17# Tamu
Juli 05, 2015Baca Juga
Ramadhan#17 |
Diantara itu, saya hanya tak ingin mengganggu kesenangan bertatap muka dengan teman-teman secara nyata. Semestinya dalam setiap pertemuan memang ya begitu, tidak diganggu oleh perangkat yang "menundukkan kepala". Kita sudah terlalu lama hidup monoton menatap layar notifikasi dan timeline di dunia maya. Just create your quality time...
Bertemu dan berbincang dengan teman-teman lama memang selalu menghadirkan banyak cerita-cerita baru.
Saya sudah tak terhitung lagi absen dari kegiatan kampus. Bertemu dengan teman-teman lama seyogyanya membuka banyak ingatan dan kenangan tentang kampus. Teman-teman saya ini hampir semuanya masih dalam status penyelesaian studi. Yah, selain itu, cara paling asasi memupus kejenuhan dengan menciptakan momen-momen yang hanya melibatkan mulut, mata, dan telinga.
Saya tak ingin berbicara tentang bagaimana mereka yang saat ini sedang berusaha mengejar target akhir. Saya hanya berpikir, penyesalan selalu datang belakangan.
"Saya sendiri bingung, apa saja yang membuat saya terjengkang beberapa tahun belakangan ini," sesal salah seorang teman saya. Ia hingga kini masih menyimpan banyak "tunggakan" atas mata kuliahnya.
Betapa 5 tahun silam saya masih mengingatnya ketika ia berujar, "Lima tahun dari sekarang, kita akan bertemu kembali dan akan saling menceritakan, akan jadi apa kita." Saya dulu mengenalnya sebagai mahasiswa paling bersemangata dengan setampuk target di kepalanya. Aktif menyelesaikan segala sesuatunya. Berorganisasi dan akademik tak pernah lepas dilakoninya. Hanya saja, entah sejak kapan, kami mulai kehilangannya. Berbeda dengan kami yang sedikit tertunda lantaran aktif dalam organisasi kampus, ia tak tahu rimbanya kemana. Kami tak pernah tahu, apakah ia sibuk mencari nafkah untuk istri yang dinikahinya lepas setahun perkuliahan, ataukah ia memang menghilang tanpa alasan apa-apa.
Dari gerak-geriknya malam itu, saya menyimak sesal yang ingin ditebusnya dewasa ini, Mungkin tak ingin lagi berpikir tentang yang lalu. Berpikir untuk hal-hal yang saat ini saja. Saya juga mengenal seorang teman yang terlalu kompleks dalam berpikir. Kebanyakan orang dewasa seperti itu, lantaran lupa bagaimana caranya menjadi anak-anak.
"Maksudnya setelah kuliah yang disepakati dulu,"
"Bukanlah. Saya ingat betul, terlepas dari kita menyelesaikan kuliah atau belum, hitungannya tetap lima tahun sejak saat itu," saya membantah.
Akh, sebenarnya saya tak ingin bercerita tentang banyak hal itu. Setiap hari Ramadhan punya bagian ceritanya masing-masing. Kemarin seharusnya menjadi waktu yang baik untuk menyambut peringatan turunnya Quran, yang dinamai Nuzulul Quran. Kalau di kampung, tak ada peringatan khusus. Penceramah hanya menyelipkannya sebagai salah satu ceramah tematik.
Dan hari Ramadhan ini yang membuat saya kembali menyuburkan temu dan tamu di kepala, dengan teman-teman lama...
Bertemu dan berbincang dengan teman-teman lama memang selalu menghadirkan banyak cerita-cerita baru.
Saya sudah tak terhitung lagi absen dari kegiatan kampus. Bertemu dengan teman-teman lama seyogyanya membuka banyak ingatan dan kenangan tentang kampus. Teman-teman saya ini hampir semuanya masih dalam status penyelesaian studi. Yah, selain itu, cara paling asasi memupus kejenuhan dengan menciptakan momen-momen yang hanya melibatkan mulut, mata, dan telinga.
Saya tak ingin berbicara tentang bagaimana mereka yang saat ini sedang berusaha mengejar target akhir. Saya hanya berpikir, penyesalan selalu datang belakangan.
"Saya sendiri bingung, apa saja yang membuat saya terjengkang beberapa tahun belakangan ini," sesal salah seorang teman saya. Ia hingga kini masih menyimpan banyak "tunggakan" atas mata kuliahnya.
Betapa 5 tahun silam saya masih mengingatnya ketika ia berujar, "Lima tahun dari sekarang, kita akan bertemu kembali dan akan saling menceritakan, akan jadi apa kita." Saya dulu mengenalnya sebagai mahasiswa paling bersemangata dengan setampuk target di kepalanya. Aktif menyelesaikan segala sesuatunya. Berorganisasi dan akademik tak pernah lepas dilakoninya. Hanya saja, entah sejak kapan, kami mulai kehilangannya. Berbeda dengan kami yang sedikit tertunda lantaran aktif dalam organisasi kampus, ia tak tahu rimbanya kemana. Kami tak pernah tahu, apakah ia sibuk mencari nafkah untuk istri yang dinikahinya lepas setahun perkuliahan, ataukah ia memang menghilang tanpa alasan apa-apa.
Dari gerak-geriknya malam itu, saya menyimak sesal yang ingin ditebusnya dewasa ini, Mungkin tak ingin lagi berpikir tentang yang lalu. Berpikir untuk hal-hal yang saat ini saja. Saya juga mengenal seorang teman yang terlalu kompleks dalam berpikir. Kebanyakan orang dewasa seperti itu, lantaran lupa bagaimana caranya menjadi anak-anak.
"Maksudnya setelah kuliah yang disepakati dulu,"
"Bukanlah. Saya ingat betul, terlepas dari kita menyelesaikan kuliah atau belum, hitungannya tetap lima tahun sejak saat itu," saya membantah.
Akh, sebenarnya saya tak ingin bercerita tentang banyak hal itu. Setiap hari Ramadhan punya bagian ceritanya masing-masing. Kemarin seharusnya menjadi waktu yang baik untuk menyambut peringatan turunnya Quran, yang dinamai Nuzulul Quran. Kalau di kampung, tak ada peringatan khusus. Penceramah hanya menyelipkannya sebagai salah satu ceramah tematik.
Dan hari Ramadhan ini yang membuat saya kembali menyuburkan temu dan tamu di kepala, dengan teman-teman lama...
--Imam Rahmanto--
0 comments