Lepaskan Beban Masalah

September 21, 2012

Baca Juga

Gambar: Google
Saya yakin setiap orang pernah menghadapi masalah. Besar atau kecil, sulit atau mudah. Bahkan mungkin masalah-masalah yang menimpa kita itu terkadang membuat kita berpikir untuk menghilang saja dari dunia ini.

"Tuhan, saya ingin menghilang sejenak dari dunia ini. Bawa saya ke tempat yang paling damai, tanpa pikiran, tanpa beban masalah,"

Salah seorang teman saya, ya, sedang mengalaminya. Saya sungguh iba melihatnya, karena saya pun pernah mengalami hal demikian.

Hal yang sama beberapa kali telah menimpa saya. Membuat segala hal yang tidak ada hubungannya dengan jalinan masalah itu turut menjadi korban. Segalanya (versi saya) berantakan. Tapi, itu dulu... ketika saya belum tahu untuk "menenangkan" pikiran saya. Karena pada dasarnya, masalah itu berat ketika kita memikirkannya juga terlalu berat. Seolah-olah hanya kita saja yang tahu dan mengerti perihal "beban" itu.

Beberapa orang mungkin menenangkan diri dengan membagi "beban"nya itu pada orang lain. Istilah kerennya, curhat. Perasaan mereka menjadi Plong! ketika punya teman berbagi kisah. Tak peduli apakah temannya bakal memberikan masukan ataupun sekadar mendengarkan saja.

Namun berbeda dengan saya, yang meluapkan beban masalah pada sebuah tulisan. Saya punya buku, sebuah journal -- berisi kisah hidup dan segala hal yang saya anggap menarik untuk ditulis -- yang bisa menjadi tempat untuk menulis segala "beban" itu. Menuangkan segala perasaan melalui tulisan (tangan) itu rasanya membuat perasaan lebih damai. Meskipun kertas tak bisa berbicara, bolpoin/ pena tak mungkin menepuk pundak kita, hal itu sudah membuat saya lepas dari beban-beban masalah yang melilit kepala saya. Beban pikiran secara perlahan mengalir dari kepala melalui lengan yang berujung pada cetak di atas kertas. Percaya atau tidak, hal itu selalu berlaku efektif untuk menenangkan pikiran. It's so simple.

Terakhir, ada sebuah potongan kalimat yang sangat saya sukai dari film "Mestakung", yang selalu membuat saya terharu kapanpun mengingatnya. Kalimat yang diucapkan oleh ayah Arif (Lukman Sardi) sesaat sebelum melepaskan anaknya itu berangkat ke Jakarta;

"Jangan lupa shalat ya, supaya Gusti Allah kasih apa yang kamu mau....juga kamu dapat apa yang kamu cari..."


--Imam Rahmanto--

*Ps: tegah malam, berpikir sambil menyeruput segelas cappuccino

You Might Also Like

2 comments

  1. Mmmmmm.... Sama.:-D
    Atau mungkin saya yang selalu beranggapan bahwa tidak harus semua orang tau apa yang terjadi dalam hidup kita.

    BalasHapus
  2. @Yeni Febrianti: Ya, jelaslah bahwa tidak semua orang yang mesti tahu.... Kalau seperti itu, dimana lagi privasi kita coba?
    Hanya saja, terkadang "sesuatu" itu butuh tempat penampungan... :)

    BalasHapus