Keep Trying
Januari 16, 2014Baca Juga
Bulan bersinar bulat. Tepat malam ini bulan purnama menggantung di ujung langit sana. Menurut berita yang tadi sempat saya baca, purnama malam ini merupakan purnama “langka”. Muncul sekali dalam berpuluh-puluh tahun dan disebut mini moon, karena letaknya yang mencapai titik terjauh dari bumi. Mm…saya berpikir, berdasarkan perhitungan kalender Masehi dan kalender Hijriah, cukup masuk akal juga. Karena antara kedua kalender itu purnama jatuh di penanggalan yang sama, tanggal 15.
Beruntung, saya tadi sempat menyaksikannya sebelum mendung menyergap dan mencurahkan hujan berkalanya. Mungkin, dini hari nanti bakal hujan lagi, tepat ketika semua orang sudah kembali ke peraduannya masing-masing.
Oiya, tadi pagi juga saya sempat dikejutkan oleh angin kencang yang nyaris menerbangkan atap rumah tetangga kami. Bahkan, di atas atapnya, tersangkut atap lain yang entah darimana angin menerbangkannya. Beberapa orang yang lewat di depan rumah berhenti sejenak untuk menyimak atap seng yang cukup lebar itu.
Beberapa hari belakangan saya lebih sering bertemu dengan teman-teman lama saya. Teman-teman masa sekolah dulu. Baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Tentu, bukan saya yang menyapa duluan. Saya masih terlalu minder untuk bisa menyapa mereka yang kini sudah bertitel atau sekadar siap bertitel sarjana. Sedangkan saya? Masih cukup jauh di tahun ini meskipun saya menargetkannya lebih awal.
“Apa kabar?” Kerap kali pertanyaan yang sama, dari orang-orang yang berbeda.
“Baik. Selalu bersemangat,” jawab saya, diselingi dengan emoticon tertawa lebar. Karena, pada dasarnya, saya lebih suka memperturutkan tindakan untuk kemudian perasaan yang akan mengikutinya. Senyum dulu, bahagianya nanti pasti akan nyangkut kok.
Lantas, pertanyaan selanjutnya yang paling saya tidak gemari, “Sudah wisuda?” dan pertanyaan lain sejenisnya. #euhh. Apa bisa ya “label” seorang Imam Rahmanto yang selama ini di-laminating di kepala mereka digantikan saja dengan Imam yang “biasa-biasa” saja?
Saya masih harus menyelesaikan tanggung jawab disini, lembaga yang membesarkan saya. Sejak dulu, saya berprinsip, menyelesaikan apa yang telah saya mulai. Selain itu, beranjak dewasa, tanggung jawab dalam keluarga pun perlahan berubah arah. Lebih cepat dari seharusnya. Nampaknya, “tulang punggung” akan beralih lebih cepat. Tak perlu menghitung hari lagi, saya sudah harus bersiap atas kemungkinan itu.
“Ini sudah tidak bisa seperti sedia kala lagi, nak,”
Seperti kata dokter, kehidupan ayah tidak akan berlangsung “biasa-biasa” lagi. Seperti kata ibu, saya adalah anak tertua yang sudah sepantasnya menjalankan tanggung jawabnya. Seperti kata adik perempuan saya, saya adalah kakak yang selalu dibanggakannya. *menghela napas
Sejujurnya, mata kuliah yang seharusnya saya programkan hanya satu, eh dua saja. Sisanya, saya cukup mengajukan judul untuk skripsi saja. Hanya saja, menyelingi proses itu, masih ada banyak hal yang perlu diprioritaskan terlebih dahulu.
Akh, saya lantas berpikir, seperti apa kuliah saya selanjutnya? Di luar sana, teman-teman saya sudah mencapai gelar yang begitu dibanggakannya. Mm…atau entahlah, mungkin gelar yang lebih dibanggakan oleh orang tua mereka ketimbang diri mereka sendiri. Mereka berbondong-bondong sudah mulai berburu di medan kerja. Bersaing satu sama lain. Atau bahkan sudah ada sebagian dari mereka yang menghasilkan pendapatan yang lumayan jumlahnya. Darinya, mereka berusaha untuk membagi penghasilan dengan keluarga yang telah membesarkan mereka. Dan mungkin, sebagiannya lagi telah mengalihkan penghasilan itu untuk istri maupun orang terkasih mereka. Saya sendiri pun berharap bisa demikian…
Meskipun tertatih-tatih, saya mulai belajar untuk mengerjakan semuanya sedikit demi sedikit. Kuliah, bagaimanapun, selalu saya jalankan. Pengajuan judul, ah, tidak usah dipertanyakan lagi, seseorang yang tersayang selalu mendorong (atau mengompori) saya. Terima kasih untuk cerewetnya. Dan selanjutnya, saya hanya harus memperoleh pekerjaan yang memang tepat untuk saya, tidak menyita banyak waktu dan bisa dikerjakan dimana saja, serta menghasilkan pendapatan yang lumayan pula. Emang ada ya???
Bagaimanapun tujuan yang ingin saya capai, segalanya sudah ditentukan Tuhan. Setidaknya, cukup going to the extra miles saja. Apalagi, selepas kuliah nanti, saya juga akan sampai pada titik itu. Keep trying and praying...
Nah, cappuccino terakhir ini menjadi penanda bahwa sudah saatnya saya tidur. Terlelap. Semoga dalam mimpi nanti, saya menemukan (atau dipertemukan) jawabannya….
Oh ya, saya juga harus tidur karena sebelumnya minta dibangunkan oleh”nya”. Semoga...
Beruntung, saya tadi sempat menyaksikannya sebelum mendung menyergap dan mencurahkan hujan berkalanya. Mungkin, dini hari nanti bakal hujan lagi, tepat ketika semua orang sudah kembali ke peraduannya masing-masing.
Oiya, tadi pagi juga saya sempat dikejutkan oleh angin kencang yang nyaris menerbangkan atap rumah tetangga kami. Bahkan, di atas atapnya, tersangkut atap lain yang entah darimana angin menerbangkannya. Beberapa orang yang lewat di depan rumah berhenti sejenak untuk menyimak atap seng yang cukup lebar itu.
Beberapa hari belakangan saya lebih sering bertemu dengan teman-teman lama saya. Teman-teman masa sekolah dulu. Baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Tentu, bukan saya yang menyapa duluan. Saya masih terlalu minder untuk bisa menyapa mereka yang kini sudah bertitel atau sekadar siap bertitel sarjana. Sedangkan saya? Masih cukup jauh di tahun ini meskipun saya menargetkannya lebih awal.
“Apa kabar?” Kerap kali pertanyaan yang sama, dari orang-orang yang berbeda.
“Baik. Selalu bersemangat,” jawab saya, diselingi dengan emoticon tertawa lebar. Karena, pada dasarnya, saya lebih suka memperturutkan tindakan untuk kemudian perasaan yang akan mengikutinya. Senyum dulu, bahagianya nanti pasti akan nyangkut kok.
Lantas, pertanyaan selanjutnya yang paling saya tidak gemari, “Sudah wisuda?” dan pertanyaan lain sejenisnya. #euhh. Apa bisa ya “label” seorang Imam Rahmanto yang selama ini di-laminating di kepala mereka digantikan saja dengan Imam yang “biasa-biasa” saja?
Saya masih harus menyelesaikan tanggung jawab disini, lembaga yang membesarkan saya. Sejak dulu, saya berprinsip, menyelesaikan apa yang telah saya mulai. Selain itu, beranjak dewasa, tanggung jawab dalam keluarga pun perlahan berubah arah. Lebih cepat dari seharusnya. Nampaknya, “tulang punggung” akan beralih lebih cepat. Tak perlu menghitung hari lagi, saya sudah harus bersiap atas kemungkinan itu.
“Ini sudah tidak bisa seperti sedia kala lagi, nak,”
Seperti kata dokter, kehidupan ayah tidak akan berlangsung “biasa-biasa” lagi. Seperti kata ibu, saya adalah anak tertua yang sudah sepantasnya menjalankan tanggung jawabnya. Seperti kata adik perempuan saya, saya adalah kakak yang selalu dibanggakannya. *menghela napas
Sejujurnya, mata kuliah yang seharusnya saya programkan hanya satu, eh dua saja. Sisanya, saya cukup mengajukan judul untuk skripsi saja. Hanya saja, menyelingi proses itu, masih ada banyak hal yang perlu diprioritaskan terlebih dahulu.
Akh, saya lantas berpikir, seperti apa kuliah saya selanjutnya? Di luar sana, teman-teman saya sudah mencapai gelar yang begitu dibanggakannya. Mm…atau entahlah, mungkin gelar yang lebih dibanggakan oleh orang tua mereka ketimbang diri mereka sendiri. Mereka berbondong-bondong sudah mulai berburu di medan kerja. Bersaing satu sama lain. Atau bahkan sudah ada sebagian dari mereka yang menghasilkan pendapatan yang lumayan jumlahnya. Darinya, mereka berusaha untuk membagi penghasilan dengan keluarga yang telah membesarkan mereka. Dan mungkin, sebagiannya lagi telah mengalihkan penghasilan itu untuk istri maupun orang terkasih mereka. Saya sendiri pun berharap bisa demikian…
Meskipun tertatih-tatih, saya mulai belajar untuk mengerjakan semuanya sedikit demi sedikit. Kuliah, bagaimanapun, selalu saya jalankan. Pengajuan judul, ah, tidak usah dipertanyakan lagi, seseorang yang tersayang selalu mendorong (atau mengompori) saya. Terima kasih untuk cerewetnya. Dan selanjutnya, saya hanya harus memperoleh pekerjaan yang memang tepat untuk saya, tidak menyita banyak waktu dan bisa dikerjakan dimana saja, serta menghasilkan pendapatan yang lumayan pula. Emang ada ya???
Bagaimanapun tujuan yang ingin saya capai, segalanya sudah ditentukan Tuhan. Setidaknya, cukup going to the extra miles saja. Apalagi, selepas kuliah nanti, saya juga akan sampai pada titik itu. Keep trying and praying...
Nah, cappuccino terakhir ini menjadi penanda bahwa sudah saatnya saya tidur. Terlelap. Semoga dalam mimpi nanti, saya menemukan (atau dipertemukan) jawabannya….
Oh ya, saya juga harus tidur karena sebelumnya minta dibangunkan oleh”nya”. Semoga...
--Imam Rahmanto--
0 comments