Berselaras dengan Jalan Kaki

Maret 01, 2013

Baca Juga


Jalan itu menyehatkan dan unik. (google.com)

Nyaris sebulan saya telah menjalani kebiasaan baru saya. Sebenarnya, bukan kebiasaan baru juga sih. Lama, jauh sebelum saya hidup di kota, saya sudah hari melakoninya; berjalan kaki. Lebih dari tiga kilometer jauhnya jarak rumah saya ke sekolah dan harus dilalui setiap hari. Di daerah saya, angkutan umum masih sangat minim. Karena kita jalan kaki ramai-ramai, makanya cukup menyenangkan. :D

Saya senang berjalan kaki. Apalagi ketika sepeda yang sering saya gunakan raib entah kemana. : (


Saya lebih memilih berjalan kaki ke kampus di pagi hari ataupun sore hari ketimbang mengendarai kendaraan bermotor, apalagi ketika jaraknya juga tidak begitu jauh. Tapi, ya itu, saya jalan kaki kalau cuaca tidak begitu terik, pagi atau sore hari. Kebetulan jadwal kuliah saya banyak yang mengambil waktu sore hari dan hanya satu mata kuliah yang berlangsung di pagi hari. Siang hari, kala matahari sedang terik-teriknya, saya memilih untuk mengendarai motor saja. Saya juga kan takut kulit saya jadi hitam. :P

Percaya atau tidak, ada banyak hal yang saya dapatkan dari berjalan kaki. Menyusuri jalan selangkah demi selangkah memberikan kita waktu sedikit lebih lama untuk banyak berpikir, merenung, bahkan menemukan sedikit inspirasi. Jalan kaki sendiri memberikan saya banyak waktu untuk memikirkan kehidupan saya kelak, bahkan untuk sekadar mencari solusi atas permasalahan hidup saya. Nah, disana saya selalu menemukan titik terangnya. Bravo!

Dengan berjalan kaki, detail-detail kehidupan akan terekam begitu jelas di mata kita. Tidak hanya asal lewat. Terkadang, memang, untuk memunculkan ide ataupun inspirasi kita butuh menyimak secara detail segaal hal di sekeliling kita. Entah itu benda, makhluk hidup, maupun kondisi lingkungan di sekitar kita. Ada setitik kesadaran yang biasanya akan tertangkap di benak kita dan menyalurkannya sebagai pengalaman baru. Saya pernah membaca sebuah buku, dengan mengalami atau menyaksikan hal-hal baru di luar kebiasaan kita akan menciptakan sambungan sel-sel saraf yang baru di otak. Hal itu tentu saja menciptakan keterampilan baru bagi kita. Luar biasa, bukan! Oleh karena itu, kita selalu dituntut untuk menemukan hal-hal baru.

Karena kesibukan, kebanyakan orang jadi lupa bagaimana caranya berpikir. Meluangkan waktu untuk berpikir ataupun merenung saja mereka tidak sempat. Padahal, berjalan kaki juga menyehatkan menurut anjuran dokter, loh.

Sembari menyusuri jalan raya yang hanya berjarak satu kilometer ke kampus, saya biasanya menyelipkan earphone di kedua telinga saya untuk sekadar merilekskan pikiran. Saya menyetel volume musik di “dunia” saya itu sekencang-kencangnya. Akhirnya, bukan suara kendaraan-kendaraan bising lalu-lalang yang saya dengarkan. Melainkan, saya menyaksikan “dunia” yang cukup unik; kendaraan lalu lalang, orang-orang berteriak tanpa suara, alam yang nampak terdiam, digantikan dengan suara lantunan musik yang menemani perjalanan pagi maupun sore itu. Saya tenggelam dalam”dunia” saya.

Oh ya, terkadang saya malah ingin berjoget melompat-lompat pula tatkala mendengarkan dentuman musik pop yang menggema di telinga saya. Cuman, saya malu dong jika harus bergoyang tak jelas di depan umum seperti itu. Haha
 

Apa kalian tahu istilah backpacker? Kalau kata teman saya, istilah ndeso-nya nggembel. Orang-orang yang melakukan perjalanan jauh alias travel dengan modal ransel besar di punggung tanpa kondisi keuangan yang cukup. Tidak sampai gelandangan juga sih. Tapi, terkadang mereka yang menjalani backpacking rela menginap di tempat-tempat yang belum tentu mereka kenal dengan baik. Malah, ada yang sampai tidur di pinggir jalan.

Bagi saya, mereka bukannya hidup dalam kondisi keuangan yang memprihatinkan. Sama sekali tidak! Lihat saja di mancanegara, ada banyak backpacker yang berhasil mengelilingi Eropa, justru di saat mereka seharusnya bisa menikmati perjalanan-perjalanan berkelas eksekutif. Mereka melakukan perjalanan dengan backpacking semata-mata untuk menikmati pengalaman “unik” atas perjalanan-perjalanan mereka.

Mereka sadar bahwa menyaksikan dunia dengan cara yang lebih lambat dan berbeda akan memberikan banyak pemahaman-pemahaman baru. Dunia berputar lambat. Sedikit menyelaraskan ritme hidup dengan perputarannya tentu akan memberikan keasadaran baru, tentang kehidupan itu sendiri.

“Kapan-kapan, coba deh kamu kesini, rasain sendiri bagaimana nggembel di Jawa. Seru loh!” sepetik semangat yang saya dapatkan dari “gembel” sejati, justru dari seorang perempuan.

“Beres! Saya memang sudah lama kepengen jalan-jalan ke tanah kelahiran kedua orang tua saya,” ujar saya dalam hati. Yah, saya berharap kelak bisa berkeliling pulau Jawa bersama teman-teman ala nggembel alias backpacking itu. I wish it and I believe it!   



 --Imam Rahmanto--


The 5th post of #7day7post 

You Might Also Like

2 comments

  1. Waw, ini nih, tema yang keren. Kalau aku yang gembel dan angkoters, 10 ribu langkah setiap hari, kayaknya bisa tercapai deh.hehe.
    Ehm, kayaknya aku juga kenal deh, dengan perempuan yang kamu sebut gembel sejati ituu... :D

    BalasHapus
  2. @Dian Kurniati: Selamat! Anda menjadi orang paling sehat di dunia! Tapi, "perempuan" mana maksud kamu? #ngeles

    BalasHapus