(S)Talking

Juli 28, 2015

Baca Juga

(Sumber: google.com)
Jelang tengah malam, seorang perempuan belum lelap dalam mimpinya. Di ujung kamar, sembari berbaring malas-malasan, ia menyentuh dan menggerakkan jemarinya pada layar gadget model terbaru. Mungkin, ia baru membelinya setahun perkenalannya dengan dunia kampus.

Matanya yang lentik tekun menyusuri satu-satu tulisan yang lewat di hadapan wajahnya. Antara matanya yang sayu dan layar yang mulai kusam, hanya berjarak sejengkal tangan halusnya.

Apa yang sedang kau lakukan? | Aku sedang mencari tahu tentangnya.

Siapa? | Kau pasti tahu. Tak usah pura-pura bodoh.

Mana aku tahu kalau kau tak memberitahuku? | Bukannya kau orang paling kepo di dunia?

Akh, pekerjaan itu sudah lama kutinggalkan | Aku tak percaya.

Terserahlah | Kau bisa kan memeriksa kebenarannya.

Aku bukan seorang psikolog. | Jangan melempar kesalahan pada seorang psikolog. Zaman telah berubah.

Maksudmu? | Kau ingin tahu, periksa saja jejaring sosialnya.

Sesekali, wajah perempuan itu menegang. Belum berselang lama, tiba-tiba merengut. Atau tidak, ia mengerutkan keningnya. Aduh, sungguh wajah perempuan agak pelik ditebak. Tak tahu mengapa, matanya lantas berkaca-kaca tanpa permisi. Seandainya kalian mengerti irama jantung, mungkin saat ini kalian akan mengerti bagaimana detak jantung bekerja lewat penglihatan. Tulisan yang dibacanya berpengaruh pada saraf otaknya dan memberikan respon sepersekian detik pada memori dan cara detak jantung.

Temannya pernah menasehati, "Berhentilah mengusik kehidupanmu dengan mengusik timelinemu." Saban malam, ia mengantar lelapnya dengan membuka akun jejaring sosial. Salah satu akun tak pernah luput diperiksanya. Ditarik satu-satu, hingga berulang tulisan yang telah dibacanya kemarin. Ia hanya menjawab pilu, "Aku hanya ingin tahu bagaimana kabarnya"

***

Stalking. 

Di dunia perjejaringan maya, tak ada yang tak mengenalnya. Setiap orang bahkan tak lepas melakukannya. Tanpa dikomando, kita sebenarnya sudah sampai pada tahap itu saat mengulur timeline hingga ujung terbawah. Stalking itu tak terbatas pada orang yang dituju. Meskipun arti sebenarnya adalah "penguntit", namun stalking populer di kalangan remaja. Apalagi saat jejaring sosial sudah mulai mewabah dan bisa diakses dimana-mana.

Beberapa dari kita memilih diam-diam mengamati akun-akun itu. Lantaran kita, para manusia, ingin ternama, maka ramai-ramailah kita berlomba memamerkan segala hal tentang diri. Orang lain tak butuh banyak bertanya hanya untuk tahu kita-ada-dimana atau sedang-apa. Stalking meraja.

Kita seolah sudah lupa bagaimana cara berkomunikasi yang benar. Ingin tahu tentang kabar seseorang saja harus dengan stalking. Sementara tulisan-tulisan yang bertebaran di timeline hanya bersifat satu arah. Stalker hanya tahu sebatas apa yang dibaca dan diduganya. Kalau tak beruntung, ia harus dibuat kecewa harapan sendiri. 

Sebaliknya, karena dunia stalking sudah menjamur, maka orang-orang sudah pelit bicara. Mereka hanya menanti kabar temannya lewat status di dunia maya. Apa yang ingin mereka ketahui tentang seseorang, cukup ditunggu di timeline-nya. Seolah-olah juga orang yang jarang hadir di dunia maya itulah yang bakal dilupakan. Apa setiap orang berpikir bahwa segalanya akan tertuang di dunia maya? Kita sakit, apa mesti di-update dulu? Kita berlibur, apa mesti pamer dulu? 

Talking

Sementara, hal paling esensi dari sebuah komunikasi mulai dilupakan orang. Talking. Perbedaan antara keduanya hanya pada huruf yang dalam abjad berselisih satu jalan. Usai satu, muncul lagi yang lainnya untuk dilafalkan. S-T. Hanya saja, kenyataannya, satunya mengungkapkan kata lewat mulut, satunya lagi lewat tatapan selidik.

Wajar kalau salah satu brand teh di Indonesia mengajak kita untuk selalu "Mari Bicara". Saya pun belajar dari hal itu. Hubungan yang baik baru bisa dibangun lewat bicara tatap mata. Sambil nge-cappuccino semua bisa lumer di dalam hati. Tak ada yang perlu disembunyikan atas dasar bahasa yang ambigu.  

Tahukah, tatap antara dua mata tanpa berbicara sekalipun sudah menanamkan seribu bahasa dalam kepala. Ia bercakap lewat dunia nyata, yang jauh dari imaji dan kemayaan.


--Imam Rahmanto--

You Might Also Like

0 comments