9# Fluktuasi
Juni 26, 2015Baca Juga
Ramadhan#9 |
Saya tidak sempat berkeliling ke tempat posting liputan hari ini. Satu liputan sudah diselesaikan malam sebelumnya. Lagi, liputan mengenai kafe. Liputan feature, yang memang bisa membuat saya bebas menulis mengalir ala saya. I like it!
Ramadhan makin bergulir tak terhenti. Lewat seminggu. Akan tetapi, ibadah nampaknya masih patah-patah. Bulan yang pahala bisa dikali banyak-banyak, justru dihadapkan pada kesibukan banyak-banyak. Akh, tak elok rasanya kalau saya mengkambinghitamkan kesibukan. Karena saya sendiri benci dengan kesibukan.
Ada fluktuasi keimanan yang terjadi di saat usia bertambah. Ada anekdot yang berkembang, manusia baru meningkatkan intensitas ibadahnya di jelang usia tuanya. Kesadaran akan maut yang menjemput juga semakin terasa. Lihat saja, masjid lebih banyak didominasi oleh orang-orang beranjak tua. Anak muda? Mereka lebih suka menghabiskan masa (tidak sadar) mudanya dengan bersenang-senang.
Di bulan suci ini, ada kekhasan yang senantiasa selalu melekat. Orang-orang yang dulu tak pernah menjalankan ibadah, mendadak jadi rajin mengunjungi masjid. Orang-orang juga semakin gencar memasang aksesoris keagamaan di setiap penampilannya. Apakah keimanan, keagamaan bisa diukur dari penampilan semata? Akh, don't judge book by its cover.
Saya kerap mendapati hal demikian di jejaring sosial. Apa yang mereka tunjukkan, entah nyata atau sekadar meramaikan Ramadhan saja.
Saya heran saja. Kita masih sering menilai orang dari penampilan luarnya. Mereka yang dianggap beragama adalah orang-orang berjenggot dan berpakaian rapi. Sementara yang pakaiannya biasa-biasa saja dipertanyakan keagamaannya. Berhentilah berlaku demikian.
Kondisi berpuasa ini memang selalu menciptakan ibadah yang fluktuatif. Ramadhan bermula, masjid ramai kegiatan ibadah. Ramadhan jalan setengah, orang-orang mulai berguguran. Kala nyaris berakhir, isi masjid bakal kembali seperti sedia kala. Serupa lari sprint, yang lelah kehabisan tenaga di akhirnya.
Kita semestinya memang menyadari fluktuasi itu. Ibadah, bukan sekadar ditunjukkan pada momen-momen tertentu. Apalagi sampai dipamerkan di media sosial. Setiap hari, Tuhan mengajarkan kita hidup untuk beribadah.
Saya tidak sempat berkeliling ke tempat posting liputan hari ini. Satu liputan sudah diselesaikan malam sebelumnya. Lagi, liputan mengenai kafe. Liputan feature, yang memang bisa membuat saya bebas menulis mengalir ala saya. I like it!
Ramadhan makin bergulir tak terhenti. Lewat seminggu. Akan tetapi, ibadah nampaknya masih patah-patah. Bulan yang pahala bisa dikali banyak-banyak, justru dihadapkan pada kesibukan banyak-banyak. Akh, tak elok rasanya kalau saya mengkambinghitamkan kesibukan. Karena saya sendiri benci dengan kesibukan.
Ada fluktuasi keimanan yang terjadi di saat usia bertambah. Ada anekdot yang berkembang, manusia baru meningkatkan intensitas ibadahnya di jelang usia tuanya. Kesadaran akan maut yang menjemput juga semakin terasa. Lihat saja, masjid lebih banyak didominasi oleh orang-orang beranjak tua. Anak muda? Mereka lebih suka menghabiskan masa (tidak sadar) mudanya dengan bersenang-senang.
Di bulan suci ini, ada kekhasan yang senantiasa selalu melekat. Orang-orang yang dulu tak pernah menjalankan ibadah, mendadak jadi rajin mengunjungi masjid. Orang-orang juga semakin gencar memasang aksesoris keagamaan di setiap penampilannya. Apakah keimanan, keagamaan bisa diukur dari penampilan semata? Akh, don't judge book by its cover.
Saya kerap mendapati hal demikian di jejaring sosial. Apa yang mereka tunjukkan, entah nyata atau sekadar meramaikan Ramadhan saja.
Saya heran saja. Kita masih sering menilai orang dari penampilan luarnya. Mereka yang dianggap beragama adalah orang-orang berjenggot dan berpakaian rapi. Sementara yang pakaiannya biasa-biasa saja dipertanyakan keagamaannya. Berhentilah berlaku demikian.
Energy levels...
Posted by The Muslim Show on Wednesday, July 2, 2014
Kondisi berpuasa ini memang selalu menciptakan ibadah yang fluktuatif. Ramadhan bermula, masjid ramai kegiatan ibadah. Ramadhan jalan setengah, orang-orang mulai berguguran. Kala nyaris berakhir, isi masjid bakal kembali seperti sedia kala. Serupa lari sprint, yang lelah kehabisan tenaga di akhirnya.
Kita semestinya memang menyadari fluktuasi itu. Ibadah, bukan sekadar ditunjukkan pada momen-momen tertentu. Apalagi sampai dipamerkan di media sosial. Setiap hari, Tuhan mengajarkan kita hidup untuk beribadah.
“Tidaklah Kuciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56)
--Imam Rahmanto--
0 comments