Konsistensi dan Komitmen

Maret 06, 2013

Baca Juga

(google.com)
#7day7post telah berakhir. Seru-seruan yang kami buat sendiri, hanya untuk mengukur se-aktif apa kami dalam mempublikasikan tulisan kami telah menunjukkan hasilnya.Kita jadi tahu, sebesar apa kepedulian kita atas komitmen yang telah dibuat meski untuk hal-hal sepele. Seusngguhnya, bagi saya, hal-hal kecil itu tidak berarti tak penting Karena pada kenyataannya, hal-hal besar selalu dibangun dari hal-hal yang kecil.

Sejelek-jeleknya tulisan adalah tulisan yang tidak pernah dibaca orang lain, hanya untuk konsumsi pribadi. Kita tidak akan pernah tahu, siapa yang akan tertawa oleh tulisan kita. Kita tidak akan pernah menyangka ada orang yang diam-diam tersenyum membaca tulisan kita. Atau mungkin saja ada seseorang di luar sana yang menangis, terharu oleh perasaan yang kita salurkan melalui tulisan itu. Atau mungkin, kita bisa membagi sedikit motivasi dan inspirasi bagi orang-orang di luar sana. Percaya atau tidak, tulisan selalu mencerminkan kepribadian penulisnya. Seakan-akan ia meniupkan ruh ke dalam tulisannya. Tak heran jika sebagian tulisan itu mampu memprovokasi.

Memang sulit untuk mencoba konsisten dengan segala hal yang kita buat. Bahkan makan tiga kali sehari bagi mahasiswa seperti saya saja susahnya minta ampun. Bukannya karena saya tidak mampu, melainkan hal itu terkadang bukan menjadi prioritas saya. Jadinya, “tidak mau” bisa saja berubah menjadi “tidak mampu”.

Dalam dunia designing dan layouting saya diajarkan untuk benar-benar konsisten atas rancangan saya. Kekonsistenan atas desain saya akan memberikan identitas atau ciri khas bagi pekerjaan saya. Biasanya, seorang designer punya ciri khas atas desain yang dibuatnya.

“Jangan terlalu banyak mengumbar-umbar jenis font atau huruf,” kata salah seorang senior.

“Jangan terlalu banyak menggunakan warna,” kata senior satunya lagi.

“Susunannya harus rapi, jangan dibuat miring-miring, atau oleng-oleng” katanya lagi.

Alamak, saya jadi bingung harus menuruti yang mana?

Pada dasarnya, semua benar. Di satu sisi, kita memang dituntut untuk konsisten. Namun, di sisi lain kita harus tahu caranya kreatif mendobrak ke-konsisten-an itu. Konsisten “banget” pun akan membuat dunia saya terasa kaku. Ada hal-hal yang terkadang harus kita ubah tanpa harus menghilangkan ciri kekonsistenan kita itu.

Nah, ketika sudah berkomitmen terhadap sesuatu, sudah sewajarnyalah kita menjalankannya sebagai salah satu prioritas kita. Seperti halnya kuliah, merupakan komitmen yang kita buat dengan orang tua maupun diri sendiri. Bekerjasama dalam sebuah organisasi, merupakan komitmen yang kita bangun bersama teman-teman sesama anggota organisasi. Semuanya, patut dilaksanakan dengan tanggung jawab. Konsisten dengan komitmen yang telah dibuat sewajarnya.

Melalui hal-hal kecil, yang mungkin bagi sebagian besar orang tidak penting, maka saya belajar untuk berkomitmen. Bagi saya, menulis itu bukan “hal kecil”. Tahu tidak, bagaimana susahnya nyari sambungan internet di saat kondisi finansial sedang tak menentu? Saya tahu dan merasakannya… :)

Konsisten. Disiplin. Ketekunan. Apapun itu bentuknya, saya hanya selalu berusaha untuk memenuhinya. Tentu dengan cara-cara yang kreatif pula. Bagaimana tidak, hal-hal besar selalu dimulai dari hal-hal kecil, bukan?


--Imam Rahmanto--

You Might Also Like

0 comments