Menyadari Keagungan Sang Ayah

Oktober 04, 2011

Baca Juga

Sumber gambar: google link
Judul Novel              : Ayahku (Bukan) Pembohong

Pengarang                : Tere-Liye


Penerbit                   : Gramedia Pustaka Utama


Jumlah halaman      : 304



Kapan terakhir kali kita memeluk ayah kita? Menatap wajahnya, lantas bilang kita sungguh sayang padanya? Kapan terakhir kali kita bercakap ringan, tertawa gelak, bercengkerama,lantas menyentuh lembut tangannya, bilang kita sungguh banggga padanya?

 

Adalah tanpa kita sadari bahwa peran seorang ayah begitu besar dalam hidup kita. Meski kita diajarkan untuk menyayangi kedua orang tua kita, terkadang kasih sayang yang diberikan untuk ibu jauh lebih besar. Kepercayaan menganjurkan seperti itu.
 Namun di balik semua kehidupan kita, ternyata ada tangan yang lebih berperan, ayah.
 

“Ayahku Bukan Pembohong” menceritakan tentang kehidupan seorang anak yang dibesarkan dengan dongeng-dongeng masa kecilnya. Sikap dan perilakunya terbentuk melalui dongeng-dongeng yang diceritakan ayahnya. Ia menjadi anak yang bersahaja dan disukai banyak orang.
 

Akan tetapi, menginjak kedewasaannya, ia mulai menyadari keanehan dalam setiap cerita ayahnya. Ia mulai menganggap cerita ayahnya itu sebagai kebohongan belaka yang diceritakan kepada anak kecil sebagai pengantar tidur.
 

Perlahan, ia mulai membenci ayahnya. Ia menganggap dongeng-dongeng yang telah diceritakan padanya adalah kebohongan belaka. Bahkan, ia menyalahkan ayahnya atas ibunya yang telah lama meninggal. Ia membenci ayahnya, yang dulu selalu dibanggakannya. Hingga suatu hari, ia harus menyesal karena ayahnya bukanlah pembohong.
 

Usai membaca buku ini, saya sempat browsing mengenainya. Dan saya cukup terkejut, karena ada komentar yang mengatakan bahwa cerita dalam buku ini sangat mirip dengan sebuah kisah film luar negeri, “Big Fish”. Detail-detail ceritanya pun sangat mirip. Sehingga buku ini dianggap menjiplak cerita dari film tersebut.
 

Saya sendiri belum sempat menonton film itu (saya tertarik menontonnya sebagai perbandingan). Namun, terlepas dari menjiplak atau tidak, saya tetap memberi dua jempol buat Darwis Tere Liye yang selalu menghadirkan novel-novel penuh keharuan. Ia selalu berhasil menguras air mata pembacanya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Gaya bertuturnya sungguh dalam membawa kita terperosok jauh ke relung jiwa ceritanya. Tidaklah salah jika saya menganggap cerita yang dituliskan olehnya memiliki nyawa.
 

Tidak selamanya sebuah dongeng membosankan untuk diceritakan. Tere-Liye sendiri berhasil menggabungkannya dengan kehidupan sekarang dan menghasilkan kisah yang menarik untuk dipetik hikmahnya. Di dalam setiap ceritanya, terkandung kebijaksanaan hidup dan kearifan hidup. Novel ini sangatlah tepat dibaca bagi mereka yang ingin merasakan kasih sayang seorang ayah. Dengan membaca novel ini, maka kita akan tahu seberapa besar kecintaan kita pada ayah kita.
 

Akan tetapi, saya sedikit bingung dengan latar penceritaannya. Saya tidak tahu, dimana Akademi Gajah itu. Saya pun tidak tahu dimana berlangsungnya cerita di dalam novel ini. Apakah di Indonesia atau di luar Indonesia? Tidak ada penjelasan tambahan terkait hal itu. Mungkin ini sebagai hasil dari imajinasi sang penulis sendiri.
 

Ternyata, inspirasi ada dimana saja, ya. Nah, saya menyarankan untuk membaca novel ini. Dua jempol buat Mas Tere Liye…! Salam kenal!



 

Mengenai Tere-Liye:
Tere-Liye adalah pengarang beberapa novel dengan rating tinggi di website para pecinta buku www.goodreads.com. Ia banyak menghabiskan waktu untuk melakukan perjalanan, mencoba memahami banyak hal dengan melihat banyak tempat.
Tere-Liye telah banyak menghasilkan novel-novel yang berkualitas. Novelnya dominan bercerita tentang dunia anak-anak dan kasih sayang keluarga. Ia selalu menyelipkan kearifan hidup dalam tiap novelnya. Daftar novelnya bisa dilihat goodreads.
Email                        : darwisdarwis@yahoo.com
Web                         : darwisdarwis.multiply.com, tbodelisa.blogspot.com
Facebook                : darwis tere-liye


You Might Also Like

0 comments