Berbagi Semangat di Ujung Bone (1)

Maret 16, 2013

Baca Juga

14 Maret 2013

Bone, salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang akhirnya berkesempatan dikunjungi oleh saya dan kedua orang teman saya. Ciee.. Jauh sebelumnya, saya sudah mengenal Bone dari teman-teman saya yang berasal dari sana. Bahkan, ada banyak pejabat kampus saya yang berasal dari bumi Arung Palakka itu.

“Cewek-cewek Bone cantik-cantik loh,” gurauan yang sering saya dapati dari teman-teman saya, baik mereka yang berasal dari sana maupun yang sudah pernah kesana (Bone, red). Terlepas dari itu, saya senang berkesempatan membagi ilmu jurnalistik dengan anak-anak SMA alias Pesantren Al-Ikhlas yang ada disana.

Beberapa waktu lalu, lembaga pers kami, mendapat permintaan khusus dari salah seorang guru disana untuk bisa me-manage sekaligus mewadahi keinginan mereka untuk mulai merintis Majalah Dinding (mading). Dasar saya yang belum pernah ke Bone, maka saya sangat tertarik dengan tawaran itu. Ayoo! Apalagi saya berkesempatan untuk bisa lagi berinteraksi dengan anak-anak SMA.

Perjalanan saya, dan dua orang teman lainnya dimulai pagi hari, menjelang pukul sepuluh pagi. Padahal, sebelumnya, saya harus mengikuti perkuliahan di kampus. Saya yang sudah mulai ingin berkomitmen tidak akan meninggalkan kuliah saya, menjadikannya prioritas, sedikit ragu dengan waktu keberangkatan kami. Saya juga telah berjanji pada seseorang untuk tidak lagi meninggalkan kuliah saya. Meski kepepet, saya pun memaksakan diri untuk menghadiri kuliah pagi itu. Kalau sudah berkomitmen ya harus dijalankan dong. 

Dan nyatanya, Tuhan selalu membukakan jalan bagi hamba-hambaNya yang ingin serius menjalani sesuatu. Pagi itu, dosen yang bersangkutan pun tidak masuk memberikan mata kuliahnya. Ada waktu bagi saya untuk sedikit bernapas lega, menyempatkan waktu untuk update berita teman-teman saya, hingga siap memulai perjalanan yang katanya akan menghabiskan waktu selama 4-5 jam.

Tak ada yang namanya kebetulan di dunia ini…

Saya yakin, ketika serius menjalani sesuatu, maka Tuhan akan selalu membukakan pintu-pintu kemudahannya bagi kita. Hanya saja, terkadang, perasaan kita yang setengah-setengah atau meragu terhadap sesuatu-lah yang menutup jalan-jalan itu. Tuhan menilai usaha-usaha makhluk-Nya lewat hatinya, kuat atau lemah, keras atau lunak, tekad atau ingin.

Berbarengan dengan kami, mengikut pula seorang mantan pimpinan redaksi harian lokal di Makassar, Pak Waspada. Tapi, menurut pengakuannya, ia sudah hengkang dari media lokal itu lebih dari tiga tahun silam. Ia lebih memilih untuk aktif mengajar di kampus-kampus sebagai dosen, baik Ilmu Komunikasi maupun Ilmu Agama di beberapa perguruan tinggi lainnya. Ia juga hingga kini aktif dalam MUI.

Yah, kebetulan beliau itu adalah teman akrabnya pendiri Pesantren ini. Makanya Pak Prof. maksa untuk menghadirkan temannya itu, sedikit memberikan tambahan ilmu jurnalistik pula kepada santri-santri disini,” ujar Kak Akbal yang merupakan salah satu Pembina OSAI yang ada di pesantren itu. Dan tahu tidak, siapa pendiri sekaligus pemilik Pesantren tersebut? Dialah Prof. Nasaruddin Umar, Wakil Menteri Kementerian Agama RI sekarang, yang juga merupakan kelahiran asli tanah Bone itu.

Dan akhirnya, setelah melalui perjalanan (sangat) panjang dari Makassar - melalui daerah perbukitan yang berkelak-kelok nyaris 180 derajat - lamanya nyaris enam jam - pemukiman pesantren yang jauh dari jalan-jalan besar - hanya dikelilingi sawah, wajah kami berubah cerah ketika mendapati pesantren disini ternyata bukanlah pesantren-pesantren garis “keras” pada umumnya. Toh, saya masih bisa mendapati santriwati-santriwatinya berlalu lalang di depan kami. Mungkin, hanya pemisahan asrama dan kelasnya saja yang memiliki batas-batas tertentu. Untuk dua hari ini, mungkin, saya masih bisa betah berada di tempat ini. Hehehe…

Pesantren Al-Ikhlas. (Foto-Imam Rahmanto)

Ah, matanya kalian langsung berbinar tahu disini ada ceweknya,” canda teman perempuan saya yang satunya lagi. Hahamaklum lah, namanya juga laki-laki yang masih single ….


*Malangnya, saya harus rela kehilangan Cappie selama dua hari berada di Bone. Ah, saya lagi-lagi menyesal tidak bawa persediaan yang cukup. Saya merindukannya…


--Imam Rahmanto--


Catatan: OSAI = Organisasi Santri Al-Ikhlas. Kalau di sekolah-sekolah pada umumnya disebut OSIS. 

You Might Also Like

0 comments