Menyelam Dalam-dalam

Oktober 06, 2015

Baca Juga

(Sumber: blog.lewispr.com)
"Kemarin bertemu penjahat. Hari ini bertemu pejabat. Besok ketemu pejabat yang penjahat."

Saya selalu terngiang anekdot semacam itu. Di dunia jurnalistik, mungkin hampir semua pewarta tahu maksudnya. Mereka tahu bahwa berjalan di dunia "belakang layar" harus menyiapkan bekal psikologi berganda. Nah loh?

Semakin menyelami dunia jurnalistik, saya kian belajar memahami beragam karakter individu. Ada banyak orang yang saya temui. Mereka masing-masing memiliki karakter kepribadian yang berbeda-beda. Nah, sebagai seorang pewarta, saya harus tahu menempatkan diri demi menjalin komunikasi yang baik dengan mereka.

Di lembaga kampus tempat saya mendasari pengalaman jurnalistik, LPM Profesi, saya selalu teringat dengan anjuran seorang kakak senior,

"Kalau wawancara dengan narasumber, habiskanlah waktu paling sedikit 15 menit. Kalau materi wawancaramu habis 5 menit saja, sisa waktu 10 menit bisa dipakai untuk berbincang bebas dengan narasumber. Apa pun topiknya. Toh, itu akan menjalin keakraban lebih dari sekadar hubungan wartawan-narasumber."

Di dunia yang lebih luas, saya menekuni hal semacam itu. Saya bertemu dengan berbagai macam karakter. Mulai dari yang ngotot, lemah lembut, cuek, ramah, hingga yang selalu berapi-api. Tantangan itu saban hari mengolah alur di kepala untuk membaca kepribadian orang lain, dari sekadar komentar yang dilayangkannya, hingga caranya memperlakukan wartawan.

Secara tidak langsung, para pewarta harus belajar ilmu psikologi itu. Mereka harus mendalami peran ganda di lapangan. Entah sebagai orang baik, atau orang yang seolah-olah jahat.

Anggap saja, ketika kita berkumpul bersama segerombolan preman, kita juga mesti berlaku selayaknya seorang preman. Namun bersikap seperlunya saja. Tanpa terlalu jauh berpartisipasi hal-hal buruk lainnya. Kalau bergabung dengan kalangan elit borjuis, ya sikap juga harus menunjukkan sebagai orang-orang bermartabat. "Wartawan itu tahu banyak, meski sedikit-sedikit"

Melalui pengalaman yang saban hari digeluti, wartawan semestinya kian paham bagaimana berposisi ganda. Minimal, sesuai dengan kebutuhan berita yang hendak ditulisnya.

Baru-baru ini saya diajak meliput perhelatan kualifikasi sepak bola nasional di luar Sulsel. Tak jauh. Hanya berjarak 6 jam perjalanan darat dari Makassar.

Rentang dua hari bersama para narasumber, saya jadi banyak tahu rahasia-rahasia kecil. Bahkan beberapa informasi latar belakang mulai tergali sedikit demi sedikit. Hal-hal lucu sekalipun tak ditutup-tutupi jika interaksi yang terjadi tak lagi sekadar wartawan-narasumber.

Saya memang bukan alumni jurusan psikologi. Saya justru berasal dari ilmu eksak. Akan tetapi, saya selalu menghargai pertemuan dengan orang-orang baru. Berinteraksi. Menjajal komunikasi. Bahkan, kalau perlu, ya sedikit Kepo-lah. *Bukankah itu salah satu hal menariknya? Mendapatkan informasi yang tidak banyak diketahui publik secara luas.

Dari bertemu orang-orang baru, dengan segala latar belakangnya, memberikan pemahaman untuk tidak gemar menjustifikasi. Serius. Kelak, kita akan memahami bahwa segala kejadian selalu ada akar pemicunya. Tak ada asap tanpa api.


--Imam Rahmanto--

You Might Also Like

0 comments