Adikku, Sabar ya...
![]() |
(google.com) |
“Kak, kapan pulangnya?”
Akh, hatiku terasa berat untuk menjawabnya. Lidahku kelu. Aku sendiri kenyataannya masih belum bisa menentukan waktu yang tepat untuk menemuimu beserta Pak'e dan Mak'e.
“Nanti kalau ada waktu libur dan waktu kakak sudah kosong, kakak bakal pulang, kok,” Jawaban yang selalu sama kulontarkan padamu. Apa kau mengeluh? Tentu saja tidak. Untuk menyembunyikan kerinduanmu itu kau lebih banyak bercerita tentang sekolah dan teman-temanmu. Tentang guru-guru baru. Tentang guru-guru lama yang selalu menanyakan keadaanku. Tentang ujianmu. Tentang notebook yang selalu kujanjikan untukmu. Aku senang mendengarnya. Senang bisa merasakan engkau masih cerewet, tidak jauh berbeda denganku. :)
Oh ya, bagaimana kabar Pak’e dan Mak’e? Semoga saja mereka juga masih merindukanku, meskipun aku sendiri sangat jarang melepas kerinduan pada mereka lewat telepon. Menyediakan waktu luang untuk menelepon saja aku masih harus berpikir dua kali. Ehm… kau tahu sendiri kan bagaimana kondisiku selama ini dengan ayah? Aku hanya tidak ingin mendengarkan segala hal yang tidak diinginkan oleh hatiku. Tapi, ternyata malah Pak’e sendiri yang selalu menelepon dan mencoba menanyakan kabarku. Maaf, aku masih belum bisa menghilangkan sebagian besar masa lalu itu…
Aku tahu dari cerita-ceritamu tempo hari, engkau kini sudah kelas 3 SMP. Padahal aku menebak waktu itu engkau masih di seputar kelas 2 SMP.
“Bukan! Ih, kakak ndak tahu tentang adiknya sendiri,” ujarmu membenarkan.Yah, mau bagaimana lagi? Ada banyak hal yang silih berganti menempati pikiranku hingga segala hal tentang keluarga dan juga kau sedikit terlupakan. Maaf, ya... Tapi nama lengkapmu selalu aku ingat, kok. Dewi Rahmayanti. #ngeles. Malah, tanggal lahirmu menjadi password pembuka pin kartu GSM-ku.
Dan aku tahu, pasti tubuhmu masih “berisi” seperti empat bulan yang lalu, bukan? Bukan, bukan. Karena engkau memang sejak kecil sudah lebih "berisi" dibandingkan aku. Aku selalu merasa, ada yang salah denganku, ketika menyaksikanmu begitu tembem dan menggemaskan. Sebanyak apapun aku mengonsumsi makanan bergizi, berat badanku tak akan naik. Minum obat cacing pun kayaknya tidak bakalan mempan. Hehe..
Tapi, dengan gemuk yang “cukup” itu menandakan engkau masih sehat dan selalu ceria. Biar gemuk, masih saja jadi yang paling kecil diantara teman-temanmu yang lain. Hahaha..
Oke, sudahlah. Berhenti mengolok-olokmu. ^_^. Padahal sebenarnya aku sangat merindukan bisa mengolok-olokmu di rumah. Menyuruh-nyuruhmu membantu ibu. Atau bahkan berkelahi denganmu hanya karena masalah-masalah sepele. Biar perempuan, kalau denganku, engkau tak mau kalah begitu saja. Apa kabar denganmu? Apakah engkau sudah bisa membantu ibu di dapur?
Oke, oke. Terlepas dari semua kerinduanku untuk pulang ke rumah, aku tetap senang melihatmu tumbuh dari sini. Aku juga sangat berharap, engkau bisa membangun mimpimu dari sekarang. Semiskin-miskinnya keluarga kita, selama aku dan engkau punya impian, segala hal yang “tak mungkin” akan menjadi “pasti”. Percaya itu. Just believe it!
Engkau tak perlu risau, apakah engkau akan bisa melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi di kota ini. Atau malah di perguruan tinggi di Jawa, tempat kelahiran Pak’e dan Mak’e beserta semua keluarga kita berada. Pasti bisa! Selama engkau selalu menanamkan impian itu 5cm di depan keningmu, semua bakal terwujud. Mengutip dari film yang pernah kakak tonton. ^_^.
Oh ya, nampaknya aku juga ssat ini masih belum bisa memenuhi janjiku padamu. Engkau pasti selalu menantikan notebook yang selalu kujanjikan tiap meneleponmu.
“Nanti kalau kakak sudah punya uang , banyak, biar kakak saja yang belikan notebook untukmu,” ujarku selalu. Karena aku sendiri yakin, meskipun entah kapan, kelak janji itu akan kupenuhi untukmu. Hanya persoalan waktu saja, adikku.
“Iya, Kak. Disini juga aku biasanya kerja tugas sama teman-temanku yang punya laptop. Biasa juga sama-sama online. Di sekolahku juga sudah ada hotspotnya. Oh ya, disana juga…” ceritamu tentang laptop beserta kawan-kawannya. Akh, kau begitu mengidamkan memiliki produk canggih itu. Tunggulah sebentar lagi.
Wah, maaf ya, Wi. Aku harus mengakhiri suratku ini dulu. Ketika menulis surat ini, aku sedang berada di rumah salah seorang temanku. Mengerjakan sedikit bisnis kecil. Tuh, kan! Aku tidak bisa berlama-lama meninggalkan mereka hanya untuk bercerita panjang denganmu. Lain kali, akan kita sambung lagi deh surat ini.
Selain itu, aku bela-belain menuliskan surat ini untuk memenuhi #days7letters yang beberapa hari kemarin telah aku sepakati dengan teman-temanku. Yah, setidaknya sedikit melatih konsistensi dan kecakapan menulis. ^_^. Semoga disana engkau juga suka dengan menulis dan membaca.
Nah, terakhir, sampaikan salamku buat Pak’e dan Mak’e ya!! See yaa!
--Imam Rahmanto--
0 Comments