Coto...
Desember 15, 2012Baca Juga
info-makassar-info.blogspot.com |
Sekali-kali mencari bahan tulisan lain lah, sekalipun kuliner.
Namanya Coto. Meskipun namanya mirip dengan Soto (hanya berbeda satu huruf), namun pengolahan maupun penyajiannya sangatlah berbeda. Soto sebagian besar berasal dari pulau Jawa, entah tepatnya dimana. Ada beragam jenis soto yang kemudian berkembang tanpa jelas asal-usulnya. Hanya saja, saya merasa, mungkin saja antara Soto dengan Coto punya hubungan kekerabatan yang cukup dekat. Yeah, who knows?
Saya teringat ketika dulu pertama kali menginjakkan kaki di kota seribu lampu ini. Salah satu makanan yang paling saya ingin untuk cicipi adalah Coto. Hanya saja, kala itu saya masih memiliki permasalahan “klasik” anak rantauan. Saya tidak begitu tertarik menghabiskan uang hanya untuk persoalan makanan yang tidak penting. Yah, meskipun saya terkadang dibuat iri dengan teman-teman yang sudah sekian kali menyantap makanan berlemak itu. Dan pada akhirnya, saya bisa menikmatinya pertama kali atas traktiran teman saya. Hehehe… sampai saat ini juga saya malah selalu "free" menikmatinya di tempat-tempat yang berbeda.
Coto biasanya disantap dengan perpaduan ketupat (khas lebaran). Meskipun ia berupa kuah atau sup yang diisi daging sapi, tidak sreg rasanya jika menyantapnya dengan nasi atau makanan lainnya. Kata teman saya, “Mungkin karena tekstur ketupat lebih padat, tidak terpisah seperti nasi,” lebih enak untuk disendok atau dipotong sambil dicelupkan ke mangkuk kuahnya. Aduh, mangkuknya diporsikan kecil.
Selain itu, saya juga belum pernah menemukan coto yang diolah dengan bahan dasar daging ayam.
“Kenapa?”
“Daging sapi itu lebih keras dibaningkan daging ayam. Selain itu kandungan lemaknya juga lebih banyak,” jawab salah seorang teman saya.
Pun, daging ayam selayaknya diolah menjadi Soto. Seingat saya seperti itu. Sebaliknya, saya tidak pernah menemukan Soto yang diolah dengan bahan dasar daging sapi itu. Nah, mungkin, itulah yang menjadi perbedaan unik diantara keduanya.
Bagaimanapun juga, di Makassar ini sebenarnya masih ada banyak makanan khas lainnya yang patut dicoba. Mulai dari Konro maupun Pallubasa. Menghabiskan waktu lebih dari tiga tahun disini seharusnya memberikan waktu yang cukup bagi saya untuk mencoba kesemuanya itu. Hmm, hanya saja,… it just about time…
--Imam Rahmanto--.
0 comments