Belajar Mempercayai Orang Lain

November 22, 2012

Baca Juga


Seyogyanya kepercayaan itu adalah barang paling mudah dan murah untuk didapatkan, siapapun mampu memberikannya. Terlepas dari benar atau tidak hasilnya, tak perlu ada tatapan-tatapan tak percaya yang memborbardir perasaan. Tak perlu susah-susah pula membangun sebuah tim.

Sejak dulu, saya terbiasa mengerjakan sesuatu sendiri. Makan sendiri (lha iyalah!), mandi sendiri (lha iyalah!), cebok pun sendiri (hemm....makin gak nyambung). Saya sangat jarang melibatkan orang lain dalam setiap pekerjaan yang mampu saya selesaikan sendiri. Toh, saya mampu, buat apa juga menyusahkan orang lain? Hingga perkara pekerjaan-pekerjaan kelompok dari sekolah alamat saya yang mengerjakannya sendiri. Meskipun demikian, saya tak mengeluh, saya senang, saya puas, dan saya bangga. Sombong....

Ketika saya diserahi sebuah tugas kelompok, saya cenderung mengerjakannya sesuai dengan apa yang saya inginkan. Segalanya harus sesuai persepsi saya. Saya tak ingin pekerjaan itu berantakan hanya karena sedikit kesalahan yang (mungkin) teman-teman saya bakal lakukan. "Nanti nilai yang didapatkan jadi rendah," pikir saya selalu. Dasar orang perfeksionis. Makanya, tidak mengherankan, dulu teman-teman kelas berlomba-lomba menjadi teman kelompok saya. Kalau sekarang, keadaannya jadi terbalik. Hehe...

Ada saja hal-hal yang membuat saya ingin melakukannya sendiri. Kepuasan bereksplorasi, kepuasan mencoba, menuangkan ide, hingga buahnya sendiri dinikmati sebagai mahakarya sendiri.

Karena sikap perfeksionis itu, saya terkesan menjadi orang yang sangat sulit bekerjasama dengan orang lain. Saya cenderung egois. Saya tidak tahu menempatkan sebuah kepercayaan pada orang lain, karena terbiasa selalu menjadi orang yang dipercayakan. Beruntung, kala itu, saya masih belum bertemu dengan lingkup masalah-masalah berat seperti keadaan sekarang ini.

Semakin panjang kisah perjalanan hidup, tentu semakin banyak hal yang akan dilalui. Hal-hal itu yang kemudian yang juga mengajarkan saya tentang pentingnya sebuah kerja sama. Dalam organisasi tempat saya sekarang, saya banyak belajar untuk tidak melakukan segalanya sendirian. Terlepas kita mampu menyelesaikannya, masih ada orang lain yang mungkin bisa jadi prioritas untuk menyelesaikannya. Saya belajar, mempercayai orang lain itu adalah harga yang cukup mahal, apalagi ketika kita tidak tahu kebenarannya.

Tahu tidak, di balik beragamnya judul-judul animasi (anime) atau kartun yang diproduksi oleh orang-orang Jepang, ada beberapa hal yang selalu menjadi inti ceritanya. Coba diperiksa baik-baik tiap ceritanya. Kepercayaan. Teman. Semangat. Anime tidak akan terlepas dari hal-hal tersebut, yang menandakan orang-orang Jepang begitu menghargai pertemanan, begitu juga kepercayaan. Mereka selalu peecaya dengan teman-teman mereka. Mungkin, Jepang bisa berjaya karena pekerjaan-pekerjaannya selalu dikerjakan dengan dilandasi rasa percaya. Cayoo! Ganbatte!!

Saya belajar, menyerahkan sebuah pekerjaan kepada orang lain meski hasilnya tidak akan seperti yang saya inginkan adalah lebih sulit jika dikerjakan sendiri namun itu meeupakan bagian dari sebuah proses. Saya belajar percaya, melalui proses itulah yang akan membelajarkan orang lain dan mengikis sikap egois yang melekat pada diri saya. Saya belajar untuk bekerjasama menyelesaikan suatu pekerjaan. Saya belajar melepaskan beban yang selalu saya pikul sendiri. Dengan belajar percaya, saya bisa belajar lebih banyak hal yang lainnya lagi. Oleh karena itu, saya ingin lebih banyak percaya pada orang lain...


--Imam Rahmanto--

You Might Also Like

0 comments