Singkat dan Nekat
Saya seharusnya telah tertidur sejak tadi. Sepulang dari tugu kota, saya sudah diantarkan Fathir dan Anti di kost seorang teman lainnya, Aprisal. Adik kelas saya itu menjadi alternatif untuk menghabiskan waktu istirahat semalam di Jogja.
"Jadi mau kemana saja besok, Kak?" tanya Aprisal di sela-sela kantuknya. Kamarnya juga masih kosong.
Belum ada perlengkapan seperti anak-anak kost pada umumnya. Usianya sebagai penduduk kota Jogja masih belum genap sebulan. Keesokan harinya, dia harus menghadiri absensi pertamanya sebagai mahasiswa Magister.
"Menurutmu, kemana bagusnya?"
"Wah, kalau saya malah ndak tahu, Kak. Saya belum genap sebulan disini. Belum sempat kemana-mana, cuma di kost saja," akunya.
"Yah, tanya Google saja lah. Lagipula adami juga motornya Anti na titip. Biar sendiri juga, ndak masalah lah," ujar saya kemudian.
![]() |
Senja di kota Jogja (Foto: Imam Rahmanto) |
Rencana biasanya berubah tak terduga. Seorang teman sekelas di kampus dulu, Rahman ternyata berada di kota yang sama. Saya baru tahu, ternyata dia melanjutkan kuliah magisternya di universitas tertua disana. Berbekal beasiswa LPDP. Jadilah, saya berdua menyusuri beberapa tempat di kota Jogja dengannya.
Akan tetapi, jangan berpikir jika teman saya satu ini juga melintasi banyak jalan seperti penduduk pribumi. Nyatanya, kami menysuri kota masih dengan bekal Google Map.
"Yah, di depan belok kiri. Eh, salah, harusnya tadi, lorong pertama sebelumnya," berkali-kali saya harus rangkap sebagai navigator.
"Bagaimana sih caramu lihat peta?" kesalnya jika sudah salah jalan. Kami hanya balas tertawa satu sama lain.
Saya tetap menikmatinya. Ketidaktahuan kami justru berbuah hal-hal konyol di kota itu. Tempat-tempat, yang juga belum pernah dikunjunginya sebagai "senior" kota itu.
Museum lukis Affandi jadi tujuan kami saat mendapati studio Upside Down World Jogja masih tutup di pagi hari. Di media sosial, saya sebenarnya mendapati salah satu ajang foto-foto itu lagi nge-hits. Sayangnya, studio yang berada di sekitar jalur Ring Road itu baru buka di atas pukul sepuluh.
Galeri lukisan yang saya kunjungi itu cukup memikat. Saya menyempatkan diri untuk menyimpan beberapa bahan cerita dan obrolan untuk dijadikan sebagai naskah berita. Selain berniat jalan-jalan, saya bisa "menyelam sambil minum air". Tak ada tuntutan, namun jadi sebuah kebutuhan.
Sebagai seorang Bibliophile, toko buku adalah tempat wajib yang harus saya kunjungi di mana saja. Apalagi Jogja, yang terkenal dengan stok buku-bukunya untuk mahasiswa. Saya menyambangi dua tempat, yang salah satunya tak jauh beda dengan toko buku kebanyakan. Sementara satunya lagi, di Shopping Center, benar-benar memanjakan gairah berbelanja buku. Jika butuh buku terbitan lama, pusat penjualan buku di dekat Taman Pintar itu bisa jadi pilihan utama. Meski kualitasnya KW, paling tidak bisa menambal beberapa edisi buku yang tak lagi diterbitkan zaman sekarang.
Jogja yang identik dengan Malioboro, juga tak luput dari kunjungan kami. Untuk daerah ini, kami tak memerlukan Google Map. Rahman sudah sangat paham dengan lokasi pusat perbelanjaan dan oleh-oleh itu. Sepanjang jalan beraspal, delman juga ramai berjejer menandakan banyak wisatawan asing yang ingin meinkamti kota Jogja dengan perlahan. Untuk menuntaskan
Tujuan terakhir, kami berkunjung ke Prambanan. Itu di penghujung waktu. Selain Rahman, Anti dan Aprisal juga menyempatkan diri menikmati senja dari sana. Dengan sedikit paksaan, Aprisal yang sempat ingin "mager" di kamar kost, akhirnya mengiyakan ajakan seniornya.
"Saya juga tak tahu dimana itu Prambanan," kata Aprisal.
"Gampanglah. Kan sudah ada petanya. Katanya Anti juga, lokasi sudah kelihatan dari jalan poros," jawab saya.
Dan benar saja, kami sudah disuguhi puncak salah satu candi dari jalan poros. Meski jadwal buka candi hanya sampai pukul tiga sore, kami tetap saja diperkenankan masuk. Sebelum pukul enam, semua wisatawan sudah wajib keluar. "Tak apalah. Pas. Karena pesawat saya take off jam 6," gumam saya dalam hati.
1. Cool Itinerary
2. Runway
4. Berkawan
5. Calo(n) Perjalanan
6. Tempias yang Bias
7. Dari Nol Kilometer
Ps: Sebenarnya saya ingin meluangkan banyak waktu untuk bercerita segala hal tentang Jogja. Nyatanya, waktu terus berjalan dan membuat saya terperangkap dalam kisah-kisah itu. Di sisi lain, saya punya banyak hal lainnya di kepala yang ingin dipulangkan pada "rumah" tersayang ini.
0 Comments