Membaharukan

Agustus 01, 2015

Baca Juga


"Kapan terakhir kalinya kamu melakukan sesuatu untuk pertama kalinya?"  (Sumber: LifeStyle Updated)
"Semenjak di desk itu, kau semakin paham berbicara tentang bola,"

Komentar yang kerap kali saya temui di setiap kesempatan berjumpa denga teman-teman. Ya, saya hampir lupa. Teman-teman mengenal saya lebih dari sekadar apa yang terlihat oleh mata. Kita mengenal lewat getaran hati. Sadaaap...

Saya masih ingat bagaimana "kudet"seorang Imam Rahmanto mengenai salah satu olahraga itu. Saya takkan terlupa bagaimana redaktur menghakimi saya atas bahasa "tendangan sembarang" yang kini jadi slogan teman-teman meledek saya. Saya selalu ingat, bagaimana saya harus mencari-cari kosa kata yang tepat untuk kalimat-kelimat pertandingan olahraga. Hingga saat waktu harus diputar diantara keriuhan percakapan kami, teman saya paling senang bercerita,

"Memulai tulisannya di liputan olahraga dulu, dia membuka setiap halaman olahraga koran-koran di depannya. Dia mengetiknya sambil tak lepas memandangi kalimat-kalimat ala laporan olahraga,"

"Dulu dia sampai bertanya, beda striker dengan gelandang apa ya?"

Kalau mengingat-ingat waktu sebulan kemarin itu, saya jadi geli sendiri. Saya serasa ingin menertawakan diri saya sendiri. Aduh, tapi saya tidak boleh tertawa terlalu lebar. Nanti gigi saya yang patah kelihatan. _ _"

***

Belajar adalah kewajiban setiap orang. Bukankah hadits maupun ayat suci mewajibkan setiap manusia untuk menuntut ilmu? Tak ada batasan dalam mencari ilmu apa yang hendak dicapai. Selama ia tetap pada kodrat kebaikan dan bermanfaat bagi sesama manusia. Tidak, bahkan jika memungkinkan, ilmu itu mesti bermanfaat bagi seluruh makhluk hidup.

Saya harus mengakui, pikiran-pikiran di kepala saya kini lebih membuka wawasannya terkait olahraga mendunia itu. Meski saya bukan salah satu fanatiknya, pikiran saya tak luput mencernanya. Diantara sekian ratus hal yang tak ingin saya temui, ternyata saya dipatok berada pada salah satunya. Akan tetapi, kita harus selalu percaya, Tuhan tak pernah salah mengatur skenarionya, bukan?

Saya harus mengakui, mencoba hal-hal baru memang lebih menantang. Wajar ketika saya menolak tawaran redaktur yang hendak "memudahkan" saya dengan memindahkan ke desk lain, yang menurutnya mungkin lebih saya pahami. Saya mencoba memaksa diri untuk melewati batasan kemampuan (yang sebenarnya salah disimulasikan kepala) yang saya miliki. Saya menikmatinya.

Belajar dari bagian terkecil memang cukup menyenangkan. Bahkan, orang-orang yang mempelajari sesuatu dari "nol" kerap tak bisa menyangkal ilmu yang bakal diadaptasinya. Seperti yang selalu dikatakan dosen saya, belajar adalah dari "tidak tahu" menjadi "tahu". From nothing to something. Kalau hidup hanya sekadar mengejar sesuatu hal yang sudah "diketahui", hidup takkan berbuah "hidup", pengalaman takkan melahirkan keterampilan. Mencoba hal-hal baru memang selalu lebih menyenangkan dan meng-upgrade isi kepala. Belajarlah dari itu.

Tak perlu mematok kadar kebencian terhadap sesuatu. Terkadang sesuatu yang kita benci justru menjadi hal paling menyenangkan untuk jalan hidup kita.

Kita menjalani hidup adalah untuk selalu belajar. Memperkaya ingatan dengan sesuatu yang bermanfaat. Menjajal pengalaman dengan hal-hal baru. Karena belajar; from nothing to something; adalah tugas kita dari buaian sampai liang lahat.

***

Tuhan itu sutradara yang baik bagi semua orang. Tak ada yang menyamai rentetan skenario yang telah dibuatnya. Dari hal paling kecil, hingga hal paling kompleks sekali pun telah diperhitungkan dalam skala dan kadar yang kita sendiri tak mampu mencernanya. Seharusnya kita sadar.


--Imam Rahmanto--

You Might Also Like

0 comments