. Merasakan hawa dan suasananya seolah-olah memberi kita arti kehidupan baru. Memberikan kita semangat untuk kembali kuat di esok hari.

Apa salahnya menghabiskan waktu beberapa jam di waktu pagi seperti ini? Sekadar membuang semua pikiran-pikiran tentang rutinitas sehari-hari. Bercerita lepas. Apa saja. dan kepada siapa saja.

“Ini akan menjadi ritual saya setiap minggunya. Kalau hari ini bisa lari dua putaran, maka minggu depan bisa lari tiga putaran. Setidaknya ada peningkatan sedikit-sedikit lah,” ujarnya sambil tertawa, yang kemudian disambut tawa kami. Meskiun saya meragukannya, saya ikut senang menyaksikan orang lain bisa bersantai pagi di sela-sela kesibukannya.

Pagi hari, Minggu, saatnya bersantai. Diakhiri dengan bubur ayam, di bawah rerimbunan daun-daun pohon mahoni.

“Saya jadi punya ide, kenapa tidak kalian membuat acara Minggu ceria?” usulnya di tengah perjalanan pulang kami. Hmm.. ide yang cukup bagus...


--Imam Rahmanto--

You Might Also Like

0 comments