If You Know What I Do
September 23, 2015Baca Juga
\\\Now playing: Dialog Dini Hari - Pelangi
Kemarin dan hari ini saya agak malas mengerjakan tugas dari kantor. Wajar lah, ini sudah memasuki akhir bulan. Seperti biasa, para pekerja yang belum diganjar gaji tinggi seperti saya pasti bakal megap-megap di akhir bulan. Ditambah, untuk mobilitas liputan, saya harus bergantung pada kendaraan umum dan tebengan. Nah, makin malas keluar deh.
Saya tidak segesit biasanya. ceilahhh! Saya kini lebih mengalah kepada teman lain untuk liputan yang sama. Malas bersaing. Kalau kami meliput berita yang sama, saya serahkan saja berita itu padanya. Apalagi saya masih berpikir, "Dia lebih butuh lantaran sudah berhitung poin. Sementara saya dan teman-teman (magang) lainnya masih dikenai salary konstan tiap bulannya."
Imbasnya, saya sebenarnya bisa mencuri-curi waktu untuk bersantai. Bahkan, sedikit berleha-leha untuk beberapa hari. Toh, banyak atau sedikitnya berita tak berpengaruh pada kisaran imbalan yang akan saya terima.
Lagipula, sudah terlalu lama saya tidak menikmati suasana-suasana nyantai. Bercengkerama bersama teman. Mengamati hal-hal sekitar sedikit lebih lama. Berjalan-jalan. Merangkai logika di kepala. Sampai menunggui senja yang meredup perlahan ditelan malam.
Oiya, seminggu belakangan saya juga semakin gandrung bermain Play Station 3. Tak setiap hari sih. Hanya saat pikiran sedang "gak enak". Saya bakal mengajak seorang teman beradu tanding Pro Evolution Soccer (PES). Tentu saja dengan tim andalan Chelsea dan Manchester United. Haha...apa ini dampak menempati liputan desk olahraga ya? Ternyata namanya "cinta" bisa dipaksa juga ya...
Dan juga, saya memilih lawan (teman) yang levelnya tidak terlalu tinggi melampaui level permainan saya. Saya pernah kalah 8-0. Tapi kian hari, tren permainan saya makin meningkat. Saya sudah bisa mengimbangi permainan seorang teman yang pernah berulang-ulang mengalahkan saya. Bahkan mengalahkannya dengan skor terakhir 3-0. #Yosh!
Tahu tidak, saban mengetik berita, saya kerap "terkurung" di dalam warkop. Menimang gadget "jadul" dengan naskah yang siap dikirimkan jelang deadline. Saya tak lagi menikmati pergantian petang menjelang malam. Padahal saya selalu menantikan momen menjelang malam itu, meski sekadar mengamatinya lamat-lamat. Sambil meneguk secangkir cappuccino, pastinya.
Seperti hari ini, lantaran tidak "hunting" kemana-mana, saya memutuskan bersepeda sore. Menyusuri jalan. Sembari mengejar matahari yang hampir tenggelam di ufuk barat sana. Orang-orang mungkin abai saja dengan kilas kejinggaan yang memantul dari balik kaca jendela bangunan dan rumahnya. Anak-anak sibuk dikejar ibunya pulang ke rumah. Maghrib, katanya, tak boleh bekeliaran terlalu jauh dari rumah.
Saya sekadar ingin menikmati kembali waktu-waktu yang sempat tercerabut oleh kesibukan kini. Oiya, tak lupa saya menyelesaikan satu-dua berita sebelum menggowes sepeda ke jalanan. Paling tidak, malam ini, saya tidak muntaber ke redaksi. Muntaber: muncul tanpa berita.
Hari ini, Rabu 23 September, masih dalam suasana berlebaran Idul Adha. Sebagian orang memilih melaksanakan shalat Ied mengikuti ketentuan Muhammadiyah. Sementara yang lain lebih memilih menunggu hingga Kamis tiba. Mereka nunut dengan anjuran pemerintah, termasuk saya. Biasanya saya lebih condong ke Muhammadiyah. Tapi karena saya belum menyelesaikan puasa Arafah, maka saya ikut saja di hari Kamis.
Di satu tanah lapang yang saya temui, sembari menggowes, takbir sudah dikumandangkan dari tape recorder. Menggema hingga ke jalan raya. Beberapa orang nampaknya sedang mempersiapkan keperluan shalat Ied esok hari ya. Ah, saya lalu ingat, di tanah lapang ini saya dulu pernah berlebaran jauh dari orang tua. Lokasinya memang tak jauh dari kafe langganan.
Saya ingin mengejar cahaya yang makin memudar di depan sana. Tapi, waktu tak cukup dibagi untuk saya. Seandainya saya punya waktu libur, saya ingin mengakhiri rute bersepeda di pinggir pantai, di tepian kota. Sebenarnya saya bisa beralasan untuk absen di kantor. Hanya saja, beberapa hari kemarin saya sudah absen sekali. Hehe...mau bagaimana lagi? Saya tak bisa menolak ajakan ke bioskop. Haha...
Sekarang, saya sudah berada di depan salah satu komputer di kantor. Awak-awak redaksi sedang sibuk dengan naskah masing-masing. Redaktur sedang mengedit. Sewaktu-waktu siap meneriakkan nama reporternya. Layouter sedang fokus menata halaman untuk edisi besok. Meski sebenarnya besok waktu libur nasional, tapi media disini masih tetap tekun bekerja. Agak sepi sih. Beberapa kru telah meminta izin untuk pulang ke kampung halamannya.
Saya? Hm...tahun ini saya memutuskan tidak pulang lagi ke rumah. Saya belebaran disini saja. Waktu sehari rasanya agak sia-sia dipakai menuai rindu bersama keluarga. Biarlah saya tabung saja rindu itu. Kapan-kapan saya pecahkan kalau sudah tiba waktunya. Dalam waktu dekat, mungkin saya akan pulang kok. Saya harus mengurus KTP di kampung sana untuk keperluan administrasi di kota ini.
.....
Sudahlah. Semua cerita itu tak begitu penting.
Cuma mau bilang, selamat bertambah usia ya, kemarin. Semoga yang di"semoga"kan orang-orang yang mengenal dan menyayangimu bisa terwujud. Tuhan selalu menyayangimu dengan segala cara.
Kemarin dan hari ini saya agak malas mengerjakan tugas dari kantor. Wajar lah, ini sudah memasuki akhir bulan. Seperti biasa, para pekerja yang belum diganjar gaji tinggi seperti saya pasti bakal megap-megap di akhir bulan. Ditambah, untuk mobilitas liputan, saya harus bergantung pada kendaraan umum dan tebengan. Nah, makin malas keluar deh.
Saya tidak segesit biasanya. ceilahhh! Saya kini lebih mengalah kepada teman lain untuk liputan yang sama. Malas bersaing. Kalau kami meliput berita yang sama, saya serahkan saja berita itu padanya. Apalagi saya masih berpikir, "Dia lebih butuh lantaran sudah berhitung poin. Sementara saya dan teman-teman (magang) lainnya masih dikenai salary konstan tiap bulannya."
Imbasnya, saya sebenarnya bisa mencuri-curi waktu untuk bersantai. Bahkan, sedikit berleha-leha untuk beberapa hari. Toh, banyak atau sedikitnya berita tak berpengaruh pada kisaran imbalan yang akan saya terima.
Lagipula, sudah terlalu lama saya tidak menikmati suasana-suasana nyantai. Bercengkerama bersama teman. Mengamati hal-hal sekitar sedikit lebih lama. Berjalan-jalan. Merangkai logika di kepala. Sampai menunggui senja yang meredup perlahan ditelan malam.
Oiya, seminggu belakangan saya juga semakin gandrung bermain Play Station 3. Tak setiap hari sih. Hanya saat pikiran sedang "gak enak". Saya bakal mengajak seorang teman beradu tanding Pro Evolution Soccer (PES). Tentu saja dengan tim andalan Chelsea dan Manchester United. Haha...apa ini dampak menempati liputan desk olahraga ya? Ternyata namanya "cinta" bisa dipaksa juga ya...
Dan juga, saya memilih lawan (teman) yang levelnya tidak terlalu tinggi melampaui level permainan saya. Saya pernah kalah 8-0. Tapi kian hari, tren permainan saya makin meningkat. Saya sudah bisa mengimbangi permainan seorang teman yang pernah berulang-ulang mengalahkan saya. Bahkan mengalahkannya dengan skor terakhir 3-0. #Yosh!
Tahu tidak, saban mengetik berita, saya kerap "terkurung" di dalam warkop. Menimang gadget "jadul" dengan naskah yang siap dikirimkan jelang deadline. Saya tak lagi menikmati pergantian petang menjelang malam. Padahal saya selalu menantikan momen menjelang malam itu, meski sekadar mengamatinya lamat-lamat. Sambil meneguk secangkir cappuccino, pastinya.
Seperti hari ini, lantaran tidak "hunting" kemana-mana, saya memutuskan bersepeda sore. Menyusuri jalan. Sembari mengejar matahari yang hampir tenggelam di ufuk barat sana. Orang-orang mungkin abai saja dengan kilas kejinggaan yang memantul dari balik kaca jendela bangunan dan rumahnya. Anak-anak sibuk dikejar ibunya pulang ke rumah. Maghrib, katanya, tak boleh bekeliaran terlalu jauh dari rumah.
Saya sekadar ingin menikmati kembali waktu-waktu yang sempat tercerabut oleh kesibukan kini. Oiya, tak lupa saya menyelesaikan satu-dua berita sebelum menggowes sepeda ke jalanan. Paling tidak, malam ini, saya tidak muntaber ke redaksi. Muntaber: muncul tanpa berita.
Hari ini, Rabu 23 September, masih dalam suasana berlebaran Idul Adha. Sebagian orang memilih melaksanakan shalat Ied mengikuti ketentuan Muhammadiyah. Sementara yang lain lebih memilih menunggu hingga Kamis tiba. Mereka nunut dengan anjuran pemerintah, termasuk saya. Biasanya saya lebih condong ke Muhammadiyah. Tapi karena saya belum menyelesaikan puasa Arafah, maka saya ikut saja di hari Kamis.
Di satu tanah lapang yang saya temui, sembari menggowes, takbir sudah dikumandangkan dari tape recorder. Menggema hingga ke jalan raya. Beberapa orang nampaknya sedang mempersiapkan keperluan shalat Ied esok hari ya. Ah, saya lalu ingat, di tanah lapang ini saya dulu pernah berlebaran jauh dari orang tua. Lokasinya memang tak jauh dari kafe langganan.
Saya ingin mengejar cahaya yang makin memudar di depan sana. Tapi, waktu tak cukup dibagi untuk saya. Seandainya saya punya waktu libur, saya ingin mengakhiri rute bersepeda di pinggir pantai, di tepian kota. Sebenarnya saya bisa beralasan untuk absen di kantor. Hanya saja, beberapa hari kemarin saya sudah absen sekali. Hehe...mau bagaimana lagi? Saya tak bisa menolak ajakan ke bioskop. Haha...
Sekarang, saya sudah berada di depan salah satu komputer di kantor. Awak-awak redaksi sedang sibuk dengan naskah masing-masing. Redaktur sedang mengedit. Sewaktu-waktu siap meneriakkan nama reporternya. Layouter sedang fokus menata halaman untuk edisi besok. Meski sebenarnya besok waktu libur nasional, tapi media disini masih tetap tekun bekerja. Agak sepi sih. Beberapa kru telah meminta izin untuk pulang ke kampung halamannya.
Saya? Hm...tahun ini saya memutuskan tidak pulang lagi ke rumah. Saya belebaran disini saja. Waktu sehari rasanya agak sia-sia dipakai menuai rindu bersama keluarga. Biarlah saya tabung saja rindu itu. Kapan-kapan saya pecahkan kalau sudah tiba waktunya. Dalam waktu dekat, mungkin saya akan pulang kok. Saya harus mengurus KTP di kampung sana untuk keperluan administrasi di kota ini.
.....
Sudahlah. Semua cerita itu tak begitu penting.
Cuma mau bilang, selamat bertambah usia ya, kemarin. Semoga yang di"semoga"kan orang-orang yang mengenal dan menyayangimu bisa terwujud. Tuhan selalu menyayangimu dengan segala cara.
--Imam Rahmanto--
0 comments