Belajar Dari Mengumpulkan Uang Receh
Agustus 23, 2011Baca Juga
Uang koin bisa terkumpul dengan usahanya |
“Saya menyerah, deh. Toh, hanya itu yang bisa saya lakukan,”
Pernah tidak kita mendapati kata-kata itu dilontarkan oleh seseorang? Atau bahkan kita sendiri yang berkata demikian? Kata-kata seperti itu hanyalah salah satu bentuk penghiburan diri bahwa kita memang “tidak bisa”, bukannya “tidak bisa lagi.”
Beberapa waktu yang lalu, salah seorang teman saya memintai saya uang recehan (bukan memalak, loh…). Saya sendiri sempat agak heran, mau ngapain dengan uang receh? Belum sempat saya menanyakannya, ia pun menjawab seraya tersenyum simpul, “Mau saya jadikan koleksi uang receh. Hehe…lumayan buat celengan,” selorohnya.
Ia pun sempat memperlihatkan uang recehan yang berhasil ia dapatkan dari kerelaan teman-teman lain (Soalnya, uang receh buat orang-orang kota kayaknya gak ada artinya). Ada uang koin seratusan, dua ratusan, bahkan uang lima ratusan pun ada (padahal uang lima ratus, kan masih bisa berguna). Entah, apakah keunikannya itu (dalam hal mengumpulkan uang koin) sudah lama ia lakukan atau memang baru saat itu ia memulainya. Tapi, patut diacungi jempol, karena ternyata dia selangkah jauh lebih berusaha dibanding saya.
Sebenarnya, mengumpulkan uang receh seperti itu juga bukan hal-hal yang unik-unik, gimana gitu. Karena saya pun suka mengumpulkan uang receh. Hanya saja uang receh yang saya kumpulkan bisa dikatakan pasif. Maksudnya, hanya uang receh hasil kembalian belanjaan yang saya kumpulkan. Adapun yang lainnya, uang-uang koin yang saya temukan tercecer. Tidak pernah saya terpikir untuk memintai teman-teman saya sekedar uang koinnya.
Akan tetapi, bukan permasalahan uang koinnya yang ingin saya tonjolkan disini, melainkan usaha untuk mendapatkannya lah yang penting kita refleksikan ke dalam kehidupan kita.
Dibandingkan dengan saya, teman saya ternyata jauh berusaha lebih banyak dari saya. Saya yang sudah lama (juga) melakukan hal serupa hanya berharap dari uang kembalian dan hasil temuan. Anggapan saya, hanya segitulah memang yang bisa saya lakukan. Padahal, kenyataannya saya belum melakukan usaha yang maksimal. Bisa saja kan seandainya saya melakukan usaha serupa dengan teman saya tadi. Malahan, koin saya dalam waktu singkat bisa bertambah lebih banyak. Ini membuktikan bahwa beberapa usaha yang saya lakukan cenderung belum maksimal.
Kebanyakan orang acapkali menganggap usahanya selama ini sudah maksimal. Usaha semampunya. Padahal, jika ditelusuri lebih jauh, sesungguhnya masih banyak hal yang mampu diperbuat. Hanya saja, cenderung sikap malas atau apatis mendominasi perasaan. Toh, saya sudah melakukan semampu saya.
Kita cenderung malas untuk berusaha, inginnya selalu disuap. Disodorkan. Dibawa, ataupun ditarik-tarik. Memang menyenangkan bisa mendapatkan apa yang kita inginkan tanpa melakukan apa-apa. Bahkan tidak jarang kita terlalu membanggakan sesuatu yang kita dapatkan tanpa melakukan apa-apa. Akan tetapi, bukankah lebih nikmat ketika kita mendapatkan sesuatu sebagai hasil jerih payah kita. Apalagi usahanya mati-matian. Coba deh bayangkan, mana lebih enak; tidur sehabis kerja atau tidur tanpa ada apa-apa sebelumnya. Pastinya lebih lelap orang yang tertidur karena kelelahan.
Jika hasil yang didapatkan sedikit, tidak perlu langsung menyerah. Apalagi menjustice diri sudah tak sanggup lagi. Jangan! Cobalah belajar dari mengumpulkan uang koin. Tanpa berusaha pun kita bisa dapatkan uang receh (hasil belanja). Tapi dengan berusaha ‘lebih’, maka kita akan dapatkan lebih banyak. Yah, meskipun nominalnya kecil. Tapi, coba bayangkan, berapa jumlah nominal uang koin dalam satu celengan? Bisa banyak, kan. Sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit. Begitu pun jika kita mau berusaha dalam hidup. Pokoknya, jangan ada kata menyerah, deh. Jika merasa usaha sudah maksimal, yakinkan diri, masih ada usaha maksimal lainnya.
Nah, mulai sekarang coba berusaha semaksimal mungkin. Jika usaha yang satu gagal, coba usaha lainnya. Jalanan ke Makassar gak Cuma satu, kan? Jika tak punya ide, coba berbagi dengan orang lain.
Satu hal yang patut dicamkan adalah jangan sekali-kali mengatakan kata “tidak bisa” di saat kita menemukan usaha lain. Coba dulu, baru komentar.
Gimana? Usaha kita sudah maksimal, belum?
Pernah tidak kita mendapati kata-kata itu dilontarkan oleh seseorang? Atau bahkan kita sendiri yang berkata demikian? Kata-kata seperti itu hanyalah salah satu bentuk penghiburan diri bahwa kita memang “tidak bisa”, bukannya “tidak bisa lagi.”
Beberapa waktu yang lalu, salah seorang teman saya memintai saya uang recehan (bukan memalak, loh…). Saya sendiri sempat agak heran, mau ngapain dengan uang receh? Belum sempat saya menanyakannya, ia pun menjawab seraya tersenyum simpul, “Mau saya jadikan koleksi uang receh. Hehe…lumayan buat celengan,” selorohnya.
Ia pun sempat memperlihatkan uang recehan yang berhasil ia dapatkan dari kerelaan teman-teman lain (Soalnya, uang receh buat orang-orang kota kayaknya gak ada artinya). Ada uang koin seratusan, dua ratusan, bahkan uang lima ratusan pun ada (padahal uang lima ratus, kan masih bisa berguna). Entah, apakah keunikannya itu (dalam hal mengumpulkan uang koin) sudah lama ia lakukan atau memang baru saat itu ia memulainya. Tapi, patut diacungi jempol, karena ternyata dia selangkah jauh lebih berusaha dibanding saya.
Sebenarnya, mengumpulkan uang receh seperti itu juga bukan hal-hal yang unik-unik, gimana gitu. Karena saya pun suka mengumpulkan uang receh. Hanya saja uang receh yang saya kumpulkan bisa dikatakan pasif. Maksudnya, hanya uang receh hasil kembalian belanjaan yang saya kumpulkan. Adapun yang lainnya, uang-uang koin yang saya temukan tercecer. Tidak pernah saya terpikir untuk memintai teman-teman saya sekedar uang koinnya.
Akan tetapi, bukan permasalahan uang koinnya yang ingin saya tonjolkan disini, melainkan usaha untuk mendapatkannya lah yang penting kita refleksikan ke dalam kehidupan kita.
Dibandingkan dengan saya, teman saya ternyata jauh berusaha lebih banyak dari saya. Saya yang sudah lama (juga) melakukan hal serupa hanya berharap dari uang kembalian dan hasil temuan. Anggapan saya, hanya segitulah memang yang bisa saya lakukan. Padahal, kenyataannya saya belum melakukan usaha yang maksimal. Bisa saja kan seandainya saya melakukan usaha serupa dengan teman saya tadi. Malahan, koin saya dalam waktu singkat bisa bertambah lebih banyak. Ini membuktikan bahwa beberapa usaha yang saya lakukan cenderung belum maksimal.
Kebanyakan orang acapkali menganggap usahanya selama ini sudah maksimal. Usaha semampunya. Padahal, jika ditelusuri lebih jauh, sesungguhnya masih banyak hal yang mampu diperbuat. Hanya saja, cenderung sikap malas atau apatis mendominasi perasaan. Toh, saya sudah melakukan semampu saya.
Kita cenderung malas untuk berusaha, inginnya selalu disuap. Disodorkan. Dibawa, ataupun ditarik-tarik. Memang menyenangkan bisa mendapatkan apa yang kita inginkan tanpa melakukan apa-apa. Bahkan tidak jarang kita terlalu membanggakan sesuatu yang kita dapatkan tanpa melakukan apa-apa. Akan tetapi, bukankah lebih nikmat ketika kita mendapatkan sesuatu sebagai hasil jerih payah kita. Apalagi usahanya mati-matian. Coba deh bayangkan, mana lebih enak; tidur sehabis kerja atau tidur tanpa ada apa-apa sebelumnya. Pastinya lebih lelap orang yang tertidur karena kelelahan.
Jika hasil yang didapatkan sedikit, tidak perlu langsung menyerah. Apalagi menjustice diri sudah tak sanggup lagi. Jangan! Cobalah belajar dari mengumpulkan uang koin. Tanpa berusaha pun kita bisa dapatkan uang receh (hasil belanja). Tapi dengan berusaha ‘lebih’, maka kita akan dapatkan lebih banyak. Yah, meskipun nominalnya kecil. Tapi, coba bayangkan, berapa jumlah nominal uang koin dalam satu celengan? Bisa banyak, kan. Sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit. Begitu pun jika kita mau berusaha dalam hidup. Pokoknya, jangan ada kata menyerah, deh. Jika merasa usaha sudah maksimal, yakinkan diri, masih ada usaha maksimal lainnya.
Nah, mulai sekarang coba berusaha semaksimal mungkin. Jika usaha yang satu gagal, coba usaha lainnya. Jalanan ke Makassar gak Cuma satu, kan? Jika tak punya ide, coba berbagi dengan orang lain.
Satu hal yang patut dicamkan adalah jangan sekali-kali mengatakan kata “tidak bisa” di saat kita menemukan usaha lain. Coba dulu, baru komentar.
Gimana? Usaha kita sudah maksimal, belum?
Dipublikasikan pada Kompasiana
0 comments