Strategi Bisnis di Atas Kapal
September 01, 2012Baca Juga
Jika berpergian dengan memanfaatkan jasa kapal laut, sebaiknya mempersiapkan segala hal dari awal. Apalagi perjalanan laut (non-feri) biasanya ditempuh dalam kurun lebih dari satu hari.
Di atas kapal banyak ditemukan ketimpangan-ketimpangan yang menurut saya merupakan strategi bisnis dari awak-awak kapal (atau bahkan perusahaannya sendiri) untuk meraup keuntungan dari pelanggan-pelanggan di atas kapal. Di atas kapal berlaku sistem oligopoli sehingga pihak kapal bisa dengan sesuka hatinya menaikkan harga barang. Bahkan mencapai tiga kali lipat dari harga aslinya. Mau beli barang atau jasa dimana lagi, coba?
Oh ya, oligopoli merupakan keadaan perdagangan dengan produsen barang hanya berjumlah sedikit sehingga mereka dapat mempengaruhi harga barang sesuka hati. Tentu saja hal tersebut berkebalikan dengan sistem monopoli.
Nah, berikut beberapa hal yang saya temukan agak timpang di atas kapal,
Penumpang yang tidak kebagian tempat tidur. (ImamR) |
Hal ini menurut saya yang paling ganjil. Tempat tidur seharusnya sudah menjadi hak penumpang yang telah membayar tiket kapal. Akan tetapi, yang terjadi kemudian adalah pen-calo-an tempat tidur oleh awak-awak di atas kapal. Itupun tanpa kasur. Jika ingin menambah kasur, maka harus (lagi-lagi) menambah biaya tertentu.
2. Tikar
Nah, ini menjadi kelanjutan bagi penumpang yang tidak memperoleh tempat tidur. Sebelum kapal angkat sauh, kita akan banyak menemukan pedagang-pedagang tikar berkeliaran di atas kapal.
3. Makanan
Fasilitas makanan gratis sebagai hak penumpang yang disediakan sangat tidak memenuhi standar "kenyang" maupun gizi. Makanannya hanya berupa nasi dan sepotong dadar telur ataupun sepotong ikan tongkol (yang nampaknya hanya dicampur garam lalu direbus). Jika beruntung, kita bakal mendapatkan tambahan sayur kol yang hanya direbus dengan tambahan garam pula.
Hal ini tentu mejadi salah satu strategi bisnia di atas kapa. Dengan begitu, makanan-makanan yang dijajakan di atas kapal (nasi goreng, nasi ayam, bakso) bisa laku keras meskipun dibanderol dengan harga tinggi.
4. Air panas
Di atas kapal, persediaan air panas merupakan salah satu fasilitas yang sudah selayaknya disediakan untuk penumpang kapal. Akan tetapi, air panas yang disediakan oleh pihak kapal ternyata tidak se"panas" air panas yang dijual di toko-toko kapal maupun oleh pedagang minuman asongan. Tentu saja, penumpang lebih banyak memilih membeli air panas dari toko ketimbang mengambil langsung dari Pantry. Lagi-lagi, keuntungan buat pihak perkapalan.
5. Pendingin Udara
Tidak perlu heran jika merasakan udara yang sangat pengap di dalam kapal. Beberapa jenis kapal (milik Pelni) sengaja merusak ventilasi pada sistem pendinginnya agar udara tidak menyebar ke seluruh ruangan. Udara hanya mengalir lurus ke satu arah. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh awak-awak kapal meraup keuntungan dengan menjajakan kipas-kipas manual ataupun minuman-minuman dingin kepada para penumpang. Daripada panas, kan?
Pendingin udara yang ada di langit-langit dek. (ImamR) |
6. Terminal Listrik
Di atas kapal juga disediakan beberapa terminal listrik yang bisa dimanfaatkan untuk men-charge peralatan listrik penumpang. Jumlahnya sangat terbatas sehingga penumpang harus bergantian menggunakannya. Penggunaan terminal bercabang sangat dilarang oleh pihak keamanan kapal, entah apa alasannya. Jika kedapatan menggunakan terminal bercabang, maka bisa dipastikan alat tersebut bakal disita.
Ini sih kalau kedapatan bakalan disita. (ImamR) |
Nah, melalui "kelistrikan" itu pula pihak pengelola kapal bisa meraup keuntungan. Mereka menyediakan jasa charge listrik dengan harga tertentu.
Saya tidak tahu pasti, apakah hal-hal tersebut merupakan aturan yang memang diterapkan oleh pihak pengelola kapal atau hanya sekadar inisiatif dari awak-awak kapalnya. Yang jelas, melalui strategi-strategi itu bisa menghasilkan keuntungan yang sangat banyak, di atas normal. Karena, ingat, di atas kapal berlaku sistem oligopoli.
--Imam Rahmanto--
2 comments
Di kereta api juga begitu. Selain petugas restorasi kereta, akan ada pedagang asongan yang masuk dan penawarkan dagangan. Tapi kalau aku, lebih milih nasi goreng ala restorasi kereta saja. lebih bersih kayaknya, hehe...
BalasHapus@Dian Kurniati: Saya sih malas banget beli makanan di atas Kapal (kalau gak darurat). Harganya aja selangit.... :|
BalasHapus