Sepuluh yang Berulang (Tahun)
Januari 11, 2014Baca Juga
Yeah! Akhirnya beban di kepala saya sudah bisa sedikit terlepas. Tabloid telah terbit. Tersisa, mempertanggungjawabkannya dalam rapat triwulan hari ini. Fiuuh…
SEPULUH = SATU
Beberapa orang pernah bilang bahwa angka sepuluh adalah angka yang sempurna. Meskipun sebenarnya di dunia ini tidak ada yang sempurna, ya itu menurut sebagian orang lainnya. Tapi bagiku kalian sudah cukup sempurna untuk menjadi teman terbaikku selama ini. Kita mungkin tidak pernah berpikir sebelumnya, bagaimana Tuhan mempertemukan kita, membuat kita akhirnya menjadi angka yang 'sempurna', dan mungkin juga kita belum pernah berpikir sebelumnya betapa angka Sepuluh itu justru membuat kita menjadi 'Satu'.
Berawal dari Sepuluh, akan tetap Sepuluh, dan kita menjadi Satu...
*Friendship Everlasting. - By Andini “Dhiny” Ristyaningrum
“Aduh, kenapa ya status teman-teman kita akhir-akhir ini lebay,” canda salah seorang teman saya, Fajrianto “Iyan” Jalil.
Beberapa hari terakhir, usai kami merayakan ulang tahun salah seorang teman, beragam status bermunculan di beranda facebook. Lucu. Pokoknya perihal persahabatan 10 orang (yang menamakan dirinya Ben10). Ulang tahun salah satu diantara kami nampaknya menjadi pemicu status-status melankolis itu bermunculan satu persatu. Hahaha…
#sebenarnya beberapa hari yang lalu saya ingin menuliskan sedikit “kerisauan” ini. Hanya saja, deadline tabloid yang menekan kepala saya setiap waktu mengharuskan saya untuk mengerjakan prioritas-prioritas tertentu lebih dahulu. Namun, kenyataannya, bagaimanapun padatnya pekerjaan, nampaknya akan selalu ada waktu buat teman… :)
Saya pun membenarkan apa yang dikatakan Iyan. Adalah hal yang wajar meskipun saya sendiri sangat-amat jarang menulis postingan status di akun jejaring sosial milik saya. Akan tetapi, saya mengerti kok apa yang mereka rasakan. Kurang-lebih (pasti pas) kami membentuk ikatan perasaan yang sama.
Mendadak, teman-teman saya berubah menjadi orang-orang “romantis”. Mereka berlomba-lomba menulis sesuatu yang menggambarkan perasaan mereka tentang kami. Baik status maupun note fb. Tidak heran, beberapa hari setelah surprise untuk teman saya, Sutrisno "Cinno" Zulkifli, berpuluh-puluh notifikasi muncul setiap saya membuka akun.
Kamu biru, aku ungu. Kau tak paksa aku biru, aku tak paksa kamu ungu. Kamu coba pahami ungu, aku coba pahami biru. Kamu mencintai ungu, tanpa menjadi ungu. Aku mencintai biru, tanpa menjadi biru.
Kamu kopi, aku susu. Kamu tak marahiku karena ku tak cecap kopimu. Aku tak cerewetimu tuk hisap manis susuku. Tetapi, kedua cangkir kita bersandingan. Menghias sebuah meja bertaplak ungu dan biru. Tatap mata kita berbagi rindu.
Lalu, suatu saat kamu tuangkan sedikit kopimu di susuku. Lalu suatu saat, aku tuangkan sedikit susuku di kopimu. Kita cecap bersama. Dan tertawa bahagia. Selanjutnya, kau tetap kopi. Kopi yang sesekali mencecap susu. Selanjutnya, aku tetap susu. Susu yang sesekali menyeduh kopi.
Kamu punya hati yang lain, kupunya hati yang lain. Tapi kita sisakan ruang di hati. Kamu taruh hatiku di hatimu, aku taruh hatimu di hatiku. Kita saling membagi ruang hati, tanpa menyingkirkan hati-hati lain yang telah bertengger di dada kita. Kita tetap membuka ruang untuk hati yang lain. Tanpa saling cemburu.
Kamu bahagia tatkala aku bahagia dengan belahan hatiku yang lain. Aku bahagia ketika kau bahagia bersama belahan hatimu yang lain. Tetapi hati kita selalu bertemu, dan berpadu. Menyatu.
Aku, kau, dan sekuntum persahabatan… afifa afra - by Sudarmi "Amy"
“Kok kita jadi lebay begini ya??” tutur Iyan lagi. Hahaha….saya dan ia hanya bisa tertawa menyaksikan tingkah-polah teman-teman kami di jejaring sosial. Setidaknya, kami merasa lucu. Kami merasa terhibur. Kami merasa rindu akan momen-momen yang dulu pernah membuat kami selalu bersama.
Yah, kemungkinan memang, kami merindukan momen-momen ketika masih berjuang sama-sama di lembaga yang membesarkan kami. Kami yang bersepuluh, yang dijuluki sepihak oleh Dini sebagai Ben10. Ini juga acra kartun favorit saya dulu. Hehehe…dan kini, yang tersisa adalah saya dan Cinno yang masih saja (dibetahkan) menuntun adik-adik kami ke arah jalan yang benar. *sadaaap
Bahkan Ical yang memang dari sononya tipe-tipe cowok romantis - maklum pacarannya sudah berpuluh-puluh tahun, kami tinggal menanti waktu menikahnya saja. haha... - tak tanggung-tanggung membuat desain, yang menurut saya, agak hancur,
Kemudian Rukmana "Ana" Mansyur bilang ini lewat facebook-nya,
“suka banget kata2 hasil ngutipx Ichal, "kalian itu sahabat terjelek, tercerewet, terhancur, dan ter-ter lainnya yg pernah aku temui, tapi seandainya waktu bisa terulang, aku akan tetap memilih bersahabat dengan kalian"
benar2 menyentuh
lantas kita masing-masing kena tag darinya, di samping foto-foto ultah yang gencar diupload oleh Fahrizal “Ical” Syam. *geleng2 kepala
Saya tidak ingat lagi kapan kami mulai merasakan keakraban seperti itu. Ketika pertama kami bersaing dengan puluhan magang Profesi lainnya untuk bertahan, kami tidak akan pernah menyangka bisa bertemu dalam keakraban utuh seperti ini. Bahkan hanya untuk melirik-lirik dan memastikan salah satu diantara kami akan berteman baik bukanlah hak “prerogatif” kami. Tuhan senantiasa mengatur setiap perjalanan kita. Merangkaikan setiap kejadian yang akhirnya menyisakan kami bersepuluh. Yah, nampaknya tanpa sepengetahuan kami, Tuhan telah berencana. Terperinci. dan memberikan surprise-Nya.
Kalau boleh sedikit membuat mata saya berkaca-kaca, yang menurut teman saya agak lebay, betapa berharganya nilai-nilai kedekatan kami dulu, yang ternyata baru bisa kami rasakan sekarang. Sejujurnya, nilai itu baru benar-benar meresap sekarang ketika kami telah nyaris kehilangannya. Bukan kehilangan secara harfiah, melainkan kami telah berpisah dan sibuk pada aktivitas baru masing-masing. Kita baru menyadari betapa berharganya sesuatu setelah kita kehilangannya, it’s right!
Ketika kami menjalani masa-masa sulit di lembaga kuli tinta itu dulu, saya yakin, kepala hanya terasa dibebani oleh tugas-tugas yang menumpuk. Kami terkadang mengeluh untuk suatu pekerjaan yang seharusnya bisa kami kerjakan bersama-sama. Kami terkadang saling menyalahkan satu sama lain. Mencibir mereka yang menurut pemahaman kami bertolak belakang. Tak jarang pula kami menjadi pembangkang bagi senior-senior yang seharusnya menjadi pengarah kami. Tak henti-hentinya, yang namanya “kesulitan” selalu mendominasi pergulatan kami, Ben10 di masa-masa dulu. Satu, dua, tiga waktu kami terkadang harus mengulurkan tangan dan “memohon-mohon” kepada masing-masing dari kami agar tetap berjalan sebagaimana mestinya. Betapa saya harus tersenyum-senyum sendiri memutar ulang “memory disk” itu di kepala saya…
Saya sendiri menyadari, ketika kami masih merasakan kebersamaan di lembaga itu, setiap waktu adalah pekerjaan. Setiap detik adalah waktu untuk berpikir. Betapa saya dulu mengecam teman-teman yang tidak menggunakan waktunya untuk mengerjakan tanggung jawab yang diembannya. Kami nyaris membiarkan struktur “sepuluh” kami harus berakhir. Hal-hal demikian tentu saja nyaris membuat kami terpecah. Memikirkan kebersamaan? Terkadang itu hanya menjadi selingan di kala kita masih punya surplus waktu.
Masa-masa sulit itu, seperti peluru, seketika berakhir… Bukankah kita baru bisa merasakan manisnya gula ketika punya pembanding makanan-makanan yang pahit? Tanpa pahit, asin, asam, pedas, kita tidak akan tahu manis itu sendiri.
Nah, selepas mereka (terkecuali kami dua orang) melenggang lulus dari tanggung jawabnya disini, nampaknya kami baru merasakan berharganya kedekatan kami. Setiap orang, memiliki waktunya masing-masing. Mereka meluangkan barang sejenak, sedetik, hingga sejam hanya untuk bertatap muka, berbagi tawa dan keceriaan. Lihatlah, bagaimana kami “rame sendiri” merayakan ulang tahun setiap teman kami. Bagaimana kami hanya bersepuluh, atau malah kurang dari itu, menyiapkan surprise-surprise kecil untuk salah satu dari kami. Tentu saja, dengan harapan bakal dapat traktir makan coto gratis. Hahaha…
"semua terasa sempurna bersama kalian
always ben10 :*" By "status" Ana
“Lain kali, tidak usah pake kue lagi ya hadiah ultahnya. Bosan…” kata Iyan sesaat sebelum kami membawakan surprise terencana untuk Cinno.
“Iya, kapan-kapan kita pake traktir nonton di bioskop saja ya?” saya memotongnya. Ditambah lagi, kalau menyiapkan kue ultah, terkadang ada “rentenir” yang akan menagih uang pembelian kue itu. Biasalah, Dini bakal tak bosan-bosannya “memalak” kami setiap bertemu.
Malah, dulu, teman kami Ical, justru tidak tahu kalau uang yang dipakainya menyumbang kue ultah justru dihadiahkan kembali padanya. Ia tidak menyangka, uang yang disumbangkannya untuk surprise ulang tahun salah seorang teman waktu itu akan dipakai juga untuk ulang tahunnya yang telah lewat beberapa hari. Hahaha….kami tertawa saja melihat mukanya yang melongo.
Benar. Ketika kami tak lagi merasakan pekerjaan-pekerjaan yang memberatkan kepala dulu, kami merindukannya. Merindukan saat-saat yang bisa membuat kami duduk bersama lagi. Bercerita banyak hal. Memutar ulang kenangan-kenangan yang sebelumnya pahit, namun membuat tertawa jika diceritakan. Semua beban terkadang lepas begitu saja. tak ada lagi alasan untuk “malu-malu” merayakan hal demikian.
Meski masing-masing telah dewasa, namun berkumpul bersama akan membawa kami pada masa-masa “anak kecil”. Satu sama lain, kami saling mengerti. Satu sama lain, kami tetap terbuka. Adalah kami yang sebenarnya ketika kami bertemu satu sama lain. Sederhana. Jelek. Anak kecil. Nangis. Jorok. Kalem. Genit. Amburadul. Ngejek. Tertawa. Mengeluh. Kurang ajar. Simple. Semuanya tidak disembunyikan, kok. ^_^.
“Imam itu, dia sudah tidak sendiri lagi,” Aduh, si cengeng Dhiny sudah mulai membuka kartu.
“Masa iya? Wahh…pasti anak SMA ya? Mana? Tidak ada buktinya,” nah, nah, Iyan “Kadal” sudah berbicara mengobok-obok. Anak SMA??? Tebakan yang amburadul…-__-..
“Hah? Ckck….saya prihatin. Trus, temanmu yang kemarin itu mau kau apakan?” Ini si Asri “cambang” suka banget melihat saya dikerjai. Awas loh ya, saya cabut cambangnya…
“Tidak ada, tidak ada. Saya setia sama kesendirian saya, kok,” potong saya cepat. Saya mendelik ke arah Dini, dengan ancaman “tidak-bakal-dapat-jatah-es-krim-goreng-lagi-loh”. Sialnya, ia justru berpura-pura melihat ke arah lain.
Nah, lihatlah, ketika kau sendiri masih merasa malu untuk menyebutkan namamu (atau hadir) di depan mereka, teman-teman saya, maka saya akan berbesar hati untuk menyimpannya dalam waktu yang kau tentukan sendiri. :)
Meski masing-masing telah berkutat dengan kesibukannya, kami masih mengejar impian. Setiap orang berharap untuk bisa meraih impiannya. Kelak, ketika kami berkumpul lagi dalam suasana-suasana seperti ini, kami bisa bercerita dan memutar kembali kenangan-kenangan yang nyaris terhapus dalam memory kami. Eh, tidak! Kenangan itu tidak akan terhapus. Seperti kata Dini, everlasting, forever…
“Eh, tapi....ini kue ultahnya, tidak akan ditagihkan ke kita lagi, kan?”
--Imam Rahmanto--
Posted via Blogaway
0 comments