Ya Sudah...

September 12, 2015

Baca Juga

Saya mulai kehilangan notebook yang selama ini menemani kesibukan dan kehidupan sehari-hari. Sebenarnya, sudah dua bulan yang lalu. Saya biasanya memanfaatkan notebook itu untuk mengetik berita, mengisi blog, hingga mendesain. Kini tak lagi.

Entah karena terbiasa, atau memang dipaksa membiasakan diri, saya jadi tak merasa kehilangan apa-apa. Beberapa data yang saya butuhkan juga masih tersimpan rapi di dalam hardisk-nya. Sebagian data penting pernah saya simpan otomatis lewat aplikasi penyimpanan online. Pun, sekarang saya masih bisa mengaksesnya bebas melalui akun pribadi. Termasuk data skripsi.

Notebook adalah salah satu barang ke-Saya-ngan. Bisa dibilang, sudah menjadi salah satu identitas saya sebagai seorang-yang-aktif-menulis.

Dulu, saya membelinya atas desakan kebutuhan desain grafis dan semacamnya. Di akhir-akhir kemarin, saya malah mendapatinya kelebihan beban dan menjadi semakin lambat. Kalau menilik kebutuhan desain grafis zaman sekarang, maka ia sudah tak sanggup bersaing lagi. Mungkin lantaran ia semakin menua...

Saya begitu menyayanginya. Label yang terpasang pun diusahakan mencirikan identitas pribadi. Saya pernah iseng melabeli logo cappuccino di casing-nya. Yah, tau sendirilah, sebagaimana karakter "rumah" pribadi saya disini.

Spare-part notebook juga sudah bukan barang muasalnya lagi. Berkali-kali, notebook itu mendapat "kecelakaan". Mulai dari screen yang pecah, hardisk yang rusak, tombol "DEL" yang tak berfungsi, hingga charger rusak. Semuanya sudah diganti demi mempertahankan notebook ke-saya-ngan itu.

Akan tetapi, trouble sekarang; chipset, sudah tak terelakkan lagi. Ketimbang diganti dengan chipset yang anyar, saya berpikir bakal lebih logis jika diganti dengan notebook baru. Kelak yang lebih bermutu dan aplikatif.

Memang, saya sangat-teramat menyukai notebook pertama itu. Namun saya sadar, memperbaikinya kembali hanya akan membuang-buang uang. Bukankah lebih baik jika saya menyimpan saja kenangan tentang notebook itu, lantas menyiapkan uang untuk notebook yang baru? Mungkin notebook baru bakal menjadi hal berharga selanjutnya.

Mungkin konsep "merelakan" seperti demikian...

***

Punya barang ke-saya-ngan, tak jauh beda dengan pola hidup di dunia. Kita kerap kali menyukai sesuatu (atau seseorang) sebegitu dalamnya. Seolah-olah kita tak boleh kehilangan perasaan itu. Seolah-olah hanya satu hal itu yang mampu membuat kita hidup.

"Cuma dia yang cocok," tekan hati pada kepala.

Padahal, rentang waktu bergulir, ada banyak hal yang berganti di dunia ini. Rumah. Wajah. Lingkungan. Tanah dipijak. Pekerjaan. Teman. Perasaan.

Hanya saja, manusia terlalu fokus bertahan pada "zona nyaman" yang dimilikinya. Ia tak ingin bertaruh pada sesuatu yang belum dikenalinya. Sementara zona yang dianggapnya "nyaman" itu sudah tak senyaman realitasnya. Ia hanya memaksakan diri pada bagian itu.

Di saat merelakan notebook ke-saya-ngan, ternyata saya masih bisa melakukan hal-hal yang dulu banyak dikerjakan melalui notebook itu. Saya masih bisa menonton film (bajakan). Saya masih bisa bermedsos. Saya masih bisa menulis. Pun, masih suka mengisi "rumah" ini.

Saya hanya butuh sedikit paksaan dan kebiasaan, karena kenyataannya, konsep merelakan itu tak sebegitu mencekamnya. Ia sederhana. ^^


--Imam Rahmanto--

You Might Also Like

2 comments

  1. yang sabar mas, kehilangan mungkiin juga sebagai rezeki orang lain #eh
    kalau saya dulu, simpan apa-apanya gak mesti dalam notebook tapi lebih ke penyimpanan cloud storage, emang sih lumayan makan kuota tapi setidaknya data itu masih aman gak keganggu, saya biasa make dropbox dan sekarang sudah dapat 50Gb space nya

    BalasHapus
  2. Hahahaha....
    Kalau saya, lebih suka pake Google Drive. Soalnya sudah all-in-one akun... :D

    BalasHapus