Jeda yang Menghubungkan
Juni 11, 2015Baca Juga
“Seperti halnya kalimat, Tuhan menganugerahi hidup dengan jeda (peristirahatan), berupa koma, spasi, atau tanda titik. Dengan begitu, ia akan lebih bermakna,” --Maman Suherman--
Malam itu, kami duduk berempat. Saling menatap, menyimak kepribadian masing-masing. Sesekali melepas bincang tanpa perlu hati-hati. Bertanya kabar sebagai basa-basi lumrah.
"Ngopi yuk,"
Saya memang sudah lama merindukan ajakan semacam itu. Sejak kemarin, beberapa kali, saya ingin menyesap cappuccino di kafe yang sudah menjadi langganan. Bukan soal kafe atau lokasinya. Saya selalu merasai kafe itu sebagai tempat bermula cappuccino saya. Tempat bermula yang kami ramaikan.
Sebenarnya bukan sesuatu yang istimewa. Seorang teman mengajak "ngopi" di malam yang suntuk. Saya segera mengiyakan ajakannya. Teman-teman yang lain pun saya galang via BBM dan sms.
Empat orang lelaki. Tanpa teman-teman atau demen-demen perempuan. Anggap saja keempatnya masih single. Keempatnya sudah tak pernah lagi menginjakkan kaki di kampus, yang membesarkan dan mendekatkan mereka. Kabar masing-masing hanya terbaca lewat kilas timeline social media dan kabar burung yang dibawa setiap kenalan. Beberapa jam sebelum penghujung malam berakhir, mereka bertemu memperbincangkan banyak hal.
"Ternyata sekarang kau 'disitu' ya?"
Jeda diantara pertemuan memang membawa banyak topik untuk diperbincangkan. Hal biasa. Tak sekadar mengulas ingatan atau membasuh peristiwa, juga menghitung-hitung kemungkinan masa depan yang akan dilalui.
Bagi saya, berkumpul dengan teman-teman lama adalah hal istimewa. Di balik semua kesibukan yang melanda, mencari quality time, sekadar berbasa-basi bertanya kabar menjadi sesuatu yang sangat langka. Saya sendiri kini tak bisa lagi merinci kemana teman-teman saya menyebar. Masing-masing sudah memiliki kesibukan dan waktu kerja yang tak bisa diganggu gugat. Betapa hidup sudah mulai mengalihkan perhatian kami.
Tak terhitung lagi hari dimana kami saling melupakan sejenak. Kepala lebih condong diisi tentang "bagaimana-menyelesaikan-pekerjaan". Atau paling tidak, hari-hari kami diisi dengan berinteraksi setiap "teman baru" yang kini (mungkin) lebih banyak bertemu di tempat kerja. Klien. Narasumber. Murid. Guru. Pelanggan. Pembeli. Nama beserta nomor baru yang mulai tersimpan di kontak hape.
Spasikomatitikkomaspasi.
“Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkan ia dimengerti jika tak ada spasi? Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang bila ada ruang?” -- Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade
Saya mempelajari satu hal malam itu. Bahwa perpisahan bukan semata-mata mengisyaratkan kesedihan atau kekosongan. Ia berlaku serupa "jeda". Sejatinya, pertemuan dan perpisahan adalah dua hal yang berlaku seperti daur ulang. Siklus hidup. Re-cycle.
Di setiap perjumpaan, pasti ada perpisahan. Selain untuk memendam dan menumpuk rasa rindu, berlaku pula bahwa di setiap perpisahan, memungkinkan ada perjumpaan. Ia bergantung pada sebesar apa kita mengusahakan perjumpaan itu. Justru dengan perpisahan, orang-orang dipaksa untuk mencari kembali pertemuan yang telah lama hilang itu. Membangun pertemuan yang berkualitas. Menghimpun beragam cerita. Tidak sekadar bertemu dan memainkan gadget. Membangun relasi yang bermakna. Seperti kata Kang Maman, ada jeda diantara hidup yang berjalan tiada henti.
Malam itu, di selang 4 jam terakhir, saya lebih banyak menatapi mereka. Mengobrol satu-satu tak kelar, tetiba berganti topik lain. Menelikung waktu. Menikmati konsep dasar teori relativitas "waktu" Einstein. Sesekali tertawa. Mungkin menertawakan kebodohan masa lalu, termasuk bercerita odo'-odo' perempuan. Menyusun kedewasaan berpikir di masa mendatang. Setingkat kemapanan. Pada dasarnya, setiap orang merancang masa depannya tidak lagi sekadar untuk "main-main", seperti halnya dalam mencari wanita pendamping hidupnya.
Aduh. Kenapa saya tetiba berbicara hal-hal tua seperti ini ya? Padahal saya masih muda. Beberapa hari lagi, baru menginjak usia yang ke-24. Ini masih muda! Masih banyak hal yang perlu dicapai. Come-on...
Ok, lantaran saya menikmati pertemuan singkat, tak terencana, di tempat sederhana nan dirindukan itu. I called it, quality-friend-coffee-time...
Ok, lantaran saya menikmati pertemuan singkat, tak terencana, di tempat sederhana nan dirindukan itu. I called it, quality-friend-coffee-time...
Sumber; googling |
--Imam Rahmanto--
P.s. Ucapan selamat juga saya haturkan kepada seseorang dan beberapa orang teman yang selangkah lagi bakal mencapai mimpi pendidikannya di luar negeri. Semoga terus tersenyum.
0 comments