Radio
Desember 01, 2012Baca Juga
“Lewat radio aku sampaikan”
“Kerinduan yang lama terpendam”
Sumber: Google Search |
Apalagi semenjak menginjakkan kaki di kota ini, saya mulai lebih sering mendengarkan siaran-siaran radio (FM) yang bertebaran di seluruh penjuru kota ini. Lagipula saya juga tidak punya televisi untuk ditonton. Mungkin kesenangan saya menikmati siaran-siaran radio juga berasal dari sana. Hehe…Maka jangan salah, saya bisa tahu dan mengenal beberapa channel radio dengan baik disini. Tidak perlu disebutkan satu persatu deh, nanti malah jadi promosi, dong.
Di daerah domisili saya, sangat jarang bisa ditemukan siaran-siaran radio, apalagi yang mengusung frekuensi FM. Wilayah yang tidak strategis untuk jejaring gelombang radio sangat tidak memungkinkan untuk memasang banyak pemancar. Mungkin, persoalan biaya membangun pemancar juga menjadi salah satu kendala.
Siaran yang bisa ditangkap radio usang ayah saya hanyalah gelombang siaran Radio Republik Indonesia (RRI). Setiap hari, ketika kecil dulu, saya sering mendengarkannya, meskipun pembawa-pembawa acaranya bukan anak-anak muda lagi. Hehe… Melalui siaran nasional itu, saya juga banyak belajar kok, apalagi soal nasionalisme. Nyatanya, lagu-lagu yang sering diputar adalah lagu-lagu dangdut. ckck...
Beranjak SMA, saya baru bisa menikmati satu siaran frekuensi FM dari kota tetangga. Lumayan, siaran-siarannya memang khusus anak muda. Hanya saja, untuk mencapai frekuensinya, antena radio milik ayah saya harus disambung dengan kabel yang panjangnya nyaris dua meter dan membumbung di langit-langit kamar saya. Jika masih tidak memungkinkan, radionya pun harus bergelantungan di dinding kamar. Hahaha…. Meskipun begitu, tak jarang saya ikut mengirimkan atensi ke radio bersangkutan, baik hanya sekadar request lagu maupun berkirim salam untuk seseorang. Saya malah selalu setia mendengarkan siaran radio itu di malam hari untuk menemani saya belajar.
Lama berselang, kini, berjarak kurang dari 2 km dari rumah saya disana, telah dibangun sebuah frekuensi FM. Para penyiar-penyiarnya pun direkrut langsung dari sekitar wilayah sana. Jika dibandingkan dengan siaran-siaran di perkotaan, memang masih kalah jauh. Bahasa-bahasa yang mereka gunakan belum fasih Indonesia. Kebanyakan acara yang diputar pun masih seputar musik (dan musik). Meskipun demikian, hal tersebut sudah menunjukkan sedikit geliat perkembangan disana.
Kala sedang menyendiri (menulis) di tengah malam pun, disini suara-suara broadcaster begadang sering menemani saya. Ada loh channel radio yang mengudara 24 jam non-stop, meskipun penyiar-penyiarnya mengakhiri acara di jam dua malam. Bagi yang sering mendengarkan radio, tentu tahu siaran apa itu.
Yah, pada akhirnya saya senang mendengarkan radio bukan karena tidak memiliki televisi. Tidak. Tidak sama sekali. Melainkan darinya, mendengarkan radio, saya tidak perlu menilai atau menyukai seseorang lewat wajah dan penampilannya. Karena karakter tidak selalu berbanding lurus dengan penampilan make-up seseorang.
Selamat datang 1 Desember!
*Sambil mendengarkan radio, saya menuliskannya.
--Imam Rahmanto--
0 comments