Berani Karena Takut

November 01, 2012

Baca Juga


"Keberanian adalah kesanggupan melawan ketakutan diri sendiri"

Perjalanan saya kembali ke Makassar dengan menumpang motor dari seorang teman ternyata menyadarkan saya akan hal itu. Bahwa keberanian memang benar-benar tercipta dari beberapa ketakutan kita...

Saya mesti menerima tawaran teman saya untuk bersama-sama kembali ke kota Makassar. Mobil-mobil carteran/ pesanan sudah dipenuhi oleh list pelanggan selama beberapa hari usai lebaran. Salah satu mobil yang saya pesan bahkan membatalkan tumpangannya tepat beberapa jam sebelum menjemput saya. Damn!!! Untung saja, sore hari sebelum itu, teman saya menghubungi untuk menawarkan tumpangannya ke Makassar. Saya yang sempat menolaknya kemudian menghubunginya lagi untuk memastikan jadwal kami bersama-sama. Deal! Nampaknya Tuhan memang selalu merencanakan segalanya. Tidak ada yang namanya kebetulan. Believe it!

Melakukan sebuah perjalanan (hidup) pun dibutuhkan keberanian yang
dibiasakan sedikit demi sedikit. (ImamR)

Kami berangkat keesokan paginya. Ada hal yang membuat saya bangga melihatnya. Ia ternyata sudah mampu mengendarai motor seperti biasa. Saya mengatakan seperti itu bukan karena ia baru belajar mengendarai motor loh. Malah, ia sudah lama (beberapa tahun) mahir mengemudikan motor. Hanya saja, beberapa insiden pernah membuatnya trauma untuk mengendarai motor, apalagi untuk jarak yang sangat jauh. Sehingga dalam setiap kesempatan, (dulu) sebisanya ia menghindari untuk mengemudikan sebuah motor.

"Ah, malas bawa motor...," dalihnya selalu.

Hal tersebut berlangsung lama. Seingat saya, lebih dari setahun lamanya. Gara-gara itu, ia menjadi orang yang sensitif jika berada di atas motor. Sedikit saja motor bermanuver, ia bakal terkejut dan menarik-narik pengemudinya. Saya juga dulu sering dibuat kaget olehnya. Hehe...

Akan tetapi, sepanjang perjalanan ke Makassar, ia tak lagi menjadi orang yang sama. Ia mengendarai motor seperti pada umumnya. Bahkan, perjalanan jauuuuh Enrekang-Makassar selama 7 jam itu dibabatnya habis. Saya tak diberi kesempatan sekalipun untuk menggantikannya. Lumayan, bisa nyantai di atas motor....

Sesuatu telah mengubahnya. Entahlah. Yang pasti, saya yakin, ia berhasil melawan ketakutannya itu sendiri. Keberanian yang lama ia pendam, entah dengan cara apa mampu dimunculkannya. Ia tak lagi terkungkung dalam ketakutannya. Mungkin pula, keberanian itu muncul dengan mencicilnya lewat perlawanan sedikit demi sedikit. Ia memutuskan melawan traumanya itu dengan menghadapinya langsung, bukan menghindarinya. Beberapa kali saya pernah menyaksikannya mengendarai motor meskipun masih dalam kondisi "mudah terkejut"nya. Meski masih sesekali terjatuh karena latahnya, ia tetap bertekad melawan ketakutannya itu. Alhasil, kini ia mahir mengendarai motor tanpa dihantui rasa trauma masa silam.

Ketakutan telah dihadapinya. Dan itulah sebentuk keberanian yang sesungguhnya dimiliki oleh tiap manusia. Butuh tekad untuk menghadapinya. Saya sependapat dengan pendapat di atas bahwa keberanian pada hakikatnya adalah kesanggupan melawan ketakutan kita. Apapun yang menjadi ketakutan kita, tentu butuh keberanian untuk menghadapinya. Ketakutan itu adalah hal wajar. Semua manusia pun dianugerahi Tuhan rasa takut. Namun, manusia juga diberi akal agar mampu melawan rasa takut itu. Setiap manusia punya kekuasaan atas ketakutannya. Ia berkuasa, apakah akan menentangnya atau membiarkannya dan menjalar menjadi ketakutan-ketakutan lain. Semakin banyak ketakutan tercipta, butuh keberanian semakin besar.

"Saya takut......"

"Ah, ini sudah biasa kok?!"

--Imam Rahmanto--

You Might Also Like

0 comments